Rabu, 13 Maret 2019
berita
Pernah mengalami pelecehan seksual? Contohnya saat ada teman (laki-laki) merangkul atau memegang tangan kita, dan kita merasa risi dan tidak nyaman atas tindakan tersebut. Atau kita lagi jalan dan tiba-tiba ada laki-laki yang bersiul, mengatakan “Cantik, boleh kenalan dong”, atau kata-kata lain yang membuat kita merasa terganggu. Hal-hal tersebut termasuk dalam kategori pelecehan seksual atau sexual harassment.
Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan menimpa siapa saja. Tidak hanya perempuan, meskipun mayoritas korbannya adalah perempuan. Namun, menurut penelitian satu dari tiga perempuan mengalami pelecehan seksual dan satu dari enam laki-laki mengalami pelecehan seksual. Lalu apa itu pelecehan seksual?
Pelecehan seksual atau sexual harassment merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Pelecehan seksual memiliki cakupan yang luas atas kejadian seksual yang tidak dikehendaki, seperti, pemerkosaan, percobaan pemerkosaan, melakukan gesture seksual, lelucon dan ejekan yang bernuansa pornografi, cat calls, dll.
Sebagian besar kasus pelecehan seksual dialami oleh wanita, dan pelakunya lebih banyak adalah laki-laki. Mengapa demikian? Hal ini bisa saja terjadi karena posisi perempuan yang selalu di bawah laki-laki. Konsep patriarki yang menganggap laki-laki superior dan dominan, sedangkan perempuan adalah subordinasi dan kaum marginal.
Faktor lain yang mengakibatkan pelecehan seksual adalah kejiwaan dari pelaku kejahatan. Selain itu faktor lingkungan, kurangnya pengawasan dari orang tua, serta kurangnya edukasi terhadap seks dapat menjadi faktor penyebab banyaknya kasus pelecehan seksual.
Di Indonesia sendiri, kasus pelecehan seksual masih tinggi, tetapi kesadaran mengenai “pendidikan seks” tergolong rendah bahkan menjadi hal yang tabu. Kemudian yang terjadi adalah, para pelaku pun para korban terkadang tidak menyadari bahwa perbuatannya tergolong sebuah pelecehan. Terlebih para korban lebih memilih menutup rapat-rapat kejadian yang dialaminya, dibandingkan untuk membicarakan ke ruang publik.
Hal tersebut adalah fakta yang ada di masyarakat. Ketika ada kasus pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki kepada perempuan, sebagian besar menyalahkan pihak perempuan. Para pelaku atau pihak yang mendukung pelecehan seksual mengatakan bahwa perempuan mengambil peran dalam kasus pelecehan seksual. Misalnya, dari cara berpakaian yang dianggap terlalu seksi hingga mengundang hawa nafsu, atau mempermasalahkan perempuan yang keluar malam hari, memakai hijab tapi masih membentuk badan, dll. Padahal itu semua merupakan hak setiap perempuan dalam berpakaian. Perkara pelecehan seksual bukan terjadi atas apa yang dikenakan korban. Hal itu murni karena pelaku tidak bisa mengontrol diri dan tidak memiliki sisi kemanusiaan.
Masih adanya stigma di masyarakat yang menganggap pelecehan seksual itu sesuatu yang normal, menyamakannya dengan sejenis hubungan seksual, bukannya sebuah serangan dan justru malah menyalahkan korban. Sehingga membuat para korban enggan menyuarakan kasus pelecehan yang dialaminya. Namun, saat ada korban pelecehan yang ingin berbicara justru dianggap sebagai seorang yang mencari perhatian, bahkan kasus yang dialami dianggap sebuah kebohongan. Hal Ini menjadi salah satu alasan kenapa banyak perempuan yang menjadi korban enggan buka mulut sedangkan pelaku bebas berkeliaran dan tidak pernah dihukum.
Pelecehan seksual harus dipandang sebagai sesuatu yang serius. Bukan hanya persoalan biasa yang dihadapi oleh masyarakat. Untuk itu, sebagai sesama perempuan harus berani menyuarakan tentang kasus-kasus pelecehan seksual. Ingat kalian tidak sendirian, masih banyak perempuan-perempuan yang peduli.
Artikel terkait:
https://gitasavitri.blogspot.com/search/label/Ngomong%20sendiri