Berita

Kisah Para Pejuang Kemanusiaan BRND di Palu, Sigi dan Donggala

Senin, 15 Oktober 2018 berita

PALU (14 Oktober): Ada banyak kisah yang diam-diam menyelimuti para pejuang kemanusiaan yang tergabung dalam Badan Rescue NasDem (BRND).  Lebih seminggu yang lalu  mereka diberangkatkan ke Palu untuk membantu para korban gempa dan tsunami.

“Sudah seminggu istriku  sakit, boleh ngga saya pulang komandan?” tanya seorang relawan.

Saat menanyakan hal itu, ada letih, khawatir dan rindu di matanya. Ada dilema, antara menemani sang istri tercinta yang sedang sakit, atau menjaga amanah sebagai Ketua Koordinator Relawan.

Setelah itu, berhari-hari saya masih melihat sang ketua menjaga poskonya dan melayani korban bencana.

Dia memilih untuk menghilangkan duka pengungsi, dibanding menghapus air mata sang istri.

Di sini banyak kisah heroik. Tak mampu pena menuliskan semuanya.

Ada relawan yang berangkat dalam keadaan demam.  Meninggalkan istri yang hamil muda dan putri kecil semata wayang.

Sang putri sering menyendiri dan menangis ketika di sekolah, dan saat ditanya kenapa menangis, ia menjawab sedih, “Rindu Ayah,” ucap sang putri lirih.

Ada pula relawan dokter dengan jabatan direktur di sebuah rumah sakit, yang tetap memilih berkhidmat untuk para korban, meski jika datang malam, ia tidur di atas meja tanpa kasur dan tanpa alas.

Padahal jika mau, ia bisa saja memilih tidur nyaman di rumahnya, sambil sesekali menulis duka dan simpati di media sosial.

Namun ia memilih jalan ini, jalan kemanusiaan, membantu para korban.  Jalan para relawan, jalan para pejuang.

Ada relawan yang bekerja hampir 14 jam per hari, sehingga saking letihnya, tidur di atas karung-karung bantuan pun menjadi sebuah kenikmatan.

Ada relawan yang masih jomblo, yang jika malam tiba relawan lain menelepon dan berbicara dengan anak dan istri, ia hanya bercakap dan bercengkerama dengan sepi. Perih.

Saking perihnya, ketika pagi tadi ada teman yang minta diambilkan sebotol cairan pembersih Portex, ia malah mengambilkan segantung pembalut Softex.

Dan yang membuat kami takjub, di posko kami, Ketua Koordinator Lapangan  ternyata adalah korban bencana. Rumah beliau ikut roboh diamuk gempa.

Namun tak terlihat ada duka di wajahnya, tak pernah ke luar keluhan dari lisannya.

Dan sejak hari pertama posko dibuka, sampai saat ketika kami menulis tulisan ini, setiap hari ia memimpin puluhan relawan SAR mengevakuasi mayat dan membersihkan instansi vital pemerintah.

Saking pandainya ia menyimpan duka dan membalut luka, saya baru tahu ia korban bencana di hari ke-enam kebersamaan kami. Benar-benar lelaki sejati dan pejuang tangguh.

Maka jika tangisan anak dan rindu istri memanggil kami untuk kembali pulang, semangat, keteguhan dan kesabaran beliau mengukuhkan kami untuk bertahan.

Jika badai dan ombak besar melahirkan pelaut ulung, maka gempa dan tsunami kali ini menghadirkan sosok-sosok relawan tangguh.

Semoga Allah menjaga para relawan dan keluarganya, sebagaimana mereka menjaga korban bencana.

Semoga Allah memudahkan rezeki dan urusan para relawan dan keluarganya, sebagaimana mereka berusaha memudahkan urusan para pengungsi yang kekurangan.

Semoga Allah mengampuni dosa para relawan, meringankan hisab mereka di hari kiamat dan memasukkan mereka sekeluarga ke dalam surgaNya.

Hampir lupa, semoga Allah memudahkan jodoh para relawan dan memberikan pasangan yang terbaik untuk mereka di dunia dan akhirat….Amin.(Badan Rescue NasDem/*))

Sumber: https://www.partainasdem.id/read/6289/2018/10/14/kisah-para-pejuang-kemanusiaan-brnd-di-palu-sigi-dan-donggala