Berita

Penurunan Remitansi Harus segara Diinvestigasi Penyebabnya

 

Tren penurunan remitansi dari para pekerja migran Indonesia (PMI) di sejumlah negara harus ditindaklanjuti dengan langkah segera untuk memastikan nasib para pekerja tersebut. Negara harus mampu melindungi setiap warganya secara menyeluruh. 

"Kondisi krisis di dunia berdampak terhadap para PMI di sejumlah negara. Indikasi penurunan remitansi itu harus segera dipastikan penyebabnya. Potensi para pekerja tidak mendapat gaji lagi cukup besar mengingat krisis yang melanda sejumlah negara," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/1). 

Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat remitansi yang masuk dari Januari - November 2022 Rp580,83 miliar. Angka itu turun Rp439,17 miliar jika dibandingkan dengan remitansi yang masuk pada 2021 yang mencapai Rp1,02 triliun. Padahal pada 2021 pandemi secara global masih terjadi. 

Remitansi adalah transfer uang yang dilakukan pekerja asing ke penerima di negara asalnya. Selain bantuan internasional, uang yang dikirimkan pekerja migran merupakan salah satu arus uang terbesar di negara berkembang. 

Menurut Lestari, indikasi tersebut harus mendapat perhatian serius tidak hanya dari Pemprov NTB, tetapi juga dari para pemangku kepentingan di pusat dan daerah lainnya, agar jelas penyebab banyaknya PMI tidak lagi mengirim uang ke kampung halamannya. 

Rerie sapaan akrab Lestari berharap, pemerintah segera mengungkap penyebab pasti penurunan remitansi tersebut, untuk menghindari adanya potensi pelanggaran hak-hak para PMI di sejumlah negara. 

Jika sudah ditemukan pemicunya, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, para pemangku kepentingan harus segera menuntaskan masalah yang dihadapi para PMI itu. 

Belakangan ini, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, juga beredar di media sosial video yang memperlihatkan tenaga kerja wanita (TKW) asal Kabupaten Indramayu, yang diduga selama bekerja 7 tahun di Uni Emirat Arab (UEA) tidak diizinkan pulang sekaligus tak digaji oleh majikannya.

Kasus-kasus pelanggaran hak-hak PMI itu, ujar Rerie, harus segera ditindaklanjuti oleh negara. Karena konstitusi UUD 1945, tambahnya, mengamanatkan negara untuk melindungi setiap warga negara. 

Pada kesempatan itu, Rerie mengingatkan kembali agar para pemangku kepentingan mendorong terus penuntasan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk segera menjadi undang-undang.

Kehadiran UU PPRT, tegas Rerie, tidak hanya merupakan bagian dari upaya memberi dasar hukum secara menyeluruh untuk melindungi pekerja rumah tangga di dalam negeri, tetapi juga pekerja migran Indonesia di sejumlah negara.*