Berita

Gagasan Besar Ratu Kalinyamat Bagian dari Memori Kolektif Bangsa

 

Sejarah nusantara mencatat peran signifikan para perempuan yang menggagas ragam perubahan pada zamannya. Sejumlah tokoh, termasuk Ratu Kalinyamat dari Jepara dengan pikiran-pikiran besar yang digagasnya mampu mempertahankan nusantara dari ancaman penjajah. 

"Ratu Kalinyamat dalam sejarahnya telah meletakkan sebuah tatanan yang langgeng dalam ingatan masyarakat Jepara pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, terkait pikiran-pikiran besar Ratu Jepara itu yang melampaui jamannya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Ratu Kalinyamat sebagai Memori Kolektif Bangsa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/12). 

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., LL.M (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, menghadirkan Aminurokhman, S.E, M.M (Anggota Komisi II DPR RI), Drs. Imam Gunarto, M.Hum (Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia), Dr. Siti Maziyah, M.Hum (Pakar Sejarah Indonesia Kuno) dan Dr. Daya Negri Wijaya (Pakar Sejarah) sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Dr. Alamsyah, S.S., M.Hum. (Sejarawan Universitas Diponegoro) dan Nita Madona Sulanti, S.S., M.A. (Ahli Bahasa Cina Universitas Indonesia) sebagai penanggap. 

Dari Ratu Jepara tersebut, ujar Lestari, lahir gagasan poros maritim, kekuatan diplomasi laut terawat, mengetengahkan kepemimpinan perempuan dan menjadi perempuan pertama yang menggaungkan anti-kolonialisme di masanya. 

Mencatatkan Ratu Kalinyamat dalam memori kolektif bangsa pada Arsip Nasional RI, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, merupakan langkah yang tepat dalam upaya pelestarian sejarah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Apalagi, ujar Rerie, Program Memory of the World (MoW) UNESCO yang disahkan pada tahun 1992 bertujuan untuk melestarikan warisan dokumenter dunia, membantu akses universal, dan meningkatkan kesadaran dunia akan keberadaan dan pentingnya warisan dokumenter. Selain itu, kesetaraan gender adalah salah satu prioritas global UNESCO. 

Sehingga, Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, mengangkat sepak terjang Ratu Kalinyamat ke dalam memori kolektif bangsa dalam menyambut peringatan Hari Ibu pada 22 Desember tahun ini, sesuai dengan semangat lembaga dunia tersebut. 

Ratu Kalinyamat, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan tokoh di masa kejayaan kerajaan nusantara, yang mewarisi nilai penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, membangun tatanan nilai dan adat istiadat yang terus dilestarikan hingga kini. 

"Ratu Kalinyamat adalah Ibu Bangsa pada zamannya, yang tidak hanya berperan sebagai Ratu dengan kekuasaannya, tetapi juga sebagai ibu dengan kasih sayangnya," ujar Rerie. 

Anggota Komisi II DPR RI, Aminurokhman berpendapat, nama besar Ratu Kalinyamat telah melekat dalam memori kolektif masyarakat. Memori kolektif bangsa, ujar Aminurokhman, sangat berperan dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme setiap anak bangsa. 

Menurut Aminurokhman, arsip memori kolektif bangsa memiliki banyak peran antara lain merupakan endapan sejarah perjuangan bangsa, menjaga stabilitas dan keamanan bangsa dan salah satu sarana pencarian identitas bangsa. 

Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia, Imam Gunarto mengakui bangsa kita memiliki banyak cerita kepahlawanan, tetapi kurang bukti. Kondisi itu, tambahnya, terjadi karena masyarakat kita suka bicara, namun kurang dalam mencatat. Sehingga, ujarnya, bangsa ini harus terus menggali fakta sejarah untuk membuktikan kebenaran cerita-cerita di masa lalu. 

Perjuangan Ratu Kalinyamat, tambah Imam, merupakan modal besar memori kolektif bagi perjalanan bangsa ini, terutama terkait gagasan poros maritim yang di gagas Ratu Jepara itu. Pada Arsip Nasional, ujar Imam, ada bukti-bukti bahwa konsep pertahanan wilayah kerajaan di nusantara berorientasi pada kawasan maritim. 

Kondisi itu berubah sejak Belanda menjajah Indonesia, sejak Daendels membangun jalan sepanjang Pulau Jawa pola pertahanan wilayah ketika itu beralih menjadi berorientasi ke daratan. 

Bukti-bukti tentang pola pertahanan berorientasi maritim pada masa kerajaan nusantara, ujar Imam, harus diperjuangkan dengan baik. Perjuangan Ratu Kalinyamat merupakan momentum bagi kearsipan nasional untuk menggali sejarah maritim bangsa ini. 

Pakar Sejarah Indonesia Kuno, Siti Maziyah berpendapat memori kolektif bangsa terkait dengan tentang kesadaran pengalaman masa lampau yang hidup kembali yang diyakini secara bersama. Ratu Kalinyamat, menurut Siti, baru dipahami secara lokal oleh masyarakat Jepara dan belum menjadi pengetahuan masyarakat luas. 

Jepara di bawah pemerintahan Ratu Kalinyamat,  memiliki pelabuhan yang ramai, karena Jepara ketika itu merupakan pusat perdagangan di nusantara dan mancanegara. Sehingga, tambah Siti, Ratu Kalinyamat ketika itu bukan hanya Ratu yang memimpin Jepara, tetapi juga memiliki hubungan diplomatik dengan banyak kerajaan mancanegara, dan menguasai jalur perdagangan yang ramai. 

Menurut Siti, peninggalan arkeologi di  pertengahan abad ke-16 di masa Ratu Kalinyamat, memperlihatkan hubungan kerajaan Jepara dengan kerajaan Tiongkok yang erat, yang ditandai dengan ornamen bunga di beberapa benda-benda peninggalan di masa itu. 

Diakui Siti, di Jepara Ratu Kalinyamat memang merupakan tokoh sentral di masa itu yang terlihat pada upacara tradisi dalam rangka hari jadi Jepara dan upacara menjelang Ramadan. Sehingga fakta-fakta perjuangan Ratu Kalinyamat, menurut Siti, perlu dinasionalkan karena sepak terjang Ratu Jepara di pertengahan abad ke-16 berdimensi ekonomi, politik, sosial dan budaya yang sangat penting dalam membangun nilai-nilai kebangsaan setiap anak bangsa. 

Pakar Sejarah dari Universitas Negeri Malang, Daya Negri Wijaya menyayangkan dalam historiografi nasional Ratu Kalinyamat tidak banyak dibahas. Literasi terkait perjuangan Ratu Kalinyamat pun, ujarnya, tidak banyak dijumpai. Padahal, tambah Daya, historiografi Portugis sering menyebut  Rainha de Jepara sebagai momok yang mengancam eksistensi Malaka yang ketika itu dikuasai Portugis. 

Serangan Jepara ke Malaka, ujarnya, meninggalkan banyak bukti catatan dari Portugis terkait aliansi Jawa-Melayu yang menghambat Portugis. Ratu Kalinyamat, menurut Daya, memiliki visi global untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Tentu saja, tambahnya, perjuangan Ratu Kalinyamat itu menginspirasi kita sebagai bangsa yang berdaulat. 

Sejarawan Universitas Diponegoro, Alamsyah berpendapat arsip merupakan rekaman peristiwa atau kejadian yang diciptakan atau diterima lembaga negara. Sehingga, tambah Alamsyah, posisi arsip penting  dan menjadi yang utama agar perjuangan Ratu Kalinyamat menjadi memori kolektif bangsa. 

Diakui Alamsyah lewat sumber-sumber tradisional yang kita miliki, mampu memaknai sepak terjang Ratu Kalinyamat di masanya. Penguatan sumber-sumber primer, ujarnya, masih diperlukan dalam rangka mengakselerasi agar perjuangan Ratu dari Jepara itu menjadi memori kolektif setiap anak bangsa. 

Ahli Bahasa Cina Universitas Indonesia, Nita Madona Sulanti berpendapat, kurangnya tradisi mencatat di masa lalu dampaknya tidak hanya terhadap bukti-bukti perjuangan Ratu Kalinyamat saja, tetapi juga berdampak pada banyak bukti sejarah di nusantara. 

Budaya nusantara, menurut Nita, bahkan banyak tercatat di ensiklopedia Tiongkok seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak dan Jepara. Dengan usaha arsip nasional dalam membangun memori kolektif bangsa, Nita berpendapat hal itu merupakan langkah yang bagus untuk menanamkan nilai-nilai luhur bangsa kepada setiap warga negara. 

Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat untuk menjadikan perjuangan Ratu Kalinyamat sebagai memori kolektif bangsa perlu berbagai upaya untuk mewujudkannya. Dengan lebih banyak bukti sejarah tentang Ratu Kalinyamat yang tercatat dalam historiografi Portugis, ujar Saur, apakah itu berarti Ratu dari Jepara itu menjadi memori kolektif bangsa Portugis. "Kiranya tidak demikian. Sang Ratu tetaplah merupakan memori kolektif bangsa Indonesia," tambahnya. 

Dalam proses pengumpulan bukti-bukti sejarah untuk melengkapi memori kolektif bangsa, Saur berharap, akan terjadi perdebatan yang menarik. *