Kamis, 23 Januari 2020
berita
JAKARTA : Pemerintah diminta menata kembali penanganan stunting di Indonesia dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait sesuai kompetensinya. Harus diakui tata kelola penanganan dan pencegahan stunting masih carut marut, sehingga permasalahan kekurangan gizi tidak bisa segera teratasi.
Hal itu terungkap dalam pembicaraan Wakil Ketua MPR dari NasDem Lestari Moerdijat, Ketua Komisi IX DPR RI dari NasDem Felly Runtuwene, dan Associate Fellow The Habibie Center, Widya Thareq Habibie di ruang kerja Lestari Moerdijat Gedung MPR RI Lantai 9, Senayan Jakarta, Rabu (22/1).
Pada pertemuan itu, Widya mengatakan di lapangan ternyata prioritas yang diambil pemerintah tidak sesuai dengan kondisi kegentingan yang terjadi.
“Dengan kondisi stunting yang masih rawan seperti saat ini seharusnya intervensi gizi spesifik lah yang diutamakan dengan memberikan tambahan gizi di 1000 hari pertama usia bayi,” kata Widya menceritakan pengalaman The Habibie Center melakukan kegiatan penanganan stunting di Pandeglang, Banten.
Tetapi kenyataannya, tambahnya, di lapangan dana yang dialokasikan pemerintah sebesar 70% digunakan untuk pemberian gizi sensitif dalam bentuk bantuan jaminan sosial pada keluarga dan perbaikan lingkungan. Sisanya baru dialokasikan untuk membiayai intervensi gizi spesifik.
Padahal, jelasnya, 1000 hari pertama itu masa krusial bagi tumbuh kembang bayi. Jika saat ini kasus stunting cenderung tinggi di sejumlah daerah seharusnya intervensi dalam bentuk pemberian tambahan asupan gizi jauh lebih banyak.
Selain itu, katanya lagi, sejak UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, pengelolaan Pos Pelayanan Keluarga Berencana-Kesehatan Terpadu (Posyandu) di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Padahal, sebagian besar kegiatan Posyandu sangat berkaitan dengan aspek kesehatan, yang biasanya ditangani Kementerian Kesehatan.
Menurut dia, keterbatasan peralatan, teknis penimbangan, pencatatan perkembangan bayi yang merupakan urusan Kementerian Kesehatan, harus ditangani oleh Posyandu yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri. Belum lagi alokasi pengadaan makanan tambahan yang kurang tepat untuk bayi dengan gizi rawan.
“Dengan alokasi Rp7 triliun semestinya bisa dialokasikan untuk produk susu dan turunannya seperti yang dilakukan di sejumlah negara. Dan langkah itu efektif menekan stunting,” jelasnya.
Menanggapi itu, Ketua Komisi IX DPR RI Felly Runtuwene menegaskan, kesemrawutan penanganan stunting itu harus segera diakhiri.
“Temuan-temuan The Habibie Center itu bisa jadi bahan untuk mengambil langkah perbaikan dan strategi percepatan penanganan stunting secara nasional dan kami akan tindaklanjuti,” kata Felly.
Sedangkan Lestari Moerdijat mengatakan percepatan penanganan stunting bisa dilakukan bila ada tata kelola yang efektif antarkementerian terkait.
Karena itu, tegasnya, dalam waktu dekat harus segera diadakan pembahasan yang terarah terkait tata kelola penanganan stunting, membuat kajian akademis dan Komisi IX DPR dan Komisi II DPR RI bisa membahasnya dengan segera.(*)
Sumber: https://www.partainasdem.id/read/9557/2020/01/22/perlu-perbaikan-tata-kelola-penanganan-stunting