Rabu, 21 April 2021
forum diskusi denpasar 12, RUU PRT, RUU PKS, kartini masa kini, semangat kartini, hari kartini
Semangat Kartini harus diletakkan sebagai pondasi perjuangan agar mampu mewujudkan kesetaraan perempuan, untuk menuju bangsa Indonesia yang lebih baik.
"Esensi perjuangan untuk mewujudkan RUU PKS dan RUU PRT menjadi undang-undang sebenarnya sudah ada dalam pemikiran Kartini saat memperjuangkan emansipasi dan anti diskriminasi di masa lalu," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema UU Penghapusan Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Keberpihakan pada Hak Perempuan Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/4).
Pada diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu menghadirkan Dr. Suyoto, M.Si (Ketua DPP Partai NasDem, Koordbid Kebijakan Publik dan Isu Strategis),
Mariana Amiruddin (Wakil Ketua Komnas Perempuan Periode 2020 – 2024), Valentina Sagala (Pendiri Institut Perempuan) dan Ruth Indiah Rahayu (Program Manager Inkrispena) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Irma Suryani Chaniago (Politisi Perempuan Partai NasDem) Dr. Lucky Endrawati, S.H.,M.H (Ahli Hukum Pidana, Dosen Fak Hukum Universitas Brawijaya) dan Usman Kansong (Ketua Dewan Redaksi Media Group) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, perjuangan tanpa henti mendorong Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) untuk menjadi undang-undang juga terinspirasi dari perjuangan Kartini.
Dalam salah satu kutipannya, ungkap Rerie, sapaan akrab Lestari, Kartini menyatakan "Kita hanya bisa mengubah diri kita apabila diri kita sendiri yang bergerak."
Perjuangan mewujudkan anti diskriminasi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, merupakan bagian dari perjuangan Kartini memerdekakan dirinya dari tekanan budaya di lingkungan masyarakat pada masa lalu.
Meski begitu, ungkap anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, pekerjaan rumah yang harus dihadapi perempuan hingga kini masih saja belum tuntas seperti isu kesetaraan gender, kekerasan seksual dan ancaman terhadap harkat martabat perempuan.
Rerie berharap sejumlah masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah dan dihadapi perempuan itu bisa segera dituntaskan lewat sebuah gerakan dan kepedulian dari semua pihak.
Tujuannya, tegas Rerie, untuk mewujudkan kebebasan dan menciptakan rasa aman bagi setiap warga negara, termasuk perempuan, sebagaimana diamanatkan konstitusi.
Ketua DPP Partai NasDem, Koordinator bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis, Suyoto mengungkapkan, memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual itu bukan hanya untuk mewujudkan hadirnya Undang-undang PKS.
"Perjuangan untuk menghapuskan kekerasan seksual adalah salah satu cara untuk mengingatkan bahwa perempuan bukan konco wingking, tetapi teman yang setara. Ini perjuangan perempuan untuk kemajuan bangsanya," ujar Suyoto.
Sikap Partai NasDem, ujar Suyoto, mendesak segera disahkannya RUU PKS dan RUU PRT menjadi undang-undang.
Karena KUHP yang ada saat ini dinilai hanya fokus kepada pelaku kekerasan seksual saja dan mengabaikan nasib korbannya. Substansi yang harus diperjuangkan dalam kasus kekerasan seksual adalah perlindungan korban.
"Negara harus hadir dalam melindungi warganya dari ancaman kekerasan seksual," ujarnya.
Selain itu, jelas Suyoto, Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan bagian penting dari aktualisasi semangat Kartini di era saat ini.
Untuk mendorong kesetaraan, ujarnya, Partai NasDem juga mendorong pemberian pendidikan politik untuk meningkatkan kesadaran perempuan di bidang politik.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengungkapkan, catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, setidaknya terdapat 2.148 kasus yang dialami oleh PRT dengan beragam bentuk antara lain kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi. Tak jarang, tegasnya, PRT mengalami kekerasan berlapis yang berujung kematian.
Pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala berpendapat, dalam kasus kekerasan seksual jumlah korban seharusnya tidak menjadi ukuran untuk bertindak. Pengalaman korban kekerasan seksual, jelas Valentina, seharusnya merupakan bagian yang penting dalam konteks penegakan hak azasi manusia (HAM).
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat mengungkapkan kekhawatirannya RUU PKS dan RUU PRT akan mangkrak lagi di DPR.
Alasannya, dua RUU inisiatif DPR sudah mangkrak bertahun-tahun. "Bila mangkrak lagi tidakkah itu menghina anggota DPR sendiri yang terdiri dari orang-orang yang terdidik," ujar Saur.*