Kamis, 27 Januari 2022
lestari moerdijat, MPR RI, Nusantara, Indonesia, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Dayak, Ibu Kota Negara, IKN
Pendekatan budaya, socio culture juga harus dikedepankan dalam rangka pembangunan Ibu Kota negara baru di Kalimantan Timur, agar manfaat dari pembangunan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Saya khawatir sekarang ini diam-diam. Jangan-jangan ada api dalam sekam. Apalagi menjelang 2024 isu-isu politik akan mengemuka dan rawan 'digoreng'. Sehingga perlu pendekatan dari sisi budaya yang lebih intens dalam pengembangan Ibu Kota baru di Kalimantan Timur ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat mengunjungi lokasi pembangunan Ibu Kota negara baru bersama sejumlah pimpinan MPR RI di Kalimantan Timur, Kamis (27/1).
Menurut Lestari, permasalahan yang timbul berkaitan dengan adat dan budaya, socio culture itu mudah diledakkan dengan berbagai alasan.
Rerie, sapaan akrab Lestari, memohon Pemerintah untuk memperhatikan aspek-aspek adat dan budaya dengan baik, dalam proses pengembangan Ibu Kota negara baru di Kalimantan Timur itu.
Diakui Rerie, dalam proses pembangunan Ibu Kota negara baru ini Pemerintah sudah berupaya membangun komunikasi dengan masyarakat setempat.
Namun, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai, sejumlah upaya membangun komunikasi yang dilakukan Pemerintah belum cukup dan masih harus ditingkatkan.
Berdasarkan pengamatan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), ujar Rerie, yang merupakan Wakil Ketua MPR RI koordinator bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah itu, sebagian komunitas masyarakat setempat mengetahui ada rencana pembangunan Ibu Kota negara di wilayah mereka. Sedangkan sebagian lainnya tidak tahu.
Sebagian komunitas masyarakat yang tahu tentang pembangunan Ibu Kota negara baru itu, ujar Rerie, masih berdasarkan pengamatan AMAN, belum memahami konsekuensi yang akan muncul antara lain terkait masalah sosial, budaya, kepastian hukum dan lingkungan hidup, dalam proses pembangunan Ibu Kota negara itu.
Di sejumlah kawasan yang dibangun menjadi Ibu Kota negara baru itu memang merupakan wilayah tempat tinggal dari sejumlah etnis di Kalimantan Timur.
Di Kabupaten Penajam Paser Utara misalnya, terdapat komunitas-komunitas dari etnis Paser, dan beberapa komunitas dari sub etnis Dayak Kenyah dan Dayak Modang.
Selain itu, tambahnya, di Kutai Kartanegara terdapat komunitas- komunitas dari etnis Kutai, Dayak Modang, Benuaq, Tunjung, Kenyah, Punan, dan Basab.
Dengan beragamnya etnis yang bersentuhan dengan wilayah pembangunan dan pengembangan Ibu Kota negara baru, Rerie mendesak Pemerintah agar lebih mengintensifkan pendekatan-pendekatan adat dan budaya agar pembangunan Ibu Kota negara baru di Kalimantan Timur itu memberi kemaslahatan bagi seluruh anak bangsa.*