Berita

Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat Harus Jadi Prioritas

 

Peningkatan literasi dan inklusi keuangan masyarakat harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

"Belakangan ini banyak sekali pemberitaan terkait masalah keuangan yang dialami masyarakat, yang kalau ditelisik disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang keuangan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/1). 

Berita Terkait - Pemerintah Didorong Buat Gebrakan Pecut Literasi-Inklusi Keuangan Masyarakat

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Friderica Widyasari Dewi (Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan/OJK), Sekar Utami Setiastuti, S.E., M.Sc., Ph.D. (Dosen Ekonomi Universitas Gadjah Mada), Romlawati (Co Director Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga/PEKKA), dan Benaya Ryamizard Harobu (Koperasi Indonesia Baru), sebagai narasumber. 

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2024 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Pusat Statistik, tambah Lestari, menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43% dan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia itu relatif rendah. 

Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, literasi keuangan adalah keterampilan penting untuk memberdayakan masyarakat. Sehingga, jelas Rerie, perlu sebuah gerakan agar bisa meningkatkan capaian literasi keuangan masyarakat yang lebih tinggi lagi. Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, berpendapat, perluasan literasi  keuangan masyarakat antara lain dapat dilakukan melalui program digital, pengembangan infrastruktur keuangan, serta kolaborasi antara pemerintah dan lembaga keuangan. 

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar pemahaman dan akses masyarakat terhadap layanan keuangan yang lebih inklusif harus diperluas demi peningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. 

Berita Lainnya - Target Digitalisasi UMKM Harus Diimbangi Literasi Keuangan

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi berpendapat, literasi keuangan merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi ini. Friderica menegaskan literasi adalah kunci bagi masyarakat dalam pengelolaan keuangan. "Literasi tidak hanya membuat orang memahami, lebih dari itu harus mampu mengelola keuangan yang akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya. 

Saat ini, ungkap Friderica, OJK juga mendapat mandat baru terkait perdagangan derivatif dan crypto, yang menuntut pemahaman yang baik oleh masyarakat agar tidak terpapar penipuan keuangan. Dia mengungkapkan, pihaknya mencatat dalam rentang 2022-2023 kerugian masyarakat akibat penipuan keuangan scam dan fraud mencapai Rp2,5 triliun. 

Dosen Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Sekar Utami Setiastuti berpendapat, peningkatan literasi keuangan masyarakat penting untuk dilakukan sehingga perlu upaya pengintegrasian dengan layanan pendidikan umum. Rendahnya literasi keuangan masyarakat, jelas Sekar, sangat terkait dengan kondisi kehidupan keseharian masyarakat seperti di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan tingkat pendidikan rendah. Diakui Sekar, upaya peningkatan literasi keuangan yang dilakukan OJK, seperti pemberdayaan UMKM dan ibu-ibu rumah tangga, melalui pembukaan akses keuangan sudah tepat. Menurut dia, literasi keuangan masyarakat yang rendah berpotensi membebani pemerintah di masa depan. "Bila bonus demografi kita hilang akan menyebabkan peningkatan beban sosial yang harus diatasi pemerintah," tegasnya. 

Co Director PEKKA, Romlawati berdasarkan data BPS 2019 tercatat jumlah perempuan kepala keluarga 15,46% dari populasi di Indonesia. Menurut Romlawati, perempuan kepala keluarga yang dikoordinirnya berada pada kelompok masyarakat miskin. Karena, ujar dia, 16% anggota PEKKA tidak tamat SD, 13% tidak pernah sekolah, dan 16% tidak bisa membaca. Dua upaya yang dilakukan PEKKA, jelas Romlawati,  bagaimana kesadaran literasi keuangan dibangun pada komunitas masyarakat dan membangun koperasi untuk menyediakan akses keuangan bagi ibu-ibu anggota PEKKA, sehingga mampu berusaha. 

Post Production Manager Koperasi Indonesia Baru, Benaya Ryamizard Harobu mengungkapkan, Koperasi Indonesia Baru dibangun dengan menghimpun pendanaan dari para generasi muda. Aktivitasnya pun, jelas Benaya, sangat terkait dengan kegiatan para pemuda. Seperti antara lain, tambah dia, platform online untuk bioskop online yang memutar film bioskop dengan tarif suka rela. Sehingga, ujar Benaya, bioskop warga, layar tancap dan jasa pembuatan film menjadi salah satu kegiatan produksi dari koperasi yang dikelola anak muda. Keterlibatan anak muda dalam pengelolaan koperasi, tambah dia, sekaligus dapat meningkatkan literasi keuangan bagi generasi muda. 

Baca Juga - Lestari Moerdijat: Literasi Keuangan Rendah Mudahkan Masyarakat Terjerat Pinjol, Harus Segera Diatasi

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat melek keuangan intinya adalah bagaimana kita mampu mengelola keuangan dengan baik. Semakin banyak jumlah warga yang melek literasi keuangan, jelas Saur, akan membantu pertumbuhan ekonomi negaranya. Masyarakat Jepang, ungkap Saur, sejatinya memiliki kebiasaan menabung yang baik. Namun, karena populasi warga Jepang didominasi warga berusia di atas 65 tahun, tingkat jumlah tabungannya pun relatif rendah. Menurut Saur, bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia akan menjadi bumerang, bila warganya tidak memiliki budaya menabung dengan literasi keuangan yang memadai.*