Perkenalan saya dengan Bpk. Surya Paloh – Pak SP, demikian kami sering menyebutnya – bermula di tahun 1992 – ketika saya bergabung di Harian Media Indonesia. Namun intensitas komunikasi rutin baru dimulai pada tahun 1995, bersamaan dengan kepindahan kantor Harian Media Indonesia dari Gondangdia Lama ke Kedoya sekaligus peresmian percetakan.
Kebetulan sebelum bergabung, saya mempunyai pengalaman di bidang conference/event organizer – sehingga dalam acara tersebut saya mendapatkan peran dan tanggung jawab yang cukup besar dan langsung dimonitor dan dikomandani oleh Pak SP.
Dalam kurun waktu itulah saya mengenal sosok pak Sp lebih dalam. Selama proses persiapan acara, dalam sehari, beliau bisa berulangkali memanggil saya untuk kontrol dan monitor persiapan, karena acara ini bukan sekedar kepindahan kantor dan peresmian gedung baru, namun utamanya adalah kehadiran percetakan Harian Media Indonesia dan mesin cetak koran berkonfigurasi warna yang merupakan generasi pertama dikelasnya dan termutakhir di saat itu. Disinilah pertamakali saya mendapati, bhw sebagai pemilik – pak SP hands on dan detil.
Dalam perjalanan waktu – seiring dengan perkembangan karir saya yang mengharuskan adanya interaksi dan intensitas komunikasi langsung dengan beliau – saya menemukan, meskipun tinggi dalam menetapkan target dan ukuran, sebagai pemimpin, pak Sp tidak hanya memacu bawahannya, tapi membimbing langsung dan bahkan memberikan ruang untuk kesalahan, termasuk kemudian memimpin dan melakukan langsung perbaikan atas kesalahan tersebut. Beliau mengajarkan, selama kesalahan terjadi bukan karena niat jahat dan ketidakjujuran, maka kesalahan tersebut adalah bagian dari sebuah pembelajaran, yang harus dipahami dan dimengerti untuk diperbaiki kedepan. Beruntunglah saya bisa mengenal dan menjadi bagian dari tim beliau, baik dalam bisnis maupun kiprah beliau di politik, termasuk juga mengenal dan menjalankan misi beliau sebagai philanthropist.
Pak Surya adalah seorang visioner. Gagasan dan pemikirannya jauh kedepan. Bahkan terkadang sulit dipahami dan baru bisa dimengerti di kemudian hari. Gagasan mendirikanTV berita – Metro TV; melakukan sertifikasi standar mutu internasional untuk Indocater – perusahaan jasa industrial catering – ; menerapkan dan menjadikan hotel dibawah kepemilikan beliau bukan hanya tempat menginap (akomodasi) tetapi juga menjadi tempat tujuan (destinasi) ; adalah beberapa contoh pemikiran yang digagasnya jauh hari sebelum akhirnya konsep tersebut terbukti benar dan nyata diindustri bersangkutan beberapa waktu kemudian.
Hal utama yang saya catat dan pelajari dari pak Surya, dalam bisnis, keuntungan dan materi bukanlah tujuan utama dan segalanya. Pak Surya percaya, keberlangsungan (going concern) perusahaan tidak semata bergantung pada hitungan materi. Harus ada idealisme, hati, dan kecintaan. Dalam kondisi tertentu, harus juga bisa menerima dan ‘menghalalkan’ penurunan keuntungan, bahkan kerugian. Sebuah philosophy yang rasanya tidak dikenal dalam dunia bisnis dan cukup sulit dipahami para profesional dan pebisnis.
Banyak yang tidak tahu dan sinis menyikapi kiprah pak Surya di dunia politik. Sebagian orang menganggap bhw sepak terjangnya di politik adalah bagian dari ambisi dan cara untuk mencapai keinginan pribadi, termasuk memperkuat bisnisnya. Padahal, tidak demikian. Kiprah pak SP di dunia politik – didasari oleh kecintaannya yang luar biasa kepada tanah air. Mungkin juga tidak banyak yang tahu bahwa Pak Surya aktif berpolitik sejak usia muda, menduduki jabatan pimpinan organisasi politik dan juga duduk sebagai wakil rakyat di usia yang masih muda.
Awalnya, saya termasuk ragu dan kuatir dengan pemikiran pak Sp untuk kembali secara aktif didunia politik dengan mendirikan partai NasDem. Pengalaman saya mengikuti perjalanan beliau sejak proses konvensi partai Golkar di 2003 hingga Munas Riau 2009 – saya mendapati bahwa politik kejam. Tidak ada tempat untuk ketulusan dan dedikasi. Semua diukur dengan materi dan kepentingan, dan saya melihat selama kurun waktu tersebut – semua dedikasi pak Surya – seperti tidak dihargai. Saya berpendapat, seorang seperti pak SP – berhak dan layak mendapat tempat yang lebih baik – dan saya tidak yakin semua itu ada di dunia politik. Apalagi, sebagai kelompok bisnis, meskipun besar dan stabil – Media Group – Kelompok Usaha yang di miliki pak Surya Paloh – bukanlah group yang ‘kaya raya’. Belum lagi perjalanan bisnis pak SP yg penuh dinamika, yang mana banyak hal terjadi justru lebih dikarenakan aspek non teknis.
Cukup lama bagi saya untuk bisa menerima dan memahami cita-cita pak Sp dan gagasan politiknya. Sampai pada suatu hari – dalam sebuah perjalanan bisnis keluar negeri bersama pak Sp – saya mendapatkan pencerahan yang merubah semua pandangan dan menghilangkan kekuatian. Dalam diskusi yang panjang dan mendalam, pak Sp menyatakan – tidak akan terjadi perubahan bila tidak dimulai. Dalam kondisi saat ini – untuk bisa mengambil peran melakukan perubahan untuk Indonesia lebih baik, kita harus berada didalam sistem politik, dan itu berarti berpartai. Pak Sp juga menyatakan, politik itu suci. Yang kotor dan keji adalah pelakunya – yang tidak setia kepada tujuannya.
Kepada saya pak Sp mengatakan, ” sekecil apapun, harus berani melangkah. Kalaupun hasilnya blm saat ini – setidaknya ada yang memulai dan kelak bisa diteruskan dan suatu hari akan tercapai. Jangankan harta, nyawapun akan bpk berikan kalau itu harus dilakukan demi perubahan. Sungguh laknat jika bpk hanya diam dan tidak berbuat apa-apa “. Beliau juga mengatakan, bahwa belum tentu orang akan paham akan pemikiran ini, dan kita harus siap dengan segala syak wasangka, curiga, dan bahkan mungkin cercaan yang akan diterima. Pernyataan ini yang disampaikannya dengan sungguh-sungguh dan dalam maknanya. Sungguh merupakan ‘moment of truth’ untuk saya. Saya ingat betul, saya menangis mendengarnya, dan saat itu saya berjanji kepada diri saya – bahwa saya siap dan semaksimal yang saya bisa – mendukung beliau mencapai cita-cita luhurnya – sebuah gagasan yang di sebutnya sebagai RESTORASI INDONESIA – memperbaiki yang rusak, mengembalikan yang hilang, memulihkan, dan mencerahkan Indonesia untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Sosok lain dari pak SP yang juga tidak banyak diketahui, adalah komitmen dan konsistensinya dalam kegiatan kemanusiaan. ‘Pak SP is a philantropist by nature’. Banyak kegiatan kemanusiaan digagas dan dilakukannya dalam diam. Salah satunya adalah komitmen besar di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah bagi korban konflik dan korban tsunami di Aceh yang dinaungi oleh Yayasan Sukma.
Yayasan Sukma mengelola sekolah Sukma Bangsa di Bireuen, Pidie dan Lhokseumawe – ketiganya adalah kompleks sekolah lengkap jenjang (SD, SMP, SMA) dan berasrama – yang diresmikan pada 14 Juli 2006. Pak Sp menyampaikan, Aceh kehilangan satu generasi karena taunami dan konflik. Untuk membangunnnya kembali, dibutuhkan pendidikan – dan sekolah adalah jawabannya.
Sekolah Sukma Bangsa didirikan dari dana masyarakat yang disumbangkan melalui Dompet Kemanusiaan Indonesia Menangis yang dibuka pada saat tsunami 2004. Pada pasca pembangunan dan masuk dalam periode selanjutnya, sejak tahun kedua beroperasinya sekolah sampai saat ini , semua biaya operasional sekolah diberikan dan ditanggung oleh pak SP – baik sebagai pribadi maupun melalui kelompok usahanya. Sampai saat ini, setelah 10 tahun sekolah berdiri, disamping bea siswa untuk murid, Yayasan menyekolahkan pula 25 guru untuk strata pasca sarjana – master in teaching education – dari Finland University.
Di pertengahan tahun 2016 ini, Yayasan Sukma juga menorehkan sejarah baru – Diplomasi Pendidikan – dalam proses pembebasan sandera warga negara Indonesia , 10 ABK kapal Brahma 12 yang di culik oleh kelompok pemberontak di Mindanau. Atas prakarsa pak Sp, tim yayasan yang memang memiliki jaringan dan kontak berangkat ke Mindanaou untuk mencari info keberadaan sandera, dan akhirnya berhasil bernegosiasi dan membebaskan para Sandera – dengan melalui jalur informal people to people dan jaringan pendidikan.
Proses pembebasan ini, secara internal juga merupakan bukti dari kepempinan pak Sp. Tim yang dibentuk, merupakan gabungan personil dari unit kerja jaringan pak Sp yang mencerminkan kerja multi sector collaboration : business (Media Group), civil society (Yayasan Sukma), dan Partai NasDem. Tim gabungan dengan berbagai latar belakangOrkestrasi yang dipimpin pak Sp secara harmoni mampu menyelesaikan misinya sesuai kapasitas masing2.
Meskipun ada yang tidak mempercayai, bahkan menghujat dan menuduh bhw pak SP mengambil kredit yang seharusnya adalah milik orang lain serta ada agenda dibalik pembebasan ini. Terus terang, kami – saya dan teman-teman semua – sempat marah dan terpancing untuk bereaksi. Namun Pak Sp memiliki pendapat lain, dan mengajak semua untuk memetik hikmahnya. Mengutip kalimat beliau,”Bersyukurlah karena misi berhasil dengan selamat, namun jangan rusak nilai keberhasilan dan niat baik ini dengan keributan. Biarkan saja, dan percaya bahwa pada waktunya akan hikmahnya”. Benar memang, yang jelas, faktanya, pada tahun ajaran 2016/2017 ini sebanyak 30 siswa dari Mindanao diterima bersekolah di Sekolah Sukma bangsa dengan bea siswa penuh – sebagai bagian dari kesepakatan pembebasan.
Sosok lain yang saya kenal dari seorang pak Sp adalah bahwa beliau memiliki cita rasa seni yang tinggi. Apik. Berkelas dan elegan. Semua ini tergambar juga dari caranya membangun – bukan hanya kediaman pribadi dan tempat peristirahatannya – namun juga gedung kantor dan properti lainnya – baik bisnis bahkan pula kantor partai, dan tidak terkecuali sekolah Sukma di Aceh. Desain, eksterior, interior – semua dikerjakan dan dipantaunya langsung sendiri.
Saya juga melihat, sebagai ayah dan kepala keluarga, pak Sp adalah sosok yang menyayangi keluarga. Tidak hanya keluarga inti, namun juga keluarga besarnya. Pak Sp seorang humoris, bisa bercanda bahkan mentertawakan diri sendiri. Pak Sp bisa menjadi sangat santai, berhenti semaunya hanya untuk mencicipi makanan di pinggir jalan, dan bahkan kadang dengan spontanitasnya yang mengagetkan. Dibalik ‘kegarangan’ wajah dan badannya yang kekar saya mendapati sesungguhnya pak Sp berhati lembut, mudah iba, dan setia kawan. Mudah berkawan dengan berbagai kalangan, dan tulus dalam pertemanan.
Menceritakan seorang Surya Paloh, adalah sama dengan memahami bait-bait puisi yang terpajang di lobby Grand Studio Metro TV di Kedoya yang saya kutip di bawah ini :
“Atas nama cita-cita, akulah elang raja yang melesat terbang ke angkasa luas, angkasa bebas, melanglang tanpa batas; Atas nama pengabdian, akulah sejatinya batu karang, menahan gelombang, menentang badai, tegak di samudera laut nan lepas; Atas nama kebenaran, akulah berdiri di kaki Bumi Pertiwi, dalam kesetiaan menjadi saksi sejarah dan peradaban bangsa”
Elang rajawali – dalam hidupnya, mengalami pergantian bulu – sebuah siklus berulang – dimana saat itu elang rajawali mengalami kesakitan luar biasa sebelum bulu barunya tumbuh dan menjadi lebih indah dan lebih kuat. Elang rajawali berumur panjang, kekar dan kuat.
Elang raja itulah pak Surya. Tidak ada kata takut dan gentar untuk sebuah cita cita, mimpi, dan kebenaran. Seberapapun sulit, berat dan kerasnya jalan yang dihadapi.
Hampir seperempat abad saya berkarya di Media Group dan mengikuti pak Sp dengan banyak suka duka. Bukan hal yang mudah sesungguhnya untuk berada dalam sebuah perahu untuk kurun waktu yang cukup lama. Bagi saya, dan bagi banyak kawan lain dalam jaringan kerja dan organisasi yang dimiliki dan dipimpin pak Sp – Keteguhan, konsistensi dan kebesaran jiwa pak Sp – membuat saya dan kami semua – yakin bahwa kapal ini adalah adalah adalah kapal yang tepat – dan saya merasa bangga dan terhormat, mendapatkan kesempatan untuk ikut berlayar bersama beliau dalam kapalnya.
Selamat ulang tahun bapak, hormat dan salam takzim. Doa kami panjatkan, semoga Allah SWT – Tuhan Yang Maha Esa – senantiasa melindungi dan memberikan HidayahNya untuk bapak, sehat, panjang umur, dan diberikan kemudahan dalam perjalanan kehidupan ini.
Jakarta, Juli 2016
Rerie L. Moerdijat