Jum'at, 24 Agustus 2018
perspektif
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan 23 Agustus sebagai Hari Internasional Untuk Mengenang Perdagangan Budak dan Penghapusannya (International Day for the Remembrance of the Slave Trade and its Abolition). Malam menjelang tanggal 23 Agustus 1791 di Santo Domingo (yang kini dikenal dengan sebutan Haiti dan Republik Dominika) menjadi awal dari kebangkitan yang memegang peranan penting dalam penghapusan perdagangan budak transatlantik.
Pada malam itu terjadi pemberontakan terhadap sistem perbudakan untuk kemerdekaan Haiti. Pemberontakan ini dilakukan para budak laki-laki dan perempuan (yang diambil secara paksa dari Afrika dan kemudian dijual sebagai budak). Hasilnya, Haiti akhirnya memperoleh kemerdekaan pada tahun 1804. Peristiwa pemberontakan itu disebut sebagai ‘Revolusi Haiti’ dan mengukuhkan sebutan negara Haiti sebagai ‘negara bentukan para budak’. Revolusi Haiti merupakan titik balik dalam sejarah manusia dan berdampak besar pada pembentukan hak asasi manusia secara universal.
Keberanian para budak ini juga menjadi latar belakang bagi UNESCO untuk menetapkan hari Internasional Untuk Mengenang Perdagangan Budak dan Penghapusannya. Tujuannya untuk menanamkan tragedi perdagangan budak dalam ingatan semua orang. Peringatan ini juga memberi penghargaan kepada semua orang yang berjuang untuk kebebasan. Selain itu juga untuk mengajarkan dunia tentang kisah perjuangan para budak berikut nilai-nilai yang menyertainya. Keberhasilan pemberontakan yang dipimpin oleh budak sendiri merupakan sebuah inspirasi besar dalam dunia modern untuk memerangi segala bentuk perbudakan, rasisme, prasangka, diskriminasi rasial dan ketidakadilan sosial yang merupakan bagian dari perbudakan.
Sejak tahun 2001, perdagangan manusia dan perbudakan disepakati oleh masyarakat internasional sebagai kejahatan yang melanggar kemanusiaan. Untuk itulah sangat penting memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang sejarah perdagangan budak. Pemahaman tentang perbudakan ini juga akan memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya bentuk-bentuk lain perbudakan di zaman modern.
Agar pemahaman tentang perbudakan ini semakin menguat, UNESCO meluncurkan “The Slave Route Project” pada tahun 1994. Proyek ini diharapkan bisa mengidentifikasi isu-isu etik, kultural, dan sosial-politik dari sejarah perbudakan yang menyakitkan. UNESCO percaya dengan mengembangkan beragam pendekatan yang dikaitkan dengan dimensi-dimensi sejarah, memorial, kreatif, edukasi, dan peninggalan masa lalu, proyek ini akan memberikan kontribusi besar dalam memperkaya pengetahuan tentang perdagangan perbudakan dan menyebarkan kultur perdamaian. UNESCO mengundang setiap elemen masyarakat, termasuk otoritas publik, masyarakat sipil, sejarawan, peneliti, dan masyarakat awam dalam rangka meningkatkan kesadaran tentang sejarah perbudakan dengan tujuan menentang segala bentuk perbudakan modern.
Perbudakan telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Upaya-upaya menghapuskannya pun telah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk yang dilakukan oleh UNESCO. Namun, hingga sekarang perbudakan masih saja terjadi dalam sistem ekonomi modern sebagai kejahatan kemanusiaan. Menurut peneliti sosial Kevin Bales yang terlibat dalam penyusunan Indeks Perbudakan Global (The Global Slavery Index – GSI), seperti dikutip Antaranews, diperkirakan 35,8 juta orang di 167 negara mengalami praktik-praktik perbudakan modern.
Apakah yang dimaksud dengan perbudakan modern? Ada banyak penafsiran tentang perbudakan modern. Sebagian mengartikan perbudakan modern sebagai praktik perbudakan sendiri dan perdagangan manusia, pekerja paksa, pekerja dipaksa bekerja untuk melunasi utang, dan perdagangan anak di bawah umur. Sementara dalam GSI, perbudakan modern berarti kondisi yang membuat seseorang memperlakukan orang lain sebagai properti miliknya. Dalam kondisi ini kemerdekaan orang yang diperlakukan sebagai budak tersebut terampas dan dieksplotasi demi kepentingan orang yang melakukan praktik perbudakan. Lebih jauh, orang yang dieksploitasi bisa seenaknya dipekerjakan dan dibuang begitu saja seperti layaknya sebuah barang.
Dalam Protokol Perdagangan Manusia PBB tahun 2000, orang-orang yang terjerat perbudakan modern dieskploitasi sebagai prostitusi, eksploitasi seksual, buruh paksa, pernikahan paksa, dan perdangan organ. Pemicu perbudakan modern adalah ledakan populasi yang mengakibatkan pasokan tenaga kerja melimpah ruah. Pemicu yang lain adalah kemiskinan yang ekstrem dan kondisi rentan seperti perang, pemerintahan yang buruk, perubahan iklim, dan bencana alam. Faktor lain yang menyuburkan perbudakan modern adalah korupsi, terutama bila polisi dan aparat hukum tidak menegakkan hukum.
Artikel terkait :
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Haiti
https://www.okecoy.com/2008/03/sejarah-hari-internasional-mengenang-korban-perbudakan-perdagangan-budak-translantik.html
https://tirto.id/wajah-perbudakan-zaman-dulu-dan-zaman-modern-csuM