Berita

Tingkatkan Literasi Kebencanaan Masyarakat Antisipasi Ancaman Bencana Alam di Tanah Air

 

Upaya peningkatan kewaspadaan terhadap bencana alam harus mengedepankan peningkatan pemahaman masyarakat terkait cara menyikapi sejumlah ancaman bencana di lingkungannya. 

"Potensi bencana di kawasan pemukiman dan bagaimana cara menghindari terjadinya korban jiwa harus benar-benar dipahami oleh masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/11). 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa cuaca ekstrem di musim hujan 2022 akan terjadi hingga April tahun 2023 mendatang di Indonesia. 

Selain itu sejumlah perkiraan ancaman gempa bumi di sejumlah daerah pun dikemukakan sejumlah peneliti. Belum lagi peningkatan aktivitas sejumlah gunung berapi di tanah air yang terjadi beberapa bulan terakhir. 

Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama periode 1 Januari–18 Oktober 2022 telah terjadi 2.860 peristiwa bencana alam di Indonesia, dengan jumlah korban yang terdampak 3.593.497 orang. Sebanyak 3.592.471 orang atau 99,97% dari total korban terdampak kini berstatus menderita dan mengungsi. 

Menurut Lestari, berbagai ancaman bencana alam itu harus benar-benar dipahami oleh masyarakat, terutama yang bertempat tinggal di kawasan yang rawan bencana. 

Setiap daerah, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, seyogianya sudah memetakan zona-zona rawan bencana di wilayahnya. Sehingga, tambahnya, tata ruang daerah itu harus segera disesuaikan dengan hasil pemetaan tersebut. 

Literasi tentang kebencanaan dan bagaimana menyikapinya, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus menjadi pemahaman masyarakat di kawasan rawan bencana. 

Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, bila masyarakat terpaksa bermukim di kawasan rawan bencana sejumlah upaya adaptasi bisa segera diwujudkan, untuk menghindari munculnya korban bila bencana terjadi. 

Menurut Rerie, mengedepankan sejumlah kearifan lokal yang berkembang secara turun temurun dalam upaya mencegah dan menyikapi bencana alam di sejumlah daerah merupakan pilihan yang bijak. 

Sejumlah langkah evaluasi pasca-terjadinya bencana alam, ujarnya, harus benar-benar direalisasikan dengan berbagai upaya strategis agar kerugian dan terjadinya korban tidak terulang kembali. 

Jadi, tegas Rerie, selain peningkatan literasi masyarakat terkait kebencanaan, upaya relokasi pemukiman masyarakat dari kawasan rawan bencana dan berbagai upaya adaptasi lewat perbaikan infrastruktur yang ada, merupakan langkah strategis yang bisa dilakukan. 

Rerie sangat berharap para pemangku kepentingan dan masyarakat memahami bahwa kita hidup di negeri yang rawan bencana alam, sehingga berbagai kebijakan yang dibuat seharusnya mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut.*