Kamis, 22 Oktober 2020
pondok pesantren, pendidikan karakter berbasis pesantren, hari santri nasional
Tanggal 22 Oktober merupakan hari Santri. Peringatan Hari Santri tahun ini mengambil tema "Santri Sehat Indonesia Kuat". Menteri Agama menilai keterbatasan fasilitas dan sarana kesehatan adalah titik lemah yang dapat menjadi pintu masuk penularan virus ini di pesantren. Pola interaksi dan komunikasi yang intens di dalam pesantren juga menjadi celah penyebaran virus Corona. Pesantren adalah entitas yang sangat rentan persebaran COVID-19. Maka kewaspadaan harus selalu ditingkatkan.
Ditengah keterbatasan fasilitas dan sarana, pondok pesantren menjadi tempat untuk pendidikan karakter, sehingga diperlukan pemahaman tentang manajemen pendidikan karakter santri.
Presiden Jokowi Widodo (2018) mengatakan pesantren pendukung utama pembentukan karakter bangsa, karena pembentukan pendidikan agama dan karakter bagi siswa sangat cocok dilakukan di sekolah yang menggunakan sistem berbasis pondok pesantren. Pondok pesantren berkaitan dengan pembentukan etika, moral, dan akhlak yang ke depannya nanti siswa ini akan menjadi generasi penerus bangsa.
Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola (2018) yang mengatakan pendidikan yang tertua di Indonesia adalah pondok pesantren karena pondok pesantren sudah ada sebelum merdeka. Pondok pesantren diharapkan mampu menjadi panutan dan teladan bagi sistem pendidikan karakter yang sedang menjadi sentral pendidikan sekarang
Beberapa alasan orang tua memasukkan anaknya kepondok pesantren misalnya agar anaknya terhindar dari geng dan komunitas motor, melawan orang tua, tawuran, mencuri dan kerap mencoba-coba mabuk hingga korban seks bebas.
Supriatna (2020) menambahkan beberapa tujuan orang tua memasukkan anaknya kepondok pesantren yakni, (1) agar anak memiliki akhlak yang bagus; (2) perasaan ketidak mampuan orang tua mendidik anak di rumah; (3) ada pendidikan sekolahnya; (4) di bekali ilmu agama yang bisa di amalkan oleh dirinya sendiri dan orang lain; dan (5) anak tumbuh menjadi anak yang cerdas.
Penelitian yang dilakukan oleh Marzuki dan Masrukin (2019) menemukan alasan orang tua menyekolahkan anak di pesantren, antara lain yakni (1) agama dan ideologi; (2) problem lingkungan dan perkembangan teknologi informasi yang negatif; (3) disiplin; dan (4) ada pengawasan dari pengurus pada setiap kegiatan
Pondok pesantren dianggap bisa meminimalisir krisis moral yang terjadi pada peserta didik. Alasan orang tua memasukkan anaknya ke pesantren karena ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang disebabkan karena perasaan ketidak mampuan orang tua mendidik anaknya di rumah.
Sedangkan faktor eksternal yang di latar belakangi karena faktor lingkungan yaitu agar anaknya terhindar dari geng dan komunitas motor, melawan orang tua, tawuran, mencuri dan kerap mencoba-coba mabuk hingga korban seks bebas. Harapannya agar anak-anak mereka memiliki agama dan ideologi yang baik sehingga melahirkan karakter yang baik dan tumbuh menjadi anak yang cerdas
Upaya membentuk karakter peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT agar memiliki karakter Islami seperti ber-akhlakul karimah, jujur, mandiri, dan berjiwa social yang termanifestasi dalam bentuk budaya dan tradisi pondok pesantren. Penanaman nilai-nilai karakter yang berorientasi pada Al-Qur’an dan Sunah yang diwujudkan dengan target dan tujuan yang telah ditetapkan manajemen. Manajemen yang baik akan memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen dan melibatkan seluruh komponen, baik guru, staf, orang tua dan masyarakat
Perencanaan yang baik akan sejalan dengan pelaksanaan sehingga tujuan pendidikan karakter akan tercapai. Perencanaan pendidikan karakter dilakukan dengan (1) penentuan sistem perencanaan pendidikan karakter; (2) mengembangkan kurikukulum melalui penyusunan program kegiatan; (3) metode pelaksanaan pendidikan karakter dan (4) menyosialisasikan pelaksanaan pendidikan karakter.
Penyusunan perencanaan pendidikan karakter dilakukan oleh stakeholder, melalui rapat yang dilaksanakan oleh unit–unit sekolah, pimpinan dan yayasan selain untuk merencanakan program ke depan, sekaligus untuk mengevaluasi program yang sudah berjalan. Selain itu, masukan dari orang tua juga diambil sebagai bagian dari evaluasi untuk mendapatkan sisi kelemahan dan kekuatan serta apa yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
Pengembangkan kurikulum melalui penyusunan program kegiatan meliputi adanya (a) penyusunan program pendidikan karakter melalui visi, misi, dan tujuan pendidikan pesantren; (b) pengembangan kurikulum yang terintegrasi melalui program kegiatan baik formal, informal dan nonformal yang dilakukan selama 24 jam; (c) penyusunan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman; dan (d) menyusun program pembinaan dan pemberdayaan SDM dan warga pondok pesantren.
Pondok pesantren melakukan politik control yaitu dengan mengevaluasi program-program yang sudah berjalan, urgensi dari evaluasi yaitu menyesuaikan dengan kebutuhan/tuntutan, misalnya mengevaluasi kurikulum yang telah diterapkan dari waktu kewaktu sehingga terjadi perbaikan. Perbaikan antara program dan kurikulum disesuaikan dengan tuntunan zaman, tempat dan kemajuan yang berlangsung. Program pendidikan karakter di pondok pesantren disusun selama 24 jam, program itu disusun ada yang sebagai warisan terdahulu. Penanaman nilai–nilai karakter yang ditanamkan tercermin dalam tujuan pendidikan di pondok pesantren yaitu sepuluh karakter santri yang harus dimiliki oleh santri
Visi, misi dan tujuan pendidikan di pondok pesantren, ini menjadi landasan penyusunan dan pengembangan melalui program sekolah yang dilaksanakan sepanjang tahun. SDM dan warga di pondok pesantren sebagai teladan dalam pelaksanaan pendidikan karakter maka merekapun mendapatkan program pembinaan dan pemberdayaan. Program pembinaan ta’lim berupa mudzakarah, pembinaan diri dan riyadoh sedangkan pemberdayaan yaitu kerja bakti dan olahraga serta wajib wajib melaksanakan shalat lima waktu berjamaah di masjid
Sarana yang paling tepat dalam pembentukan karakter adalah keteladanan, baik dari pimpinan pesantren, guru dan warga pondok pesantren. Keteladanan adalah salah satu syarat untuk menjadi guru di sini, guru tidak boleh merokok sebagai langkah dalam pembentukan karakter. Selain itu, nasihat diberikan kepada santri serta kurikulum yang memang mendidik anak menjadi akhlakul karimah. Pembiasaan yang dilakukan bagaimana cara hidup yang benar, sanki dan reward yang mendidik serta penugasan dalam rangka membimbing santri untuk belajar kepemimpinan dan mengadakan kegiatan sebagai sarana belajar memimpin dan siap jadi bawahan
Sosialisasi pendidikan karakter di pondok pesantren antara lain adanya (1) sosialisasi program pendidikan karakter ke stakeholder melalui rapat, apel dan upacara; (2) bentuk sosialisasi ke wali santri yaitu dengan surah pemberitahuan, wawancara wali , ketika ada wali yang sedang mengunjungi, menjemput, dan mengantarkannya kembali anaknya ke pondok, saresehan santri baru, pembagian rapor serta kegiatan lainnya; (3) sosialisasi ke para santri juga dilakukan dengan upacara, apel, dan kegiatan lainnya. Selain itu juga sosialisasi dalam bentuk buku, surah himbauan, pamflet dan banner yang ditempel di lingkungan sekolah dan asrama. Kontens sosialisasi misalnya bagaimana bersikap, akhlak, berpakaian dan lain sebagainya
Fungsi perencanaan yang relevan dengan hasil penelitian Kristiawan (2016) menyatakan bahwa perencanaan terdiri dari sebagai berikut: (1) apa, kapan, dan bagaimana melakukan pekerjaan; dan (2) membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai efektifitas maksimum melalui penentuan target, mengembangkan alternatif-alternatif rencana, mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana serta keputusan
Fungsi manajemen lainnya adalah pengorganisasian melalui stakeholder dengan penanggung jawab utama di kegiatan formal adalah Kepala Sekolah, penanggung jawab kegiatan informal dan nonformal adalah pengasuhan santri/kesiswaan dengan jalur koordinasi melalui rapat guru sampai dengan Yayasan
Kemudian pendidikan karakter dilaksanakan baik secara formal, informal dan nonformal; dan pengontrolan dilakukan oleh semua stakeholder, melalui rapor sekolah, rapor pondok dan rapor asrama yang dapat menentukan kenaikkan dan kelulusan peserta didik. *)
*Diolah dari berbagai sumber oleh tim Wakil Ketua MPR RI