Senin, 24 Januari 2022
kasus kekerasan seksual, undang undang, perlindungan, Manado, RUU TPKS, tindak pidana kekerasan seksual, kekerasan seksual, anti kekerasan seksual
Aparat penegak hukum dan masyarakat diminta responsif menyikapi kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat. Jangan sampai korban kekerasan seksual tidak tertangani dengan baik.
"Terkait kecepatan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual memang sangat tergantung pada kombinasi kecepatan pihak keluarga dan korban untuk melaporkan dan kecepatan aparat penegak hukum dalam memproses laporan tindak kekerasan seksual itu," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/1) menyikapi sejumlah kasus kekerasan seksual yang kerap terlambat ditangani.
Kasus tindak kekerasan seksual yang dialami seorang bocah 10 tahun di Manado, Sulawesi Utara, ujar Lestari, sangat memprihatinkan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media setempat, diperkirakan peristiwa kekerasan seksual di Manado itu terjadi pada 7 Desember 2021 dan pada 28 Desember 2021 orang tua korban melapor ke pihak kepolisian setelah kasus tersebut viral di media sosial. Saat ini kasus tersebut sedang ditangani kepolisian setempat.
Kecepatan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, sangat mempengaruhi akurasi hasil penyidikan.
Diakui Rerie, untuk mendorong kecepatan penanganan kasus kekerasan seksual harus didekati lewat dua sisi. Dari sisi korban dan keluarganya, tambah dia, segera melaporkan kasus itu dan dari sisi penegak hukum harus segera merespon laporan korban tersebut.
Namun, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, langkah korban dan keluarganya untuk melapor kerap terhalang sikap ragu dan takut pelaporan itu malah berdampak negatif terhadap keluarga mereka.
Pada posisi ini, Rerie mendesak, para pemangku kepentingan untuk segera melakukan sosialisasi masif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pentingnya kecepatan pelaporan dan kepastian hukum yang akan dijalani dalam proses kasus tindak pidana kekerasan seksual.
Di sisi lain, tambah Rerie, pihak aparat hukum yang menerima laporan tersebut harus merespon dengan upaya perlindungan korban dan segera memproses kasus-kasus tindak kekerasan seksual hingga tuntas.
Karena kasus tindak kekerasan seksual, menurut Rerie, bukanlah sekadar tindak kriminal biasa, tetapi sudah masuk pada kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak-hak dasar manusia.
Rerie mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberi perhatian serius terhadap berbagai upaya untuk mengatasi dan menekan terjadinya kasus-kasus tindak kekerasan seksual di tanah air.
Bagi para wakil rakyat, ujarnya, upaya perhatian serius itu bisa direalisasikan lewat percepatan proses legislasi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) agar segera menjadi undang-undang untuk mewujudkan perlindungan dan kepastian hukum dalam sejumlah kasus kekerasan seksual di tanah air. *