Pustaka Lestari

Zona Nyaman Ratu Kalinyamat

Senin, 05 Oktober 2020 pahlawan nasional, jepara, ratu kalinyamat

 

Sejatinya ketika sang suami terbunuh karena urusan suksesi kekuasaan, ia bisa saja memilih berdiam diri  dan menikmati kekayaan warisan keluarga kerajaan Demak sang pewaris pamungkas kerajaan Majapahit yang digjaya. Namun  ia memilih melawan dalam diam, yang dikenal sebagai tapabrata Ratu Kalinyamat ( - 1579), ia menghukum pembunuh suaminya, Arya Penangsang sang Adipati Jipang yang juga adalah sepupunya. Tentu saja perlawanan yang ia lakukan tidak dilakukan langsung melalui pertempuran di medan perang, tetapi melalui negosiasi dan persekutuan politik bersama Joko Tingkir, raja pertama Kerajaan Pajang yang bergelar Sultan Hadiwijaya (1549-1582).  Pun, ketika  nama dan kekayaannya telah diraih kembali seiring kematian aryo penangsang, ia bisa memilih untuk menikmati harta kekayaan sebagai penguasa Jepara dan menikmati segala puja puji sebagai ratu dan limpahan keuntungan dari perdagangan. Dapat dibayangkan sebenarnya betapa sibuknya untuk mengelola wilayah Jepara dan perdagangan. Tetapi ia melangkah jauh melebihi tanggung jawabnya. Ia membangun persekutuan dengan Kerajaan – kerajaan lain di luar wilayahnya. Tercatat Ratu yang ketika muda bernama Ratna Kencana ini pernah membantu Banten, Aceh , Johor, dan Ternate, dengan membangun armada laut.

Tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 kapal memenuhi permintaan Sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa. Tidak jera tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang Hitu di Ambon dari gangguan bantuan bangsa Portugis. Kemudian 1573 atas permintaan Sultan Aceh Ratu Kalinyamat  mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara ke Malaka untuk menyerang Portugis. Atas peristiwa itu Portugis mencatatnya sebagai “rainha de Japara, senhora ponderosa e rica, de kranige Dame” yang artinya Ratu Jepara seorang perempuan yangkaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani.

Sudah pasti ia adalah ahli negosiasi dan diplomat ulung karena ia menjalin hubungan kerja sama tidak hanya di pulau Jawa, tetapi menembus ke sumatera, Banten dan Maluku. Dapat dipastikan ia kaya-raya bukan hanya karena ia adalah turunan dari kerajaan besar di tanah jawa, tetapi juga karena kemahirannya dalam berdagang. Ia menguasai perdagangan bilateral dan internasional.  Ia tidak pernah terjun langsung sebagai panglima perang, tetapi ia tidak sungkan untuk berperang dan membantu sekutu untuk berperang. Ia peletak gagasan wawasan nusantara, gagasan yang melebihi zamannya, jauh sebelum Deklarasi Djuanda dilahirkan di tahun 1957, lima abad kemudian.

Sebagai isteri, ia setia, sebagai perempuan ia tidak risih untuk memimpin, ia juga tidak risih ketika ia tidak memiliki anak. Kewajiban sosial yang selalu dibebankan kepada seorang perempuan yang telah bersuami. Ia mengasuh kemenakan dan adiknya selayaknya anak. Ia tidak khawatir ketiadaan anak menjadi pemicu masalah suksesi penerus dirinya, seperti kejadian yang menimpa suaminya. Perempuan tempatnya di dapur, sumur dan kasur tidak berlaku baginya. Ia tidak masgul ketika ia tidak memiliki keturunan, masalah yang kebanyakan menjadi beban perempuan yang mendapat stigma sebagai tidak mampu memberikan keturunan.

Dari sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang bernama Jepara lahir cerita tentang sepak terjang seorang ratu kalinyamat.  Ia juga mengembangkan seni ukir Jepara yang masih terkenal sampai sekarang, diwariskan dari ayah mertuanya. Sayangnya tidak semua kebesaran maupun warisan lainnya tercatat dengan baik. Di Jepara sendiri selain cerita yang terus melekat di rakyat Jepara, terdapat beberapa nama daerah yang berasosiasi dengannya. Seperti daerah Kalinyamat, Prambatan (konon tempat di mana Pangeran Kalinyamat mati terbunuh, namun sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaganya), Kaliwungu (dipercaya sebagai tempat sungai yang tercemar kucuran darah Pangeran Kalinyamat sehingga berwarna ungu).

Namun, situs istana ataupun galangan kapal untuk membangun kapal perangnya belum ditemukan. Demikian pula temuan mata uang ataupun artefak yang menunjukan adanya transaksi perdagangan yang menjangkau sampai tingkat internasional. Beberapa ahli menduga kemungkinan besar istana Ratu Kalinyamat terbuat dari kayu, sehingga musnah ditelan waktu, sementara banjir besar dan gerusan pantai Jepara membuat galangan kapal sepanjang sungai dan pantai Jepara tertutup tanah selama ratusan tahun.

Di atas semua itu, selayaknya penduduk Jepara patut berbangga hati, karena dari rahim Jepara tumbuh tiga tokoh perempuan besar pada jamannya: Ratu Shima (611 -695), Ratu Kalinyamat (1579) dan RA. Kartini (1879 – 1904). Masing-masing dengan kehebatannya yang dihormati pada jamannya. Sehingga tidak heran jika  Pemda Kabupaten Jepara membuat Tugu Puteri Jepara  di tahun 2016 untuk mengabadikan kiprah Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan Kartini. Tantangannya adalah apakah di era sekarang dari tanah Jepara akan lahir pemimpin-pemimpin perempuan sehebat mereka?

Arimbi Heroepoetri.,SH.LL.M - Direktur PKP Berdikari, Fellow MIT – UID Ideas 5.0, Staf Ahli Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI).