Kamis, 14 Maret 2019
berita
Indonesia telah merdeka selama hampir 74 tahun. Di balik itu semua ada pengorbanan dan perjuangan orang-orang yang rela mempertaruhkan harta hingga nyawa untuk kemerdekaan. Di antara para pahlawan itu ada sosok pahlawan wanita yang juga ikut terjun di medan perang ataupun membantu di balik layar.
Seperti pahlawan wanita dari Jepara yang namanya dikenal di seluruh pelosok negeri, bahkan hari lahirnya selalu diperingati tiap tahun. Iya dialah Raden Ayu Kartini. Namun, tahukah kalian ada pahlawan lain dari Jepara yang hidup jauh sebelum R.A. Kartini dilahirkan? Perempuan agung itu adalah ratu Kalinyamat.
Terlahir dengan nama Retna Kencana, Ratu Kalinyamat adalah salah satu putri dari Raja Demak, Sultan Trenggana yang berkuasa pada 1521-1546 Masehi. Ratu Kalinyamat merupakan cucu dari Raden Patah, pendiri kerajaan Islam pertama di Jawa. Sayangnya, belum banyak yang tahu tentang siapa Ratu Kalinyamat. Untuk itu, yuk ketahui lebih dalam sosok Ratu Kalinyamat, berikut daftarnya:
1. Ratu Kalinyamat terkenal sebagai ratu pemberani dan memiliki kekuasaan besar hingga ditakuti oleh Portugis.
Sosok Ratu Kalinyamat melegenda hingga ditakuti penjajah Portugis. Diego de Couto, penulis asal Portugis bahkan menjulukinya sebagai Rainha de Japara – Senhora Poderosa e Rica yang artinya Ratu Jepara – seorang perempuan kaya dan berkuasa. Ratu kalinyamat berkuasa dari tahun 1549-1579. Dalam kurun waktu 30 tahun kepemimpinannya, Ratu Kalinyamat berhasil membawa Jepara menjadi kerajaan maritim paling berpengaruh di Nusantara. Ratu Kalinyamat juga berhasil membangun perekonomian masyarakat jepara dengan membangun usaha galangan kapal.
2. Ratu Kalinyamat berasal dari keluarga Kerajaan Demak
Ratu Kalinyamat memiliki nama lahir Retna Kencana. Beliau adalah putri dari Raja Demak, Sultan Trenggana, sekaligus cucu dari Raden Patah, pendiri kerajaan Islam pertama di Jawa. Meski memiliki status sosial yang tinggi dan hak sebagai putri sultan. Ia dikenal sebagai gadis bangsawan yang cantik, pintar dan pemberani. Ratu Kalinyamat menikah dengan Pangeran Hadirin dari Kalinyamat, sehingga diberi gelar Ratu Kalinyamat.
3. Mengirimkan ribuan pasukan untuk membantu melawan Portugis
Di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat, Jepara kerap dimintai bantuan untuk mengusir kolonial Portugis yang mulai menguasai sejumlah wilayah di Nusantara. Setidaknya tercatat tiga kali Ratu Kalinyamat mengirim pasukan angkatan lautnya ke Malaka pada 1551, Maluku pada 1565, dan ke Kesultanan Aceh pada 1573.
Memang, pasukan Jepara mengalami kekalahan lantaran kendala alam dan teknologi persenjataan. Namun, tidak menyurutkan semangat Ratu Kalinyamat mengusir kolonialisme dari bumi Nusantara.
4. Menjalankan Tapa Wuda sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dialaminya
Ratu Kalinyamat menjalankan tapa wuda setelah kematian suami dan kakaknya. Pada saat itu, Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Penangsang. Tak terima kakaknya dibunuh, Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadirin menemui Sunan Kudus untuk meminta keadilan. Namun, Sunan Kudus tidak dapat membantu, Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadirin kemudian pulang. Di tengah perjalanannya, rombongan dihadang oleh kelompok yang dipimpin oleh Arya Penangsang, dan membuat Pangeran Hadirin terbunuh.
Ratu Kalinyamat sangat sedih dan berusaha meminta keadilan dengan cara melakukan tapa wuda. Namun, oleh kebanyakan pihak, yang dilakukan Ratu Kalinyamat diartikan secara harfiah. Yang mana melakukan tapa tanpa mengenakan sehelai pakaian pun. Padahal tapa wuda yang dimaksud adalah perilaku simbolik yang bermakna meninggalkan segala macam kekuasaan duniawi baik material dan jabatan dan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt.
5. Ratu Kalinyamat telah dua kali diusulkan sebagai pahlawan nasional
Sebelumnya, yakni pada tahun 2005 dan 2016, pernah ada gagasan agar Ratu Kalinyamat diberi gelar kehormatan pahlawan nasional. Namun, usulan tersebut ditolak oleh pemerintah, alasannya adalah kontroversi tapa wuda yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat. Pada pengusulan kali ini, dilakukan dengan melengkapi kekurangan yang bisa menjadi dasar dan justifikasi pemberian gelar.
Pada 2019 ini, Yayasan Dharma Bakti Lestari bekerja sama dengan Yayasan lembayung, Yayasan Sultan Hadlirin, Yayasan Lesbumi, dan Yayasan Darwis Nusantara mengajak Pemerintah Kabupaten Jepara dan warga Jepara khususnya serta semua pihak untuk bersama-sama menggelorakan kembali usulan pemberian gelar pahlawan nasional. Untuk itu, marilah kita bersama, bahu-membahu mendukung gagasan tersebut, dengan cara menandatangni petisi melalui http://tiny.cc/ratukalinyamat.