Sabtu, 04 Agustus 2018
berita
JAKARTA (3 Agustus): Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate menyebut isu kemiskinan yang dimunculkan untuk mengkritik pemerintahan Joko Widodo minim data.
“Tidak berbasis data, kemiskinan sudah 56 juta, sak ena’e dewe, mana referensinya,” kata Johnny seperti dikutip dari Medcom.id, Jumat (3/8) di Jakarta.
Lebih jauh politisi NasDem itu mengatakan, partai oposisi pemerintah diminta tidak salah dalam mengkritik. Kritik yang dikeluarkan tanpa data yang akurat dinilai pembohongan dan membodohi rakyat.
Menurut Johnny, pihak-pihak yang ingin mengkritik sejatinya bisa menjelaskan dengan data dari sumber yang jelas dan resmi. Soal kemiskinan misalnya, ada lembaga negara seperti Badan Pusat Statistik (BPS) yang bisa dijadikan rujukan.
BPS, tambah Johnny, merupakan lembaga yang sudah digunakan negara mulai dari zaman orde baru hingga reformasi.
“Zaman Pak Habibie (BJ Habibie Presiden ke-3), SBY (Susilo Bambang Yudhoyono Presiden ke-6) lembaga yang sama yang hasilkan datanya. Itu dong yang dijadikan acuannya, jangan di dalam imajinasi dan khayalan pribadi lalu muncul di ruang publik, sak ena’e dewe,” tegas Johnny.
Legislator NasDem asal NTT 1 ini menekankan, BPS telah jelas menemukan data kemiskinan Indonesia saat ini ada di angka 9,8 persen.
Angka kemiskinan satu digit itu, suka tidak suka harus diakui baru pertama kali terjadi.
“Bukan kami (pemerintah) yang menerbitkan, tapi lembaga negara yang menerbitkan itu,” ujarnya.
Selain itu, kata Johnny, disparitas atau kesenjangan antarpenduduk dan antarwilayah di Indonesia lebih baik. Angka disparitas nasional saat ini ada di kisaran 0,38 persen.
“Dari 0,41 persen sebelum Pak Jokowi jadi Presiden,” ungkapnya.
Ketua Fraksi NasDem di DPR itu juga mengajak seluruh pihak melihat pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah. Walaupun, kata Johnny, Indonesia masih jauh tertinggal ketimbang Korea, Jepang, atau Tiongkok.
“Kita bangsa besar, tantangannya besar, maka itu perlu kerja sama,” ujarnya.(*)
Sumber: https://www.partainasdem.id/read/5704/2018/08/03/kritik-tanpa-data-dinilai-membodohi-rakyat