Rabu, 13 Oktober 2021
mbak rerie, lestari moerdijat, sahabat lestari, PPHN, UUD 1945, konstitusi, amandemen, amendemen
Perlu masukan dari berbagai pihak untuk mendapat gambaran kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya, sebelum memutuskan pembahasan wacana amandemen UUD 1945. Hasil survei Indikator menyebutkan sebagian besar masyarakat belum membutuhkan amandemen.
"Merespon wacana amandemen yang berkembang saat ini, kami melibatkan lembaga survei untuk memotret apa yang benar-benar menjadi keinginan masyarakat saat ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka Diskusi Publik bertema Menilai Urgensi Amandemen Ke-5 UUD 1945, Sudahkah Berlandaskan Kepentingan Bangsa? yang digelar Fraksi Partai NasDem MPR RI di Tangerang, Banten, Rabu (13/10).
Menurut Lestari, pertanyaan yang penting untuk dipastikan dalam merespon wacana amandemen dengan agenda memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada salah satu pasal pada UUD 1945 adalah apakah benar amandemen itu merupakan keinginanan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Apalagi, menurut Rerie, wacana amandemen ini merupakan warisan dari keanggotaan MPR RI periode sebelumnya, yang sudah pasti kondisi saat itu berbeda dengan saat ini.
Diskusi Publik ini, ujarnya, merupakan bagian upaya Fraksi Partai NasDem untuk menajamkan dan mendalami kebutuhan masyarakat yang berkembang saat ini.
Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI, Taufik Basari mengungkapkan, melakukan perubahan UUD atau amandemen UUD bukanlah hal yang tabu, karena dibenarkan oleh UUD 1945 yang membuka peluang untuk itu.
Yang menjadi persoalan, ujar Taufik, apa yang mendorong wacana untuk melakukan amandemen ke-5 terhadap UUD 1945. Tentunya, tegas dia, harus ada alasan kuat yang benar-benar datang dari rakyat.
"Karena konstitusi ini milik rakyat, sesuai arahan Ketua Umum Partai NasDem Bapak Surya Paloh, kami harus bertanya kepada masyarakat untuk mengetahui apa yang diinginkan mereka," ujar Taufik.
Melalui kerja sama dengan lembaga survei Indikator, ujar Taufik, Fraksi Partai NasDem MPR RI mencoba mendapat gambaran keinginan masyarakat saat ini.
Pada kesempatan itu, Direktur Indikator Burhanudin Muhtadi mengungkapkan, dari hasil survei yang dilakukannya pada September 2021, terungkap bahwa 69% dari kelompok elite dan 55,% responden publik yang disurvei menyatakan belum saatnya amandemen UUD 1945 dilakukan.
Menurut Jacob Tobing, yang berpengalaman sebagai Pantia AdHoc (PAH) MPR, usulan amandemen yang mengemuka saat ini seperti punya agenda tersembunyi yang dibuat oleh para elite.
Karena biasanya perubahan konstitusi itu, jelasnya, melalui proses dan kondisi kedaruratan dulu. Namun, saat ini tidak ada kondisi darurat, tetapi muncul usulan amandemen.*