Pustaka Lestari

Memahami Waktu

Minggu, 12 Januari 2020

Waktu adalah serangkaian saat ketika proses suatu kejadian, perubahan atau keadaan saat berlangsung suatu benda, lamanya saat tertentu untuk melakukan sesuatu, sebuah kesempatan, tempo, peluang, ketika saat, keadaan hari dan saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia

Kamus Kontemporer Arab-Indonesia menjelaskan waktu adalah masa atau zaman. Menurut ilmu fisika waktu adalah dimensi yang memungkinkan dibedakannya dua peristiwa identik namun berlainan yang berlangsung pada titik yang sama dalam ruang (space time). Selang antara dua peristiwa tersebut membentuk pengukuran dasar pengukuran waktu.

Mengenai tujuan umum, waktu sesuai putaran Bumi pada sumbunya memberikan satuan jam (day) dan peredaran Bumi mengelilingi Matahari (year) memberikan satuan kalender. Sedangkan tujuan ilmiah, waktu didefinisikan dalam istilah frekuensi adalah suatu radiasi elektromagnetik tertentu (second)

Pembahasan mengenai waktu salah satunya ialah konsep waktu dalam Al-Qur’an. Kata waktu terdapat dalam beberapa ayat dengan berbagai term kata yang berbeda misalkan: Kata “ajal” dan terminologi dari turunan makna kata ‘Ajal’ , pengertian kata ajal mempunyai makna bahwa segala sesuatu memiliki batas waktu berakhirnya, sehingga tidak ada yang kekal kecuali Allah SWT. Kata “dahr”, yang mana mempunyai makna bahwa segala sesuatu pernah tiada, dan menjadikan segala sesuatu terikat oleh waktu (dahr).

Kata “waqt” memiliki makna sebagai batas akhir suatu kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Pengertian ini tergambar dari waktu-waktu shalat yang memberi gambaran tentang adanya pembagian waktu yang dialami (seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya), dan sekaligus kewajiban untuk menyelesaikan melakukan pekerjaan dalam waktu-waktu tersebut, dan tidak membiarkannya berlalu begitu saja.

Kata “ashr” , mempunyai makna memberi kesan bahwa waktu yang dialami oleh manusia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Dapat juga dikatakan kurun waktu atau dahr berasal dari kata bahasa Arab yang artinya menimpa, ada beberapa pendapat mengenai arti kata ini yaitu mengartikan ad-dahr adalah masa sejak sebelum penciptaan. Menurut al-Ashfahani, dahr ialah masa yang dilalui oleh alam, mulai masa penciptaannya sampai masa kehancurannya. Menurut at-Thabarī dahr ialah waktu berlangsungnya malam dan siang.

Pandangan waktu dilihat dari ilmu sosial ialah semua fenomena sosial terjadi saat tertentu dalam waktu, semua proses sosial terjadi terus menerus sepanjang waktu, singkatnya kehidupan sosial berlangsung dalam ruang waktu, waktu seperti ruang yang melekat dalam tubuh intraksi sosial.

Waktu adalah dimensi yang sangat diperlukan dan terlibat dalam setiap aspek kehidupan. Jadi waktu lebih erat lagi kaitannya dengan perubahan sosial. Setiap kejadian, perubahan, proses gerakan, keadaan dinamis, secara tersirat menyatakan waktu.

Ciri umum waktu sebagai dimensi setiap fenomena sosial dan aspek perubahan sosial. Salah satu bentuk kaitannya yang terjadi adalah rentetan kejadian yang lebih dahulu dan yang kemudian menghubungkan peristiwa dalam satu mata rantai atau proses terjadi pada waktu tertentu inilah yang disebut kelekatan waktu. Bila dilihat lebih dekat maka setiap fenomena atau peristiwa sosial akan terlihat bahwa fenomena sosial tak hanya terkait secara eksternal dengan fenomena lain, tetapi secara internal dapat dirinci ke dalam komponen-komponen dan setiap komponen itu pun terkait waktunya.

Peristiwa apapun yang terjadi di masa depan telah berada di tempat yang berbeda dalam alian waktu. Aliran waktu tak dapat berubah itu menyiratkan adanya perbedaan antara masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Sebenarnya tidak ada masa kini karena proses sosial itu berlanjut dan setiap saat proses sosial itu berlangsung tanpa henti dari masa lalu ke masa mendatang.

Ada persepsi mengenai waktu seperti yang dikatakan Barbara Adam yang dikutip oleh Piotr Sztompka, The Sociology of Social Change sebagai berikut:  “kita mengetahui peristiwa di masa lalu dengan mencatat, membayangkan masa kini secara langsung, dan mengetahui masa lalu hanya dalam imajinasi, kejadian masa lalu ditentukan, kejadian masa kini akan ditentukan, dan kejadian di masa mendatang belum ditentukan. Masa lalu tak dapat lagi dipengaruhi, masa kini sedang dipengaruhi, dan masa depan hanya secara potensial yang dapat dipengaruhi.”

Pengukuran waktu memerlukan skala dan satuan, ukurannya dapat dibuat dengan mengacu pada peristiwa yang berulang yang menandai interval dan peristiwa yang unik menunjukkan awal skala. Peristiwa alamiah menyediakan titik acuan nyata, dan yang paling sederhana ialah peredaran astronomi, pergantian siang dan malam, serta pergantian musim.

Konsep tentang terbit dan terbenam Matahari, pagi tengah hari, sore, dan malam adalah universal. Ditentukan oleh keadaan awal keberadaan manusia di Bumi. Begitu juga pergantian musim, semi, panas, gugur, dingin, yang dipakai membedakan cuaca dan biasanya dikaitkan dengan lingkaran pemeliharaan dan perkembangan.

Satuan waktu yang diakui secara universal ialah bulanan yang didasarkan atas peredaran bulan selama dua puluh sembilan atau tiga puluh hari. Lima hari di bagian tertentu di Afrika dan Amerika Tengah. Dasar penentuan satu minggu ditemukan dalam berulangnya hari pasar dan pekan raya.

Pendapat yang lain penentuan satu minggu berdasarkan kebutuhan biologis, satu hari untuk beristirahat, dan menyediakan satu hari untuk kegiatan keagamaan, misalkan hari Jum’at untuk orang Islam, hari Sabtu dalam Yudaisme, hari Minggu dalam Kristen.

Peralatan teknis pertama untuk menyatakan atau menandai mengukur waktu berasal dari Babilonia dan Mesir pada ribuan tahun sebelum masehi. Sejarah menyatakan adanya temuan jam di Eropa pada tahun pertengahan abad ke-14 M. Penggunaan jam atau arloji pada saat itu terbatas hanya untuk kalangan orang kaya, namun pada abad ke-19 produksi arloji diproduksi secara massal oleh pabrik di Swiss dan AS. Jam dan arloji memungkinkan memisahkan waktu dari kejadian alamiah atau kejadian sosial dan untuk memperkenalkan satuan waktu konvensional yang sama dan mudah dihitung.

Pembagian hari menjadi 12 jam, pembagian 1 jam menjadi 60 menit dan 1 menit menjadi 60 detik berdasarkan sistem zodiak pada zaman Yunani kuno dari pertengahan abad ke-14.

Pandangan mengenai waktu dapat dibedakan berdasarkan aspek-aspek berikut: Pertama. Tingkat kesadaran akan adanya waktu, ini adalah tanda paling umum, yang mana di satu sisi ditunjukan oleh obsesi mengenai waktu, aliran waktu, berlalunya waktu, keterbatasan waktu dengan pepatah “waktu adalah uang. Di sisi lain sikap acuh tak acuh, mengabaikan waktu.

Kedua. Kedalaman kesadaran tentang waktu, adakalanya hanya waktu terdekat saja yang disadari. sedangkan waktu jangka panjang kadang tidak disadari.

Ketiga. bentuk aliran waktu, melingkar atau lurus. Pandangan linier lahir dari ajaran kristen tentang penebusan dosa dan keselamatan di masa datang, sedangkan pandangan melingkar cocok dengan fakta kehidupan sehari-hari yang lebih banyak perhatian pada roda kehidupan yang terus berputar.

Keempat. Penekanan pada masa lalu atau masa mendatang adalah cara memikirkan bagaimana masa depan.

Masyarakat modern menjadikan waktu sebagai alat pengatur, pengordinasi dan pengorganisir aktivitas manusia. Oleh karena itu waktu mendapat kualitas otonom yang menakjubkan. Waktu tidak lagi sebagai alat atau instrumen akan tetapi sebagai nilai di dalam dirinya sendiri. Waktu menjadi independen, variabel utama, atau faktor utama menentukan dalam kehidupan

Sehubungan dengan waktu dalam bilangan hari maka tak terlepas dengan adanya nama-nama hari seperti Ahad (ahad artinya satu), Senin (iṡnain artinya dua), Selasa (ṡalsa artinya tiga) , Rabu (rab’u artinya empat), Kamis (khamis artinya lima), Jum’at (jum’at), Sabtu (sab’ah artinya tujuh), nama-nama hari ini berasal dari bahasa Arab. Berbeda dengan nama hari dari bahasa Inggris yaitu Sunday (sun), Monday (moon), Tuesday (mars), Wednesday (Merkurius), Thursday (Jupiter), Friday (venus) dan Saturday (saturnus) diambil dari nama-nama planet yang tua, pada waktu itu Matahari dan bulan dianggap planet

Menariknya, bulan dijadikan penentu waktu ibadah yang baik. Oleh karena itu bukan hanya orang Islam saja yang menggunakan bulan sebagai penentu waktu kegiatan keagamaan, namun umat Hindu pun menggunakan bulan mati sebagai penentu hari Nyepi. Umat Budha menggunakan bulan purnama sebagai waktu Waisak, sedangkan umat Kristiani menggunakan bulan purnama pertama sebagai penentu hari Paskah