Sabtu, 24 November 2018
perspektif
Bagi mereka yang beraktivitas di Jakarta tapi tinggal di wilayah pinggiran, kemacetan jalan tol atau berdesak-desakan di dalam commuter line sudah menjadi santapan setiap hari. Rata-rata 1 juta orang menggunakan jasa kereta api setiap hari dari wilayah Bogor, Bekasi dan Serpong ke Jakarta dan sebaliknya. Ratusan ribu mobil, motor dan bus menyerbu Jakarta setiap pagi dan meninggalkan ibu kota dalam deret-deret panjang tak berkesudahan sore sampai malam hari. Rasanya tak berlebihan jika sistem transportasi darat antarkota yang mumpuni masuk ke dalam wishlist hampir semua orang yang tinggal di Indonesia.
Saat ini kereta api dan bus adalah dua moda transportasi umum antarkota yang masih dominan dipakai oleh masyarakat. PT. KAI sebagai pengelola utama commuter line dan jenis kereta lainnya, sudah melakukan sejumlah perubahan mendasar dalam sistem manajemennya sehingga layanan kereta api di Indonesia menjadi jauh lebih baik dibanding 5 atau 10 tahun yang lalu. Ketepatan waktu kedatangan dan keberangkatan kereta meningkat, bersih dan tertibnya suasana stasiun-stasiun kereta saat ini masih menjadi buah bibir, terutama bagi mereka yang sempat merasakan betapa amburadulnya kondisi stasiun kereta di masa lampau. Sejumlah stasiun kereta api bahkan kondisinya layak disandingkan dengan bandar udara karena fasilitas yang komplit dan layanan prima yang diberikan pengelolanya.
Sayangnya, kondisi layanan bus antarkota masih belum bisa menyamai kemajuan yang dicapai dunia perkeretaapian Indonesia. Meski peraturan demi peraturan dikeluarkan oleh pemerintah, perusahaan-perusahaan pengelola bus antarkota masih belum sepenuhnya menaati, sehingga kita kerapkali dikejutkan oleh kabar buruk seputar kecelakaan di jalan raya atau keluhan penumpang bus yang membayar ongkos melebihi ketentuan atau bahkan diturunkan oleh sopir bus bukan di lokasi yang mereka tuju.
Karena begitu banyak pihak yang terlibat dalam usaha bus antarkota, tantangan perbaikannya tentu lebih besar dari kereta api. Koordinasi antarpemerintah daerah menjadi satu keharusan yang tidak bisa ditawar. Sinkronisasi peraturan daerah memungkinkan tatakelola bus antarkota menjadi lebih baik, karena pengawasan lebih terkontrol dan sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di jalan raya seragam di sepanjang rute yang dilalui sebuah bus, meski ia melewati jalan-jalan yang membelah dua provinsi atau lebih.
Pemerintah pusat dapat mendukung melalui kebijakan pemeliharaan jalan yang lebih baik. Selama ini, jalan rusak dan ketiadaan rambu-rambu lalu lintas sering dituding menjadi penyebab kecelakaan jalan raya yang memakan banyak korban. Konsep pemeliharaan jalan long-segment yang sudah dilakukan di beberapa provinsi termasuk Nusa Tenggara Barat dapat dilakukan di lebih banyak tempat lagi di Indonesia. Dengan sistem ini, sebuah ruas jalan provinsi atau kabupaten harus dipelihara dan dipertahankan kualitasnya secara menyeluruh dari 0 kilometer sampai akhir ruas jalan dan bukan secara parsial. Sehingga, kemantapan jalan berkesinambungan dan jalan-jalan yang sudah dibangun lebih tahan lama dan bisa dipakai sampai puluhan tahun. Naik moda gransportasi darat umum pun menjadi lebih nyaman, dan bukan tidak mungkin perlahan masyarakat akan menikmati kualitas layanan bus antarkota seperti mereka menikmati layanan kereta api Indonesia yang semakin membaik saat ini.
Artikel terkait :
https://economy.okezone.com/read/2017/10/10/320/1792430/top-krl-bisa-jadi-solusi-atasi-macet-dan-dorong-kemajuan-ekonomi
https://www.kompasiana.com/issonkhairul/57857d37779373930ad89c93/bus-antarkota-vs-standar-keselamatan-angkutan-umum?page=all
http://mediaindonesia.com/read/detail/117915-sinergi-membangun-bangsa-transportasi-untuk-kesejahteraan-rakyat