Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, adalah negara besar yang didukung oleh sejumlah keunggulan, mulai dari keunggulan geografis (Sumber Kekayaan Alam), keunggulan demografis (Sumber Daya Manusia), keunggulan sosial budaya sampai dengan keunggulan ideologis.
Kemajemukan sosial budaya yang dikristalisasikan dalam bentuk nilai filsafat hidup bangsa (filsafat Pancasila) adalah merupakan jati diri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional, serta diikat dalam satu ikatan Bhinneka Tunggal Ika dan rasa cinta tanah air bangsa dan negara.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia dilandasi oleh nilai ideologi Pancasila, yang juga memiliki nilai keunggulan. Rumusan sila-sila Pancasila tersebut dituangkan dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945
Ideologi berasal dari bahasa Yunani, eidos dan logos. Eidos artinya melihat, memandang, pikiran, idea atau cita-cita. Sedangkan logos, logia artinya ilmu. Secara sederhana ideologi diartikan sebagai: apa yang dipikirkan, diinginkan atau dicita-citakan. Pada umumnya yang dimaksud dengan ideologi adalah seperangkat cita-cita, gagasan-gagasan yang merupakan keyakinan, tersusun secara sistematis, disertai petunjuk cara-cara mewujudkan cita-cita tersebut.
Ideologi adalah suatu gagasan yang berdasarkan suatu idea-idea tertentu. Ideologi merupakan pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Ideologi memuat orientasi pada tindakan, namun persepsi yang menyertai orientasi, pedoman, dan komitmen memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan warna pada sikap serta tingkah laku saat melakukan tindakan, kegiatan ataupun perbuatan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu.
Pancasila sebagaimana ideologi manapun di dunia ini, adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak ada satupun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat mengembangkan dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi. Dalam hal ini, setiap warga negara Indonesia yang mencintai negara dan bangsa ini berhak ikut dalam proses merevitalisasi Ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini kita wajib bersyukur karena Pancasila adalah ideologi terbuka, sehingga Pancasila diharapkan selalu tetap komunikatif dengan perkembangan masyarakat yang dinamis.
Pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka ialah, bahwa nilai-nilai dasar Pancasila, intisari yang dikandung ideologi Pancasila tetap kita pegang teguh dan tidak boleh berubah. Keterbukaan itu menyangkut penjabaran pelaksanaannya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam setiap kurun waktu.Sebagai ideologi terbuka, Pancasila diharapkan selalu tetap komunika-tif dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus memantapkan keyakinan masyarakat terhadapnya. Oleh karena itu ideologi Pancasila harus di budayakan dan di amalkan, sehingga akan menjiwai serta memberi arah proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Pancasila harus melahirkan kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan politik hukum atau kebijakan negara lainnya yaitu: (1) kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan bangsa baik secara ideologi maupun secara teritori, (2) kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum) sekaligus, (3) kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, (4) kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip toleransi beragama yang berkeadaban.
Sebenarnya secara eksplisit Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan: ”Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara”.Namun tidak dapat dipungkiri dalam kenyataannya masih banyak peraturan perundang-undangan yang tidak bersumber dan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, yang tentunya hal ini sangat memprihatinkan dan harus segera diakhiri.
Selain itu, dalam UUD 1945 naskah asli pengaturan mengenai bentuk negara terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Bentuk Negara Kesatuan adalah bentuk negara yang terdiri dari satu negara saja betapapun besar maupun kecil, dan ke dalam maupun ke luar merupakan kesatuan. Bila suatu negara tidak terjadi karena adanya beberapa negara yang bergabung dan oleh karenanya kedaulatan negara secara utuh dan bulat ada pada tangan pusat, maka bentuk negara ini disebut negara kesatuan.
Adapun ciri-ciri Negara Kesatuan antara lain adalah: Pertama, Mewujudkan kebulatan tunggal, mewujudkan kesatuan unity, negara tunggal yang monosentris (berpusat satu). Dalam negara kesatuan tidak ada negara dalam negara, dan tidak terdiri dari daerah-daerah yang berstatus negara bagian; Kedua, Hanya mempunyai satu negara serta hanya mempunyai satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif bagi seluruh daerah negara. Wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.
Ketiga, Hanya ada satu pusat kekuasaan yang memutar seluruh mesin pemerintahan dari pusat sampai ke pelosok-pelosok, hingga segala sesuatunya dapat diatur secara sentral, seragam dan senyawa dalam keseluruhannya. Daerah tidak mempunyai hak untuk mengurus sendiri daerahnya. Apabila segala sesuatu diatur oleh pemerintah pusat, maka negara kesatuan seperti ini disebut negara kesatuan dengan sistem sentralisasi;
Keempat, Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi. Pengaturan oleh pusat kepada seluruh daerah tersebut lebih bersifat koordinasi saja namun tidak dalam pengertian bahwa segala-galanya diatur dan diperintahkan oleh pusat. Daerah diberi kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Negara kesatuan yang seperti ini disebut negara kesatuan dengan sistem desentralisasi.
Namun dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Substansi pasal ini dapat memunculkan pemahaman, bahwa dengan dibaginya NKRI atas daerah-daerah provinsi dan kabupaten serta kota, maka daerah yang dimaksud dapat disamakan setingkat dengan negara bagian pada negara federal
Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 perubahan yang isinya: ”Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat”, berarti pasal tersebut mempunyai pengertian, bahwa otonomi yang seluasluasnya kecuali urusan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat, juga mengandung konsekuensi pengertian kearah pengaturan yang bersifat federalistis. Asumsi dasarnya adalah bahwa kekuasaan asal atau sisa (residual power) justru berada di daerah, kecuali jika undang-undang menentukan lain. Prinsip kekuasaan asal yang berada di daerah (negara bagian) ini adalah prinsip yang biasa dikenal dalam lingkungan negara-negara yang menganut federalisme
Dengan demikian nampak adanya tarik-menarik antara bentuk negara kesatuan yang menurut Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”, sedangkan menurut Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945 menunjukkan karakter negara federal.Oleh karena itulah banyak muncul perdebatan tentang perlu tidaknya diadakan perubahan lagi terhadap UUD 1945 hasil perubahan
Khusus berkaitan dengan bentuk Negara Kesatuan sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan, dikategorikan sebagai bukan objek perubahan yang diatur dalam mekanisme perubahan sesuai dengan Pasal 37 UUD 1945 .Dalam Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 dinyatakan: “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan perubahan”. Dengan demikian jelas bahwa pasal ini mengandung komitmen dan tekad bahwa Negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945, akan tetap berbentuk Negara Kesatuan selamanya. Artinya apabila bangsa Indonesia taat pada hukum konstitusi maka tidak akan terjadi perubahan terhadap bentuk Negara Kesatuan
Dalam pembukaan ke empat undang-undang dasar atau konstitusi tersebut, semuanya mencantumkan rumusan sila-sila yang kemudian dikenal dengan rumusan Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, dalam rangka mempertahankan NKRI tidak ada pilihan lain kecuali mengembangkan nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa dapat dijabarkan sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.