Berita

Diperlukan Antisipasi dan Kebijakan Cegah Ancaman Demensia

 

Dorong langkah antisipasi serta kebijakan untuk mencegah ancaman Demensia dan Alzheimer di Indonesia. Penduduk usia produktif sebagai modal membangun bangsa harus bersanding serasi dengan lansia yang bahagia di masa tua.

"Usia produktif yang lebih mendominasi mesti berimbang dengan penduduk lansia yang sungguh 'berbahagia' di masa tua. Karena penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 40% kasus Demensia dan Alzheimer dapat dihindari atau ditunda dengan gaya hidup sehat," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada diskusi daring bertema Menangkal Ancaman Demensia dan Alzheimer di Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/9).

Diskusi yang dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Eva Susanti (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan), Muhammad Cucu Zakaria (Asisten Deputi BPJS Kesehatan), dan Dodik Tugasworo (Ketua Umum Ikatan Dokter Saraf Indonesia) sebagai narasumber. Hadir pula Nurhadi (Anggota Komisi IX DPR RI) dan DY Suharya (Pendiri Alzheimer Indonesia, Direktur Regional Alzheimer’s Disease International (ADI) Wilayah Asia Pasifik) sebagai penanggap. Diskusi ditutup wartawan senior, Saur Hutabarat.

Berita Terkait - Demensia dan Alzheimer Ancam Kejahteraan Hidup, Cegah sejak Dini 

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk lansia meningkat dari 18 juta jiwa (7,6%) pada 2010 menjadi 27 juta jiwa (10%) pada 2020. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi 40 juta jiwa (13,8%) pada 2035.

"Meningkatnya harapan hidup manusia dapat diasumsikan sebagai catatan positif dalam geliat pembangunan dan sistem kesehatan nasional. Meskipun, terdapat sejumlah pekerjaan rumah dalam bidang kesehatan terkait penyakit menular dan tidak menular," ujar Lestari.

Menurut World Alzheimer Report tahun 2019, sekitar 1,8 juta orang di Indonesia menderita Demensia, dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 7,5 juta pada 2050 akibat populasi yang semakin lanjut usia. Secara global, mengutip WHO, Jumlah penderita Demensia akan meningkat 40% menjadi 78 juta jiwa pada tahun 2030.

Rerie, sapaan Lestari, mengajak seluruh pihak memahami Demensia dan Alzheimer. Menurutnya, masih banyak masyarakat belum memahami dan ini bisa menjadi ancaman jika tidak diantisipasi.

"Sebetulnya gejala-gejala Demensia itu bisa diidentifikasi sejak awal. Kalau kita memiliki data yang terverifikasi dan bisa dilakukan identifikasi. Kami meyakini bahwa angka yang disebut jauh lebih kecil dari angka yang sesungguhnya," ujar Rerie.

Baca Juga - Wakil Ketua MPR Minta Negara Hadir Tangani Penyakit Demensia Alzheimer

Dikutip dari situs Alzheimer Indonesia (alzi.or.id), Demensia adalah kumpulan gejala penurunan progresif fungsi kognitif otak di antaranya gangguan daya ingat, gangguan berfikir, komunikasi, kemampuan pengambilan keputusan, mengendalikan emosi, dan fungsi otak lainnya yang dapat disertai dengan gangguan perilaku dan kepribadian yang pada akhirnya menganggu aktivitas sehari- hari. Sementara, Demensia Alzheimer adalah jenis Demensia yang paling umum ditemui di masyarakat. Ini merupakan penyakit degeneratif sel syaraf yang bersifat progresif perlahan. 

"Pada umumnya, kita terbiasa dengan kata pikun atau kepikunan dan menganggapnya normal bagi mereka yang telah mencapai usia lanjut. Padahal, kepikunan bukanlah bagian normal dari penuaan, melainkan merupakan bagian dari gejala Demensia," lanjut Rerie. 

Menyambut bonus demografi tahun 2045,  yang di mana penduduk usia produktif akan lebih banyak dibanding usia tidak produktif, Rerie mengajak seluruh pihak untuk membangun kebijakan yang terkait pencegahan ancaman Demensia dan Alzheimer di Indonesia.

Legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kabupaten Kudus, Jepara, dan Demak) ini mengatakan, usia produktif merupakan modal dasar untuk membangun negara, namun mesti juga diimbangi usia prodiktif ini bersanding serasi dengan penduduk lansia yang berbahagia di masa tua. 

"Penduduk lansia yang berbahagia akan membuat keluarganya yang berusia produktif bisa lebih memaksimalkan diri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari," tegas Anggota  Majelis Tinggi Partai NasDem itu. 

Rerie mengajak seluruh pihak untuk mendukung aksi membantu orang dengan demensia, care giver dan keluarga lintas generasi untuk sama-sama mendukung perawatan Demensia di Indonesia.

Diharapkan melalui diskusi ini, kita dapat memahami persoalan ancaman Demensia dan Alzheimer secara mendetail, kemudian menyiapkan rekomendasi pencegahan ancaman bagi lembaga pemerintahan terkait. 

Berita Lainnya - MPR Dorong Pemerintah Antisipasi Meningkatnya Kasus Demensia

"Karena pada kenyataannya, orang dengan Demensia dan Alzheimer kebanyakan berasal dari negara berpenghasilan rendah dan menengah dan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Kehadiran negara merupakan realisasi perlindungan konkrit dalam kehidupan berbangsa," pungkas Rerie.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Eva Susanti, mengatakan penanganan penyakit tidak menular seperti Demensia adalah dengan mengubah perilaku dan mindset masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Eva mengungkapkan, Kementerian Kesehatan melakukan upaya pencegahan Demensia melalui berbagai program seperti deteksi dini risiko, skrining pasien, hingga promosi kesehatan melalui berbagai media, termasuk media sosial yang bisa diakses masyarakat. 

Selain itu, tambah Eva, pihaknya juga merekomendasikan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah faktor risiko Demensia, melalui CERDIK (Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik, Diet Gizi seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres). 

Sementara itu, Asisten Deputi BPJS Kesehatan, Muhammad Cucu Zakaria, mengatakan jumlah peserta BPJS yang mengakses layanan kesehatan dengan diagnosa Demensia dan Alzheimer terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2019, ujar Cucu, jumlah peserta BPJS dengan diagnosa Demensia dan Alzheimer sebesar 5.583 orang, meningkat signifikan pada 2022 sebesar 10.414 orang. Seiring naiknya penderita Demensia dan Alzheimer, tambah dia, pembiayaan di BPJS Kesehaatan turut meningkat.

Cucu menjelaskan, peserta BPJS Kesehatan dengan Demensia dan Alzheimer akan dicover penuh dalam mengakses layanan kesehatan dengan standar tarif INA-CBG.  Fasilitas kesehatan, ujar dia, mendapat pembayaran dari BPJS untuk seluruh akses kesehatan bagi peserta, antara lain administrasi, konsultasi, pemeriksaan, obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Ketua Umum Ikatan Dokter Saraf Indonesia, Dodik Tugasworo mengatakan, seiring naiknya jumlah lansia maka meningkat pula jumlah penyakit neurodegeneratif seperti Stroke, Parkinson, dan termasuk Demensia. Menurutnya, Demensia adalah fenomena gunung es dengan sebagian besar belum atau tidak terdiagnosis. Dodik mengungkapkan, faktor risiko Demensia secara umum bersifat multifaktorial. Beberapa hal yang mendasari faktor risiko di antaranya, usia, jenis kelamin, cidera, penyakit jantung, pola dihudup tidak sehat, diabetes, infeksi, faktor lingkungan, dan termasuk depresi.

Dodik mengungkapkan sejumlah tantangan dalam menghadapi kasus Demensia. Dari sisi petugas medis, tidak semua dokter dapat melakukan deteksi dini, dapat terjadi miss diagnosis sehingga pasien tidak mendapat penanganan yang sesuai, rujukan pasien Demensia yang belum tepat, dan pemeriksaan neuropsikologi membutuhkan waktu lama. Sementara tantangan dari sisi penderita, ungkap Dodik, pasien memiliki penyakit komorbid, biaya perawatan tinggi, deteksi dini yang kurang, dan stigma yang mewajarkan kepikunan.

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi menegaskan negara wajib menjamin akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. 

"Diperlukan langkah antisipatif dan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi masalah Demensia dan Alzheimer," ujar Nurhadi. 

Artikel Terkait - Penduduk Usia Produktif Harus Bersanding Serasi dengan Lansia untuk Hindari Demensia dan Alzheimer

Dia mendorong pemerintah untuk memastikan peningkatan pemahaman masyarakat dalam upaya pencegahan,  deteksi dini, pengobatan, dan perlindungan para lansia dari Demensia dan Alzheimer. 

"Sebab pada titik tertentu, populasi Indonesia didominasi masyarakat yang lansia, Demensia dan Alzheimer berpotensi bisa mengancam produktivitas dan keberlangsungan bernegara," imbuhnya.

Pendiri Alzheimer Indonesia, DY Suharya, sependapat dengan Rerie tentang penerapan pola hidup sehat yang dapat mengurangi risiko Demensia. Ia mengajak seluruh pihak untuk menciptakan lingkungan yang ramah akan lansia dan Demensia. Suharya juga meminta agar ada penanganan khusus pada Demensia dan lansia terutama saat mengakses layanan kesehatan. 

"Kerap kali, mereka harus menunggu lama untuk berkonsultasi atau untuk diberikan penanganan. Padahal, proses yang lambat akan semakin menambah progresifitas Demensia yang dialami," tegasnya. 

Wartawan senior, Saur Hutabarat mengatakan, tingginya angka Demensia dan Alzheimer di Indonesia berkorelasi dengan rendahnya minat olahraga terutama jalan kaki dan rendahnya minat membaca. Ia mendorong agar digalakkan minat jalan kaki dan membaca. Menurut Saur, jalan kaki merupakan olahraga murah yang dapat diakses sebagai langkah pencegahan penyakit. 

Sementara, kegemaran membaca akan membuat otak terus bekerja dan menjadi sehat. Sebaliknya, tegas Saur, jika otak jarang dipakai maka akan usang dan berpotensi terkena Demensia.***