Pustaka Lestari

Penyebaran Covid-19 di Klaster Perusahaan: Keselamatan Manusia Harus Diletakan Diatas Pemulihan Ekonomi

Kamis, 10 September 2020 HAM, keselamatan manusia, covid-19

 

Dalam kondisi “new normal” pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang dicanangkan Pemerintah, kita terbawa pada narasi pemulihan ekonomi. Perusahaan sebagai aktor kapital yang dianggap penting bagi pemulihan ekonomi diberikan berbagai bantuan.

Salah satunya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23/2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Aturan tersebut dirancang untuk menyelamatkan badan usaha negara, perbankan, dan dunia usaha.

Dalam fase ini,  ada fenomena yang sepertinya gagal dipahami berkaitan dengan hak atas kesehatan lebih jauh lagi seperti hak hidup warga negara Indonesia, yakni potensi penyebaran virus Covid-19 di perusahaan. Misalnya, kasus yang terjadi di pulau Jawa saja tersebar di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, mengumumkan penambahan 205 kasus baru Covid-19, pada Rabu, 8 Juli 2020 yang lalu. 

Dengan tambahan itu, kini total kasus positif Covid-19 di Jawa Tengah mencapai 5.083 orang. Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, menyebut terdapat lonjakan kasus di wilayahnya yang berasal dari klaster perusahaan mencapai 33 persen. Perusahaan yang dimaksud ada garmen, BUMN, dan minyak dan gas (migas) yang lokasinya ada yang di pelabuhan.

Awal bulan Juli 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi mengkonfirmasi bahwa area PT. Unilever Indonesia, tepatnya Savoury Factory, menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Data yang didapatkan setelah digelar tes swab terhadap 265 karyawan PT. Unilever, menemukan terdapat 36 orang dalam area itu positif terinfeksi Covid-19.

Dengan rinciannya, terdapat 21 karyawan dan 15 orang keluarga karyawan. Klaster Unilever ini membuat kasus terkonfirmasi positif Covid-19 kembali melonjak di Kabupaten Bekasi menjadi 284 kasus dengan 224 sembuh dan 20 meninggal. Sedangkan, total kasus aktif berjumlah 40 kasus.

Sebelumnya, pada awal periode 28 April – 3 Mei 2020, Ketua Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 di Jawa Timur mengumumkan hasil tes swab dengan metode PCR  di PT. HM Sampoerna khususnya pabrik Rungkut 2, Kota Surabaya, Jawa Timur. Hasilnya, sebanyak 63 karyawan pabrik rokok telah dinyatakan positif Covid-19. Pada tes swab tahap satu, 34 karyawan positif Covid-19, sedangkan pada tahap kedua tercatat 29 karyawan positif Covid-19

Menyikapi hal tersebut, berdasarkan Pedoman United Nation Office of the High Commissioner on Human Rights (UN OHCHR) untuk Covid-19, dalam bagian “Dampak Sosial dan Ekonomi”, menyatakan bahwa  “kesehatan dan keselamatan kerja mereka yang bekerja selama krisis ini, khususnya petugas kesehatan, harus dinilai dan ditangani. Tidak seorang pun harus merasa dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak perlu membahayakan kesehatan mereka karena mereka takut kehilangan pekerjaan atau gaji.”

Dalam konteks ini pemerintah perlu mengatur  jam malam, isolasi yang ketat dan hanya perjalanan penting, setiap dan setiap pekerja kunci yang diminta untuk melanggar jam malam ini memiliki hak untuk mengharapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih tinggi sejalan dengan peningkatan risiko ini.

Di Indonesia, pada tanggal  20 Mei 2020, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah meluncurkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Perusahaan untuk memberikan perlindungan kerja dan memastikan keberlangsungan usaha.

Dalam Surat Edaran tersebut, para pengusaha diharapkan dapat mengenali prioritas usaha, identifikasi risiko pandemi, merencanakan mitigasi risiko, identifikasi respon dampak pandemi, merancang dan mengimplementasikan perencanaan keberlangsungan usaha, mengkomunikasikan perencanaan keberlangsungan usaha, dan melakukan pengujian perencanaan keberlangsungan usaha. Sanksi administrasi akan diberikan jika terbukti melakukan pelanggaran di tengah normal baru, namun dapat dilihat, Kemenaker lebih mendahulukan pembinaan kepada perusahaan. Fokus Kemenaker ialah bagaimana perusahaan tetap bisa melangsungkan usahanya, tetap produktif tapi kesehatan para pekerjanya bisa terjaga.

Sementara di level daerah, pendekatannya pun beragam. Pemerintah DKI Jakarta, misalnya, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1363 tahun 2020 tentang Protokol Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Perkantoran atau Tempat Kerja pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.

Sementara di Jawa Barat ada 58 dari 5.800 industri atau perusahaan di Jawa Barat dicabut izin operasionalnya oleh Kementerian Perindustrian karena melanggar peraturan operasional di tengah pandemi Covid-19. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat menggunakan dasar peraturan menteri perindustrian nomor 4 tahun 2020 tentang masa operasional pabrik di masa pandemi untuk melakukan tindakan ini.

Kondisi di atas menjadi bukti bahwa pekerja berada dalam situasi yang rentan, dan kerentanan ini meningkat saat pelonggaran PSBB dilaksanakan di beberapa daerah. Mereka harus tetap memenuhi ekspektasi masyarakat agar perekonomian mikro maupun makro tetap terselamatkan di tengah pandemi.

Penyebaran yang signifikan terjadi di tengah pekerja, terutama yang harus menjalankan operasional pabrik, karena implementasi yang setengah-setengah dan pemantauan yang kurang menyeluruh. Hal tersebut sangat disayangkan karena berbanding terbalik dengan keinginan untuk tetap menjaga Indonesia dari disrupsi besar dari pertumbuhan ekonomi yang menurun. Jika memang ingin menjaga, idealnya Pemerintah Indonesia dapat lebih menegaskan untuk perlindungan bagi pekerja.

Sebagaimana juga disampaikan OHCHR, bahwa keadaan pandemi COVID-19 ini merupakan ajang bagi pelaku usaha untuk menunjukkan komitmen lebih tinggi dalam penghormatan Hak Asasi Manusia. Jenis resiko atau sifat peran bisnis dalam masa krisis ini memang berbeda, tetapi tanggung jawab untuk menghormati Hak Asasi Manusia berlaku untuk semua.

Keberlangsungan perekonomian bukan berarti menanggalkan hak atas kesehatan bagi setiap individu yang eksis sebagai pekerja. Sangat penting bagi Pemerintah Indonesia dan sektor Bisnis untuk merujuk protokol kesehatan paling ketat demi memastikan keamanan dan kesehatan lebih dari apapun.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan Kementerian yang berwenang dalam bidang ekonomi  sebaiknya melakukan pemantauan yang menyeluruh dan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap sektor Industri.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk memantau secara khusus pekerja sektor industri, baik badan usaha milik negara ataupun swasta sebagai subjek yang rentan terdampak Covid-19 mengingat aktivitas sehari-harinya yang memerlukan interaksi dengan banyak pihak.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk bekerja sama dalam memastikan perlindungan, penghormatan, dan ketersediaan  akses pemulihan (remedy) sesuai dengan Prinsip Panduan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Bisnis dan HAM.

Perusahaan-perusahaan perlu dengan segera secara mandiri melakukan penilaian risiko dengan menyesuaikan penilaian pada konteks, industri, dan rantai pasok; dan Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia untuk menghormati hak-hak pekerja dengan menerapkan protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. *)

*Diolah dari berbagai sumber oleh tim Wakil Ketua MPR RI