JAKARTA: Kasus meninggalnya salah seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud) di Bali yang diduga menjadi korban perundungan, baru-baru ini, hendaknya menjadi pengingat penting bagi dunia pendidikan untuk lebih serius menciptakan lingkungan kampus yang aman dan berkeadaban.
Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Lestari Moerdijat, mendesak pihak Unud megusut tuntas dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku perundungan yang diduga menyebabkan meninggalnya mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Timothy Anugrah Saputra, 22.
Lestari Moerdijat: Jangan Biarkan Budaya Kekerasan Tumbuh di Lembaga Pendidikan
Timothy yang diduga terjatuh dari lantai empat gedung kampusnya pada Jumat (18/10) pagi, ditemukan dalam kondisi kritis di area parkir belakang gedung FISIP. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong beberapa jam kemudian.
“Perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat tumbuhnya nalar, empati, dan semangat kebangsaan, bukan justru menjadi ruang yang menumbuhkan tindak kekerasan,” tegas Rerie, sapaan Lestari Moerdijat, melalui keterangan tertulis, Kamis (23/10).
Ia menilai pemberian sanksi tegas merupakan langkah penting untuk menegakkan keadilan bagi korban sekaligus memberi efek jera terhadap pelaku. “Kampus tidak boleh ragu menindak siapa pun yang terbukti melakukan perundungan. Ini demi menjaga martabat dunia pendidikan tinggi di Tanah Air,” tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Kasus meninggalnya mahasiswa Unud yang diduga menjadi korban perundungan oleh rekan-rekannya, menimbulkan keprihatinan mendalam. Apalagi, korban diketahui masih dirundung dalam grup percakapan mahasiswa sebelum ditemukan dalam keadan kritis.
Rerie menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses investigasi yang tengah dilakukan oleh pihak kampus. Ia mengingatkan bahwa pencegahan kekerasan di perguruan tinggi telah memiliki payung hukum jelas melalui Permendikbudristek No. 55/2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Peraturan yang menggantikan Permendikbudristek No. 30/2021 tersebut, memperluas cakupan definisi kekerasan, tidak hanya kekerasan seksual tetapi juga kekerasan fisik, psikis, perundungan, dan diskriminasi. “Peraturan sudah ada, sekarang tinggal komitmen dan tindakan nyata. Jangan biarkan budaya kekerasan dan perundungan tumbuh di lembaga yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa,” tegasnya lagi.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menyampaikan bahwa Rektorat Universitas Udayana telah membentuk tim investigasi khusus untuk mengungkap penyebab pasti peristiwa tersebut serta memberi pendampingan bagi keluarga korban.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara), mendukung langkah tersebut dan berharap penanganan kasus berjalan transparan, cepat, dan berpihak kepada korban.
Lestari Moerdijat: Cegah Budaya Kekerasan Tumbuh di Tengah Masyarakat
“Tragedi ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh kampus di Indonesia. Dunia pendidikan tinggi tidak boleh menoleransi kekerasan dalam bentuk apa pun. Kampus adalah benteng moral bangsa, tempat mencetak insan berilmu dan berkarakter, bukan tempat bagi para pelaku kekerasan,” pungkasnya. (*)