Senin, 28 Desember 2020
kesetaraan gender, gender equality, gender
Oleh: Arimbi Heroepoetri.,S.H.,LL.M
(Staf Ahli Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI); Direktur PKPBerdikari, Fellow MIT – UID Ideas 5.0)
Meskipun formatnya berbeda, secara umum tujuan sebuah konferensi, simposium, talkshow dan acara sejenisnya adalah untuk membahas sebuah topik tertentu di mana hasil dari pembahasan tersebut dimaksudkan antara lain untuk membahas masalah dan tantangan atau kesempatan dengan tujuan mencari solusi yang inovatif. Atau menyebarluaskan hasil penelitian dan temuan baru agar dapat dikelola atas kepentingan pembangunan. Juga mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang tepat. Salah satu ciri khas acara-acara di atas adalah yang menjadi narasumber dianggap seseorang ahli yang mendalami topik yang diangkat, baik secara teoritis maupun secara praktis.
Laporan tahunan “Gender Diversity & Inclusion in Events Report 2019." Yang dikeluarkan oleh Bizzabo (sebuah perusahaan pengelola acara berbasis di New York, Amerika) menemukan bahwa 70 persen pembicara adalah laki-laki, sementara sisanya 30 persen adalah perempuan. Menurut penelitian yang mencakupkan 60,000 pembicara konferensi dari 55 negara yang diselenggarakan selama 2013-2019, Kenya memiliki kesetaraan yang paling tinggi, di mana 42 persen pembicara adalah perempuan. Sedangkan negara yang dianggap cukup progresif seperti Belanda, Jerman dan Inggris hanya mencapai 22, 16 dan 25 persen pembicara perempuan.
Yang memprihatinkan, Indonesia termasuk 18 negara, dari 55 negara yang diteliti, dengan presentase pembicara perempuan mendekati nol persen. Sisanya adalah Turki, Republik Czech, Korea Selatan, Philippina, Pantai Gading, Macau, Norwegia, Malta, Qatar, Polandia, Bahamas, Austria, Malaysia, Finlandia, Uruguay, Peru and Slovakia.
Lebih parah lagi, kesetaraan gender dalam konferensi tidak dicapai dalam sektor satupun, termasuk sektor yang secara umum didominasi oleh perempuan atau di mana pemangku kepentingannya kebanyakan perempuan. Survei yang dilakukan oleh Women In PR (Public Relation) dan Opinium (sebuah perusahaan Penelitian Pasar) menunjukkan bahwa meskipun dua pertiga dari profesional PR dan komunikasi di Inggris adalah perempuan, hanya seperempat (24%) pembicara di konferensi PR adalah perempuan.
Dari uraian di atas, jelas pencapaian kesetaraan gender pembicara konferensi secara global, maupun di Indonesia, masihlah jauh. Ketidakmampuan untuk mencapai kesetaraan gender bagi pembicara acara-acara di atas sebenarnya bertentangan dengan temuan yang membuktikan bahwa kesetaraan gender dan keragaman secara umum sangat penting dan bermanfaat untuk inovasi, kreativitas, dan pemecahan masalah, baik untuk pemerintahan, bisnis maupun organisasi non-profit.
Manfaat dan Pentingnya Keragaman Kepegawaian
Tenaga kerja yang beragam menghasilkan ide-ide yang beragam di mana keberagaman ide tersebut dapat meningkatkan daya saing sebuah perusahaan atau daya inovasi sebuah kementerian. Organisasi yang bersifat homogen cenderung menghasilkan ide-ide yang sudah basi, selalu dari perspektif dan pengalaman yang sama.
Selain membawa ide-ide yang lebih baik, budaya keragaman juga diketahui meningkatkan pemikiran kreatif serta kemampuan untuk memecahkan masalah, disebabkan keragaman pengalaman dan perspektif. Menurut penelitian Harvard Business Review, keterlibatan perempuan meningkatkan kecerdasan para peserta diskusi. Jika suara perempuan dapat didengarkan dalam diskusi, kecerdasan kolektif kelompok meningkat. Dalam uji-coba Harvard Business Review, di mana beberapa tim diberikan berbagai tugas yang menantang, tim yang terdiri dari anggota dengan IQ lebih tinggi bukanlah tim yang paling unggul – justru tim dengan lebih banyak perempuan yang unggul, meskipun IQ anggotanya lebih rendah.
Laporan Delivering Through Diversity yang terbaru dari McKinsey juga menemukan bahwa perusahaan yang merangkul keragaman gender dalam tim eksekutifnya jauh lebih kompetitif dan 21 persen lebih mungkin mengalami keuntungan di atas rata-rata. Menurut laporan McKinsey, diperkirakan bahwa menutup kesenjangan gender akan menambah USD 28 triliun pada nilai ekonomi global pada tahun 2025 - meningkat 26 persen. Ringkasnya, perusahaan dan masyarakat lebih mungkin untuk tumbuh dan makmur dengan pencapaian kesetaraan gender.
Jelas bahwa kesetaraan gender dan keberagaman memberikan manfaat yang sangat besar baik dalam dunia pemerintahan, bisnis ataupun LSM. Kesetaraan gender pembicara merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditolak.
Kesetaraan Gender Pembicara Bagi Kemajuan Perempuan
Jika hanya orang-orang yang memiliki otoritas akan secara de fakto dianggap ‘ahli,’ dan jika mereka semua adalah laki-laki, itu sama dengan menyatakan bahwa laki-lakilah adalah ahli, bahwa laki-lakilah yang tahu segalanya. Dengan demikian, peranan perempuan dianggap kurang penting dan tidak relevan.
Berpartisipasi dalam konferensi sebagai pembicara adalah faktor yang sangat penting untuk kemajuan profesi. Berpartisipasi dalam diskusi panel di sebuah konferensi menawarkan para profesional peluang berharga untuk membangun jaringan, menunjukkan keahlian, dan terpapar pada informasi dan peluang baru. Jika menjadi pembicara, reputasi pembicara di lembaganya sendiri juga akan meningkat.
Jika kebanyakan pembicara adalah laki-laki, tentu karir laki-laki akan lebih unggul dibandingkan karir perempuan. Kegagalan untuk memperluas peluang semacam ini bagi perempuan pasti menghambat tujuan kesetaraan gender yang lebih luas dalam posisi kepemimpinan di dunia bisnis, pemerintahan, LSM, Pendidikan dll.
Di Indonesia malah masih ada kebiasaan untuk mengundang pemilik jabatan tertinggi dari suatu lembaga. Padahal, pertama, yang bersangkutan belum tentu memahami detail topik yang akan dibahas dan kedua, sangat mungkin tidak akan hadir pada harinya dan mendisposisikan orang yang terkadang sama sekali tidak kompeten. Ini kondisi khusus di Indonesia yang juga harus diatasi – tidak hanya untuk memenuhi kesetaraan gender, tetapi juga untuk menjamin pembahasan yang akan mencerdaskan para hadirin, agar menghasilkan rekomendasi yang tepat, inovatif dan penuh kreativitas. Sebagai negara yang sedang berkembang, sebagai emerging economy, kebutuhan pembangunan yang setara dan yang bersifat berkelanjutan menuntut kualitas pembahasan, bukan bergengsinya sebuah panel.
Bagaimana Penyelenggara Konferensi dapat Meningkatkan Partisipasi Perempuan?
Penyelanggara harus menyadari pentingnya kesetaraan gender dalam pembahasan masalah, isu-isu, berinovasi, memanfaatkan kesempatan dll. Untuk itu organisasi tersebut harus memiliki kebijakan yang termasuk wajibnya berupaya maksimal untuk menjamin kesetaraan gender dalam pembahasan, termasuk dalam panel diskusi.
Mencapai keseimbangan gender di acara-acara akan membutuhkan komitmen, upaya dan penekanan. Tujuan memprioritaskan keragaman gender dan keterwakilan harus dijelaskan kepada seluruh tim perencanaan. Komitmen untuk mempromosikan agenda keanekaragaman juga perlu diumumkan, agar penyelenggara acara bertanggung jawab atas komitmen-komitmen ini.
Penyelenggara konferensi yang berkomitmen untuk kesetaraan gender dalam panel pembicara tidak boleh menerima alasan apapun, sehingga meloloskan suatu acara yang tidak menghadirkan pembicara perempuan. ‘Ini bidang yang didominasi pria’ atau ‘pembicara perempuan menolak undangan’ tidak pernah menjadi alasan yang cukup baik untuk tidak memiliki perwakilan perempuan di sebuah panel.
Di beberapa negara sudah banyak sumber informasi disediakan untuk membantu penyelenggara menemukan narasumber perempuan yang berkualitas. Contohnya, Women Also Know Stuff di Amerika Serikat yang merupakan direktori para sarjana, khususnya dengan keahlian kebijakan luar negeri. Di Swedia ada Equalisters, sebuah database lebih dari 30.000 ahli perempuan yang juga narasumber yang berkualitas. Semoga di Indonesia, direktori semacam ini bisa dibuat. (291220).