Rabu, 02 Desember 2020
data nasional, disabilitas
Data penyandang disabilitas yang komprehensif harus segera diwujudkan agar penanganan berbagai masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas dapat segera diatasi.
"Persoalan yang perlu diselesaikan dalam waktu dekat ini adalah data penyandang disabilitas yang belum terkonfirmasi dengan baik," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Sistem Pendataan Nasional yang Terintegrasi sebagai Tindak Lanjut Implementasi dari UU no. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/12).
Diskusi yang digelar dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional itu menghadirkan Angkie Yudistia (Staf Khusus Presiden), Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc (Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan), Harry Hikmat (Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kemensos RI), Nurul Saadah Andriani, SH, MH (Direktur SAPDA - Sentra Advokasi Perempuan dan Anak Disabilitas) sebagai narasumber.
Diskusi yang dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, juga menghadirkan Risnawati Utami (Duta United Nation Convention on rights of People with Disabilities - UNCRPD - dari Indonesia) dan Usman Kansong (Ketua Dewan Redaksi Media Group) sebagai panelis.
Menurut Lestari, pemanfaatan data secara komprehensif itu untuk kepentingan penanganan para penyandang disabilitas yang juga merupakan bagian dari warga negara.
Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap Indonesia segera memiliki data nasional penyandang disabilitas yang menggambarkan keseluruhan populasi dengan ragam disabilitas, dan karakteristik dari masing-masing disabilitas.
Apalagi, jelas Legislator Partai NasDem itu, saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) No.70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaran dan Evaluasi terhadap Penghormatan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, yang salah satu poin dari PP tersebut adalah tentang ketersediaan Data Nasional Disabilitas.
Staf Khusus Presiden, Angkie Yudistia mengungkapkan, saat ini pemerintah sudah memiliki aturan-aturan turunan sebagai petunjuk pelaksanaan agar undang-undang tentang penyandang disabilitas bisa segera oprasional.
Staf Ahli Menteri PPN/Kepala Bappenas bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati mengungkapkan, saat ini pemerintah sedang berupaya mewujudkan data penyandang disabilitas yang terintegrasi.
Pada 2021 hingga 2024, menurut Vivi, pihaknya akan melakukan pendataan dalam skala besar untuk melengkapi data terpadu terkait kesejahteraan sosial. Sehingga, jelasnya, civil regitry akan dilengkapi dengan social registry.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kemensos, Harry Hikmat berpendapat, untuk melakukan pendataan harus ada harmonisasi terhadap beberapa peraturan yang ada.
Pada UU No.8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, jelas Harry, memang mendorong para penyandang disabilitas untuk melakukan keterbukaan.
Sementara di tengah masyarakat, tambah Harry, masih ada kecenderungan untuk menutupi kondisi keluarganya yang penyandang disabilitas, karena dianggap sebagai aib keluarga.
Demikian juga, jelasnya, di dalam sejumlah peraturan masih ada penggunaan istilah yang berbeda, untuk menyebutkan para penyandang disabilitas.
Pada proses pendataan penduduk misalnya, tambah Harry, masih menggunakan istilah cacat untuk penyandang disabilitas. Padahal UU no.8 tahun 2016 mengamanatkan penggunaan istilah disabilitas yang terdiri dari disabilitas fisik, mental, intelektual dan sosial.
Sehingga, jelas Harry, perlu kolaborasi yang baik dan terukur antara Bappenas, BPS, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial dalam proses pendataan penduduk, yang juga akan mendata para penyandang disabilitas.
Harry mengungkapkan, dengan kolaborasi yang baik sejumlah institusi tersebut di masa datang pemberlakuan E-KTP dan kartu keluarga khusus penyandang disabilitas bisa direalisasikan.
Direktur Sentra Advokasi Perempuan dan Anak Disabilitas, Nurul Saadah Andriani menilai, sistem pendataan penyandang disabilitas yang ada saat ini tumpang tindih.
Data penyandang disabilitas misalnya, menurut Nurul, dimiliki Dinas Sosial di sejumlah daerah, kabupaten dan kotamadya. Data penyandang disabilitas, ujarnya, juga dimiliki Kementerian Perempuan dan Anak.
Bahkan di tingkat desa, ungkap Nurul, di sejumlah provinsi juga mendata para penyandang disabilitas. Namun sangat disayangkan, jelasnya, data penyandang disabilitas tidak sinkron antar institusi tersebut, karena dasar pendataannya tidak sama. *