Berita

Sistem Proporsional Tertutup dalam Pemilu Langkah Mundur Pelaksanaan Demokrasi

 

Penerapan sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) merupakan langkah mundur dari cita-cita bangsa Indonesia, yang meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan seutuhnya di negeri ini. 

"Dalam sistem proporsional tertutup pilihan rakyat dijadikan legitimasi oleh partai politik untuk menentukan siapa yang mewakili rakyat. Bagi rakyat sistem ini ibarat membeli kucing dalam karung, karena pilihan rakyat belum tentu menjadi wakil rakyat di legislatif," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Tengah Partai NasDem, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/12), menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari yang mengungkapkan ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup. 

Saat ini sekelompok orang yang mengaku mewakili sejumlah partai politik sedang melakukan uji materi UU No 7 tahun 2015 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), salah satu yang dimohonkan adalah agar pelaksanaan Pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Sebelumnya, Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Sumatera 2 (Sumbar, Kepri, Riau, Bengkulu) DPP Partai NasDem, Willy Aditya mengkonfirmasi bahwa salah satu pemohon uji materi bernama Yuwono Pintadi yang mengaku sebagai kader Partai NasDem, saat ini bukan kader NasDem lagi. Karena keanggotaannya berakhir sejak 2019.

Dengan begitu, menurut Willy gugatan yang diajukan Yuwono ke MK bersifat pribadi dan yang bersangkutan tidak berhak mencatut nama Partai NasDem. 

Menurut Lestari, sistem poporsional tertutup akan berdampak melemahkan hak rakyat dalam partisipasi dan aspirasi politik, karena telah menghilangkan hubungan rakyat dan wakilnya di parlemen. 

Rerie, sapaan akrab Lestari menilai, sistem tersebut akan melahirkan sistem demokrasi yang elitis, karena elite partai politik mendapat kewenangan yang besar dalam menentukan siapa yang berhak menjadi wakil rakyat di legislatif. 

Kondisi tersebut, jelas Rerie yang juga menjabat Wakil Ketua MPR RI itu, bahkan berpotensi memicu praktik money politics di tubuh partai politik. 

Pada kesempatan itu Rerie mengungkapkan penolakannya, bila sistem proporsional tertutup diberlakukan dalam Pemilu 2024 mendatang. 

Karena, tegasnya, penerapan sistem proporsional tertutup berpotensi menciptakan apatisme dan apolitis bahkan skeptis bagi rakyat karena haknya untuk mendapat kepastian aspirasinya tersalurkan lewat wakil yang dipilihnya, berpotensi hilang. 

Padahal, tegas Rerie, sejatinya dalam negara demokrasi  partisipasi politik rakyat dalam menentukan wakilnya harus dijunjung tinggi. "Karena jika partisipasi rakyat terabaikan akan melemahkan demokrasi itu sendiri," pungkas Rerie.*