Minggu, 08 Oktober 2023
jurusan baru perguruan tinggi, pembangunan nasional, sumber daya manusa, Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan, perguruan tinggi, arkeologi, program studi
Pembukaan jurusan baru pada suatu lembaga pendidikan harus direncanakan secara matang dengan tetap mengedepankan terwujudnya link and match dengan dunia kerja.
"Saya berharap dalam membuka jurusan baru di suatu perguruan tinggi, harus berdasarkan kajian yang matang sehingga lulusan yang dihasilkan benar-benar dapat mengamalkan ilmunya di dunia kerja yang tersedia, sesuai dengan bidang yang dipelajarinya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moetdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/10).
Berita Terkait - Pembukaan Program Studi Baru Harus Berdasarkan Pertimbangan yang Matang
Pada acara "Commemoration of the 20th Anniversary of the Discovery of Homo florensiensis" yang digelar di Jakarta, pekan lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia membuka program studi arkeologi.
Jumlah PTN yang menghasilkan arkeolog dinilai masih sedikit. Saat ini di Indonesia tercatat enam PTN yang sudah memiliki jurusan arkeologi adalah Universitas Jambi, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, Universitas Hasanudin, Universitas Indonesia, dan Universitas Haluoleo.
Catatan Panitya Penerimaan Mahasiswa Baru 2023 tahun ini daya tampung total jurusan arkeologi di keenam PTN tersebut adalah 284 orang dengan kecenderungan minat yang rendah dari para calon mahasiswa.
Menurut Lestari, pembukaan jurusan baru di perguruan tinggi harus benar-benar dipertimbangkan secara matang. Sejumlah catatan terkait dorongan pembukaan jurusan arkeologi di sejumlah PTN, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, juga harus menjadi pertimbangan. Antara lain, apakah arkeolog lulusan enam perguruan tinggi yang ada saat ini sudah dimanfaatkan secara maksimal dalam setiap program pemerintah dan berbagai kegiatan riset terkait dengan arkeologi.
Rerie yang merupakan alumnus Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia di awal 90-an itu mengungkapkan ketika itu daya serap lulusan arkeologi di bidangnya sudah terbilang rendah.
Padahal, ujar dia, idealnya kebutuhan tenaga arkeolog sangat banyak, sebagai bagian dari tim pelestarian cagar budaya yang tersebar di nusantara. Namun, tegas Rerie, upaya untuk memenuhi kebutuhan itu tidak dilakukan. Akibatnya, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, lulusan arkeologi hingga saat ini tidak sepenuhnya berkiprah di bidang yang dipelajarinya di kampus.
Baca Juga - Arkeologi Dianggap Penting dalam Bangkitkan Nilai Kebangsaan
Berdasarkan kondisi itu, menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, upaya meningkatkan minat generasi muda terhadap arkeologi harus konsisten dilakukan dengan berbagai cara, sebelum pembukaan jurusan arkeologi digencarkan di berbagai kampus.
Upaya tersebut, ujar Rerie, juga harus diimbangi dengan penciptaan atau ketersediaan lapangan kerja yang dapat menampung para arkeolog lulusan sejumlah PTN tersebut.
Pada intinya, tegas Rerie, upaya untuk membangun sistem pendidikan yang mengedepankan konsep link and match dengan dunia kerja harus terus diupayakan, dalam rangka membangun sumber daya manusia nasional yang produktif di tengah upaya peningkatan kinerja pembangunan nasional yang berkelanjutan.*