Berita

Ketatkan Kembali Pengawasan Prokes Jelang Libur Akhir Tahun

 

Indikasi penurunan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan (Prokes) di ruang publik menuntut para pemangku kepentingan mengetatkan kembali pengawasan jelang musim libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.

"Problem yang belum bisa sepenuhnya diatasi saat ini adalah pemahaman masyarakat terkait berfluktuasinya ancaman penyebaran Covid-19 yang harus secara konsisten disikapi dengan disiplin menerapkan Prokes," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/12).

Survey yang dilakukan Satgas Covid-19 pada November 2021 menyebutkan terjadi penurunan kepatuhan masyarakat menjalankan Prokes.

Data 16 November 2021 - 21 November 2021 menunjukkan tingkat kepatuhan protokol kesehatan masyarakat terhadap cuci tangan adalah 7,91, menjaga jarak 7,87 dan memakai masker adalah 7,86 dari skala penilaian 1-10.

Padahal, data 26 Oktober 2021 - 1 November 2022 menunjukkan tingkat kepatuhan mencuci tangan adalah 8,25, menjaga jarak 8,08 dan memakai masker 8,25 dari skala penilaian 1-10.

Menurut Lestari, catatan itu menunjukkan suatu kondisi yang bertolak belakang dengan kebutuhan saat ini, yang mengharapkan peningkatan kedisiplinan masyarkat dalam menjalankan Prokes menghadapi potensi peningkatan mobilitas masyarakat di akhir tahun.

Strategi jangka panjang untuk membentuk pola sikap masyarakat dalam menghadapi ancaman varian-varian baru Covid-19, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, harus diterapkan untuk kemudian pola sikap tersebut menjadi norma baru di masyarakat.

Dalam jangka pendek, ujar Rerie, peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan Prokes antara lain di ruang-ruang publik, area transportasi publik seperti stasiun, terminal, bandara, dan pelabuhan, sangat diperlukan.

Apalagi, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, Covid-19 varian Omicron yang ditengarai memiliki daya tular melebihi varian Delta, sudah terdeteksi di negara tetangga, Singapura.

Masa liburan akhir tahun ini, ujar Rerie, seyogyanya menjadi masa yang kritikal bagi para pemangku kepentingan untuk mengendalikan mobilitas dan mempersiapkan mental masyarakat dalam menjalani berbagai kebijakan pembatasan kegiatan.*