Rabu, 24 April 2024
perekonomian nasional, iran, israel, timur tengah, geopolitik, konflik global
Perlu langkah antisipasi dampak berkelanjutan konflik global melalui berbagai kebijakan sebagai bagian upaya meningkatkan daya tahan perekonomian nasional.
"Konflik Israel – Iran dapat berdampak pada sektor energi nasional dan menimbulkan potensi risiko terhadap pasar komoditas global. Sejumlah kebijakan antisipatif harus dipersiapkan untuk meredam dampak itu terhadap kinerja perekonomian nasional," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Setelah Iran Menyerang Israel: Dampak Geopolitik dan Ekonomi, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/4).
Baca Juga - Perang Hamas-Israel Merugikan Kedua Pihak dan Ganggu Perkembangan Dunia
Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Abdul Kadir Jailani (Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri RI), Jaleswari Pramodhawardani (Pengamat Militer), Broto Wardoyo, Ph.D (Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia), dan Esther Sri Astuti (Direktur Eksekutif INDEF/Institute for Development of Economics and Finance) sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Muhammad Farhan (Anggota Komisi I DPR RI) sebagai penangggap.
Menurut Lestari, meskipun dampak langsung dari konflik global terhadap pasar komoditas relatif tidak terlalu besar, ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung dan respons kebijakan setiap negara akan terus mempengaruhi sentimen investor dan mendorong fluktuasi pasar.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, kita harus mengakui bahwa kondisi ekonomi nasional terkini tidak dalam kondisi ideal, sehingga membutuhkan kebijakan antisipatif menyikapi eskalasi konflik global. Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah mendorong agar langkah diplomasi politik dan ekonomi segera dilakukan dalam upaya meredakan konflik yang terjadi.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu sangat berharap semua pihak dapat mengambil langkah yang tepat dalam mengantisipasi dampak gejolak dan tantangan global, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur di masa datang.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani mengungkapkan ketegangan antara Iran dan Israel merupakan situasi yang sangat bahaya, karena rawan terjadi salah perhitungan yang berpotensi timbulkan perang di kawasan Timur Tengah. Di dalam dunia yang sangat terkait, ujar Abdul Kadir, konflik di Timur Tengah itu berpotensi berdampak pada ekonomi nasional. Karena, tambah dia, kemungkinan yang akan terjadi adalah terjadinya disrupsi pada perairan dunia di Laut Merah yang akan mengganggu rantai pasok perdagangan global.
Pada konflik Ukraina-Rusia saja yang relatif jauh dari Indonesia, tegas Abdul Kadir, berdampak besar pada perekonomian nasional. Abdul Kadir berpendapat, kemungkinan yang akan terjadi dalam konflik Iran-Israel adalah aksi blokade Selat Hormuz yang merupakan hub dari perdagangan minyak dunia. Sehingga, jelas dia, bila terjadi perang kawasan akan berdampak pada meningkatnya harga minyak dunia.
Berita Terkait - Lestari Moerdijat: Indonesia Mesti Terdepan Mendorong Perdamaian Rusia-Ukraina
Bila harga minyak dunia meningkat drastis, tegas Abdul Kadir, potensi gangguan ekonomi akan berdampak pada kenaikan harga BBM di dalam negeri, kenaikan harga komoditas, ekspor ke Timur Tengah dan Eropa berpotensi terganggu dan melemahnya nilai tukar rupiah. Meski semua kemungkinan di atas belum terjadi, Abdul Kadir menegaskan, Indonesia harus mempersiapkan skenario terburuk untuk menghadapi atau menjawab berbagai tantangan tersebut. Abdul Kadir mengungkapkan, Indonesia juga konsisten mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera bereaksi mengakhiri pendudukan Israel di Palestina dalam upaya menekan ketegangan di Timur Tengah.
Pengamat Militer, Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan, kondisi dunia semakin dipenuhi dengan ketidakpastian. Instabilitas politik dan volatilitas ekonomi, tambah Jaleswari, menjadi faktor pendorong situasi yang memburuk. Menurut dia, dalam satu dekade terakhir terjadi penguatan intensitas konflik global di berbagai wilayah mulai dari Eropa hingga Timur Tengah.
Di tengah konflik global yang terjadi saat ini, ujar Jaleswari, Indonesia dinilai masih memiliki risiko menengah-rendah. Meski begitu, tambah dia, konflik global harus segera diantisipasi. Dia berpendapat, perang kawasan akan terjadi bila negara-negara Arab mulai terlibat mendukung Iran atau Israel. Keterlibatan Arab Saudi dalam perang Iran-Israel diakui Jaleswari akan menegaskan terjadinya perang di kawasan.
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, Ph.D mengungkapkan hubungan antara Iran dan Israel sejak 1975 hingga 2024 tidak pernah ada fase tenang. Broto menegaskan, konflik yang terjadi antara Iran-Israel tidak terlepas dari pendudukan Israel di Palestina.
Dalam konflik dengan Iran, ujar Broto, Israel menjalankan sejumlah operasi intelejen yang menyasar para Jenderal pengambil keputusan di Iran, serta kelompok-kelompok proxy Iran. Langkah Israel itu, jelas Broto, dijawab oleh Iran dengan operasi militer terbatas melalui serangan terhadap pusat militer Israel dan Amerika Serikat.
Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti mengungkapkan kondisi perekonomian Indonesia tidak terlepas dari global shock di sektor politik dan keamanan. Menurut Esther, konflik yang melibatkan sejumlah negara Timur Tengah, yang merupakan produsen minyak dunia, tentu saja berpotensi mengganggu pasokan. Apalagi, tambah dia, negara-negara di Timur Tengah memproduksi 13 juta barel per hari. Esther sangat berharap konflik Iran-Israel tidak meluas dan hanya limited war, agar tidak berdampak luas bagi Indonesia.
Berita Lainnya - Ekonomi Indonesia Diyakini Kuat Hadapi Tantangan Global
Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan berpendapat, konflik di Timur Tengah adalah konflik geopolitik yang menggunakan motivasi agama. Pendudukan Israel di Palestina, ujar Farhan, salah satu tujuannya adalah untuk memberi ruang lebih luas bagi kelompok Yahudi. Aksi tersebut, jelas Farhan, mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok Islam di Timur Tengah yang belum bersatu.
Dalam upaya mencegah dampak konflik di Timur Tengah meluas ke perekonomian nasional, Farhan berharap, pemerintahan yang baru pada tahun pertamanya harus segera merealisasikan janjinya untuk memberikan bantuan sosial, bantuan langsung tunai (BLT) dan program makan siang gratis. Setidaknya, jelas Farhan, langkah tersebut dapat menekan biaya konsumsi masyarakat. Selain itu, Farhan juga berharap, pemerintahan baru konsisten merealisasikan peningkatan investasi dengan tetap mengedepankan hak-hak masyarakat adat.*