Senin, 03 Juni 2019
perspektif
Lebaran sebentar lagi. Saat Lebaran tiba, ketupat selalu menjadi menu utama hidangan di Hari Raya.
Mengapa setiap kita merayakan Idul Fitri, ketupat nyaris tidak pernah absen terhidang di meja makan? Seperti apa sih sejarah dan filosofinya?
Tak banyak yang tahu, ternyata Sunan Kalijaga-lah yang pertama kali memperkenalkan ketupat kepada masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga bahkan membudayakan dua kali “bakda” (hari raya), yaitu bakda Lebaran dan bakda Kupat (ketupat).
Bakda kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. Di tanah Jawa, yang melakukan bakda Kupat, bukan saja orang Islam, melainkan juga mereka yang non-Islam. Bakda Kupat menjadi hari raya bersama orang Jawa.
Arti Kata Ketupat
Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau “kupat” kependekan dari “ngaku lepat” dan “laku papat”.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku Lepat
Tradisi sungkeman menjadi perwujudan sebuah pengakuan bahwa seseorang tidak sempurna dan kerap berbuat salah (mengakui kesalahan–ngaku lepat).
Sungkeman mengajarkan betapa pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Laku Papat yaitu melakukan empat hal yang meliputi pertama Lebaran, kedua Luberan, ketiga Leburan, dan keempat Laburan.
1. Lebaran
Artinya sudah selesai, menandakan berakhirnya waktu puasa.
2. Luberan
Meluber atau melimpah. Ini ajakan bersedekah untuk kaum miskin.
Ya, ajakan untuk berzakat fitrah.
3. Leburan
Kata ini mengandung makna sudah habis dan lebur.
Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
4. Laburan
Kata “laburan” berasal dari kata “labur”. Labur dalam bahasa Jawa, yaitu mengecat dinding dengan kapur. Puluhan, bahkan ratusan tahun lalu, sebelum ada cat dinding, orang Jawa mengecat dinding rumah mereka dengan kapur (gamping).
Kapur juga biasa digunakan sebagai medium untuk menjernihkan air.
Dengan demikian “laburan” dimaksudkan agar manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin.
FILOSOFI KUPAT-LEPET
Kupat
Mengapa kupat atau ketupat dibungkus dengan janur?
Janur, diambil dari bahasa Arab “Ja’a nur” (telah datang cahaya).
Fisik kupat yang bentuknya segi empat diibaratkan sebagai hati manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti kupat (ketupat) yang dibelah, pasti isinya putih bersih.
Ia tak ubahnya adalah hati yang tanpa iri dan dengki. Pasalnya, sang hati sudah dibungkus dengan cahaya (ja’a nur).
Lepet
Lepet = silep kang rapet. ”
Mangga dipun silep ingkang rapet” (Jawa) yang artinya “mari kita kubur/tutup yang rapat.”
Jadi setelah mengaku lepat (salah), manusia selayaknya meminta maaf dan menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.
Merayakan Lebaran dengan ketupat yang dibarengi dengan bersalaman dan saling memohon maaf hanya ada di Indonesia.
Tradisi mulia ini diciptakan dan tercipta di tanah Jawa. Khas Indonesia, bukan tradisi Arab yang dibawa ke Indonesia. Betapa indahnya tradisi dan budaya kita.