Berita

Optimisme dan Kewaspadaan Modal Penting untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

 

Optimisme diperlukan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan baru. Namun, langkah antisipasi juga harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan yang datang. 

"Kita berangkat dari sebuah kondisi dimana kepemimpinan baru yang terpilih mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat. Ini merupakan modal yang baik untuk mengambil langkah-langkah ke depan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2025 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/11). 

Berita Terkait - Lestari Moerdijat Bicara soal Dua Modal Penting untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Diskusi yang dimoderatori Dr. Radityo Fajar Arianto, MBA (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. Ni Made Sukartini, SE., M.Si., MIDEC (Ketua Program Studi Magister Ekonomi Kesehatan Universitas Airlangga) dan David Sumual (Kepala Ekonom, PT Bank Central Asia) sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Dr. Shohibul Imam (Anggota Komisi XI DPR RI), Dr. Sonny Y. Soeharso (Wakil Sekretaris Dewan Pakar Partai NasDem), dan Muchamad Ghufron (Deputy Editor In Chief CNBC Indonesia) sebagai penanggap. 

Menurut Lestari, dalam pidato perdana Presiden Prabowo pada 20 Oktober lalu menyebutkan empat poin penting dalam fokus pembangunan ekonomi nasional yaitu swasembada pangan, swasembada energi, pembenahan subsidi, dan hilirisasi. Realisasi sejumlah program tersebut, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, dinilai sejumlah pihak akan menuju ke arah perbaikan ekonomi di masa datang. 

Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, juga mengungkapkan pada akhir September lalu, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 4,8% sampai 5,6% pada 2025. Opitimisme tersebut, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejatinya merupakan modal yang baik untuk menggerakkan ekonomi nasional di tengah sejumlah tantangan yang ada. 

Rerie berharap sejumlah tantangan di sektor ekonomi tidak menjadi penghalang langkah kita untuk mencapai tujuan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. "Optimisme diperlukan dalam mengupayakan pertumbuhan ekonomi, tetapi jangan lupa mempersiapkan langkah antisipasi sambil terus berproses mencari solusi untuk menjawab  tantangan yang dihadapi," ujar Rerie. 

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia, David Sumual mengungkapkan, perekonomian Indonesia masih dipengaruhi oleh dinamika global seperti hasil Pemilu Amerika Serikat dan melambatnya perekonomian Tiongkok. Menurut David, saat ini dunia masih penuh ketidakpastian itu antara lain diwarnai utang Amerika Serikat yang mencapai 120% PDB dan  konflik geopolitik di sejumlah kawasan. David berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa mengandalkan tabungan domestik semata, bila ingin mencapai di atas 5%.

"Kalau perekonomian Indonesia mau tumbuh 6%-7% harus mampu menyerap investasi asing 3-4 kali lipat lebih besar daripada tahun ini," tegas David. Sangat disayangkan, tambah David, yang terjadi di Indonesia saat ini malah terjadi deindustrialisasi. Sementara, ujar dia, di negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, malah mengalir investasi asing ke dalam negeri di sejumlah sektor. David berharap pada 10-15 tahun mendatang bonus demografi yang kita miliki dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 

Ketua Program Studi Magister Ekonomi Kesehatan Universitas Airlangga, Ni Made Sukartini mengungkapkan prioritas aktivitas ekonomi yang diambil pemerintah berbeda dengan prioritas aktivitas ekonomi individu, rumah tangga dan perusahaan. Upaya pemerintah untuk mencapai sejumlah target yang dicanangkan, jelas Ni Made,  mendorong peningkatan belanja yang memicu kondisi negara mengalami defisit anggaran. Ni Made berharap, kebijakan anggaran dengan pengeluaran yang lebih tinggi pada 10 tahun terakhir dapat mendorong penyerapan tenaga kerja dan pendapatan rumah tangga untuk meningkatkan daya beli. 

Berita Lainnya - Lestari Moerdijat: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Demi Keberlanjutan Pembangunan

Upaya pemerintahan baru untuk mewujudkan swasembada pangan melalui ekstensifikasi pertanian, menurut Ni Made, harus dicermati dari sisi kapasitas masyarakat di luar Jawa dalam menanam padi. Di masa Orde Baru, ujar dia, upaya ekstensifikasi pertanian di luar Jawa didahului dengan program transmigrasi dari Jawa ke daerah tujuan di luar Jawa. "Ada proses asimilasi budaya dalam hal menanam padi dari masyarakat Jawa ke masyarakat tujuan transmigrasi, yang merupakan bagian dari terealisasinya swasembada pangan di masa itu," ujarnya. Jadi, tegas Ni Made, catatan untuk upaya ekstensifikasi pertanian di luarJawa harus disiapkan terlebih dahulu tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang tepat untuk mewujudkan swasembada pangan. 

Anggota Komisi XI DPR RI, Shohibul Imam mengungkapkan pertumbuhan perekonomian global saat ini melambat. Berdasarkan pengamatannya terhadap pidato Presiden Prabowo pada saat mengucapkan sumpah jabatan, menurut Shohibul, terkandung optimisme dalam mewujudkan sejumlah program. Menurut dia, optimisme itu penting untuk mencapai target pertumbuhan 8% yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo. Berdasarkan pengamatan Shohibul, arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru adalah ekonomi kerakyatan dengan adanya rencana penghapusan utang macet di sektor UMKM. 

Wakil Sekretaris Dewan Pakar Partai NasDem,  Sonny Y. Soeharso berpendapat, dalam upaya menyukseskan sejumlah program andalan pemerintahan baru harus diperhatikan kesesuaiannya dengan postur anggaran yang ada. "Prioritas program dan postur anggaran itu harus sesuai, sehingga diperlukan juga politik anggaran yang tepat," ujar Sonny. Menurut dia, bila penanganan sektor ekonomi nasional hanya biasa saja pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5%. 

"Perlu kebijakan, strategi dan program kerja yang tepat agar kita mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7%-8%," tambah dia. Sonny menyarankan pemerintah mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan pasar global, sebagai bagian upaya untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. 

Deputy Editor In Chief CNBC Indonesia, Muchamad Ghufron mengakui Indonesia sangat lemah dalam menarik investor asing di sektor teknologi dan turunannya. Para calon investor itu, menurut Ghufron, banyak mengeluhkan kesulitan mendapatkan kemudahan investasi dan pembebasan lahan. Karena sulit, tambah dia, para investor itu pun memilih Johor, Malaysia, untuk membangun pabrik. Ghufron menyarankan agar pemerintah berupaya merevisi sejumlah peraturan yang menghambat investasi. Di sisi lain, jelas dia, terkait impor kebijakan yang diambil pemerintah terkesan sangat terbuka seperti di sektor industri tekstil dam fashion, serta produk turunannya. "Untuk impor harus menciptakan kebijakan yang melindungi produk lokal," ujarnya. 

Wartawan senior Saur Hutabarat sependapat untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pemerintah harus mampu meningkatkan 3-4 kali lipat investasi langsung ke dalam negeri. Untuk merealisasikan hal itu, ujar Saur, pemerintah harus belajar dari Singapura yang sangat disukai para investor. Di Singapura, investor dan pengusaha lokal mendapatkan perlakuan yang sama. 

Baca Juga - Ini Dia 2 Modal Penting Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Di Indonesia, jelas Saur, untuk memasuki kawasan wisata Candi Borobudur saja kita memberlakukan harga tiket yang berbeda antara wisatawan asing dan domestik. "Jadi kita hidup di lingkungan global, tetapi kita tidak bisa berlaku global. Untuk masuk kawasan Candi Borobudur saja ada diskriminasi harga tiket antara wisatawan asing dan domestik," ujarnya. Menurut Saur, modal atau kapital itu tidak mengenal warga negara. Jadi, tegasnya, bila kita memberi perlakuan yang berbeda terhadap investor asing, pasti mereka lari ke negara lain. *