Rabu, 18 Mei 2022
Indonesia, identitas, gotong royong, Nenilai, MPR RI, nilai budaya, nilai kebangsaan, kebangkitan nasional, forum diskusi denpasar 12
Nilai-nilai keindonesiaan harus dimplementasikan sebagai cara hidup. Karena melalui nilai-nilai itu, Indonesia mampu bangkit dari setiap krisis dan tantangan yang dihadapi.
"Bicara tentang nilai-nilai baik dari bangsa ini, kita bisa gali kembali pikiran-pikiran besar para pendiri bangsa seperti yang tercetus pada peristiwa Kebangkitan Nasional 1908 dan Sumpah Pemuda 1928," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka Focus Group Discussion yang digelar bersama MPR RI, Forum Diskusi Denpasar 12 dan Nenilai secara hybrid bertema Nilai-nilai Baik untuk Indonesia Bangkit; Sebuah Renungan Kebangkitan Nasional di ruang Delegasi di gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (18/5).
Hadir dalam diskusi tersebut Dr. Richard Barrett (Founder/Managing Director, Barrett Academy for The Advancement of Human Values), Uli Silalahi (Chair Women20) dan Yudi Latif MA, Ph.D (Pakar Aliansi Kebangsaan) sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Yulio S. Bulo (Direktur Operasional Pertamina Foundation), Najeela Shihab (Pendiri Sekolah Cikal dan Sekolah.mu), Tita Djumaryo (Pendiri Ganara Art - Mari Berbagi Seni dan Pengurus Koalisi Seni Indonesia), Maria Kresentia (Direktur SPAK - Saya Perempuan Anti Korupsi), Endang Suraningsih (Srikandi BUMN dan Direktur SDM Food ID), Niko Chandra (Kepala Divisi Institutional Relations, Mind ID), Politisi Partai NasDem, Prof Bachtiar Aly dan Dr. Muhammad Rahmat Yananda (Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, bangsa ini harus memahami apa yang akan dilakukan dan didalami terhadap nilai-nilai yang dimiliki.
Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, Indonesia hari ini, tidak hanya berhadapan dengan tantangan infiltrasi ideologi tetapi juga berhadapan dengan nilai yang mereduksi kekayaan nilai pada sikap skeptis dan pesimistis.
Sebagai sebuah entitas dengan keberagaman, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, menilai Indonesia memiliki filosofi kehidupan berbangsa yang bersumber dari Pancasila, UUD 1945, tata aturan lain yang menjamin keutuhan kehidupan berbangsa berbasis pada rasa kesatuan, nasionalisme yang utuh sejak digaungkan tahun 1908.
Founder/Managing Director, Barrett Academy for The Advancement of Human Values, Richard Barrett mengungkapkan kesejahteraan personal akan membentuk kesejahteraan nasional Indonesia, menurut Richard, mempunyai modal sosial yang baik untuk menuju kesejahteraan lewat nilai-nilai gotong-royong yang dimiliki.
Pakar Aliansi Kebangsaan, Yudi Latif menilai di tengah terjadinya banyak perubahan yang berdampak keterpurukan saat ini banyak alasan kita untuk bangkit. Dari mana kita mulai untuk bangkit, menurut Yudi, dimulai dari pembangunan nilai-nilai yang kita miliki, seperti budi pekerti. Budi pekerti, tambahnya, adalah perpaduan dari budi yang mengandung nilai budaya dan pekerti yang merupakan daya dan tenaga. Lewat perpaduan pengembangan kedua nilai itu kita bisa menuju kesejahteraan.
Chair Women20, Uli Silalahi berpendapat peran perempuan menjadi kunci penanaman nilai-nilai baik kepada keluarga. Besarnya dampak yang dilakukan perempuan itu, tambah Uli, maka perempuan butuh pemberdayaan agar mampu menanamkan nilai-nilai secara baik terhadap lingkungannya. Pemberdayaan perempuan, jelas Uli, kunci dalam keberhasilan pembangunan di masa datang. Dunia digital, ujar Uli, bisa mendorong percepatan pemahaman nilai-nilai yang kita miliki.
Direktur Operasional Pertamina Foundation, Yulio S. Bulo tertarik dengan pendapat Barret yang mengungkapkan pembangunan kesejahteraan sosial satu negara harus dimulai dari keluarga. Menurut Yulio, kalau proses penanaman nilai-nilai dimulai dari rumah, orang tua harus memiliki tingkat intelektual yang baik atau dari kalangan terpelajar. Yulio menilai era digital berpotensi membuat generasi muda terkungkung dengan nilai-nilai yang disukainya saja akibat pengaturan algoritma sosial media yang dimilikinya. Sehingga, tambahnya, perlu upaya yang lebih intens untuk menanamkan nilai-nilai baru kepada generasi muda lewat cara-cara yang lebih terukur.
Pendiri Sekolah Cikal, Najeela Shihab menilai ada miskonsepsi dalam menetapkan satu cita-cita, sehingga perlu sikap kritis dalam prosesnya agar mendapatkan pemahaman yang sama terhadap tujuan atau nilai-nilai yang ditetapkan bersama. Najeela berpendapat penting untuk menetapkan kesuksesan kolektif, sehingga penetapan nilai-nilai tidak untuk anak tertentu saja, sehingga harus ada keteladanan kolektif.
"Transfer pengetahuan tentang nilai-nilai dalam konteks yang lebih luas menjadi bagian penting bagi sektor pendidikan," ujar Najeela.
Pendiri Ganara Art, Tita Djumaryo berpendapat melalui pendidikan seni bisa memberikan kemampuan kritis dan inklusi sosial kepada generasi muda. Sehingga, jelas Tita, terjadi penanaman nilai-nilai lewat budaya kepada para pemuda. Dengan begitu, tambahnya, para pemuda memiliki kesempatan juga untuk menyebarkan nilai-nilai yang kita miliki seperti keberagaman dan berpikir kritis. Diharapkan seni bisa menjadi media untuk penanaman nilai-nilai keindonesiaan di kalangan generasi muda.
Direktur SPAK, Maria Kresentia mengungkapkan bahwa korupsi dekat sekali dengan keseharian kita. Karena itu, tambahnya, nilai-nilai antikorupsi harus ditanamkan sejak dini lewat permainan yang menyenangkan. Dengan permainan itu, ujar Maria, komunitasnya menyampaikan nilai-nilai antikorupsi kepada keluarga dan masyarakat. Karena, menurut Maria, tindak korupsi merupakan awal dari pelanggaran terhadap nilai-nilai. Sehingga penting untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada kelompok usia dini hingga orang dewasa.
Direktur SDM Food ID, Endang Suraningsih menilai keberagaman merupakan nilai-nilai yang kita miliki. Menurut Endang, pelangi itu indah karena berwarna-warni. Perbedaan itu bukan untuk diperbandingkan, tapi untuk disandingkan agar memperlihatkan keindahan. Keberagaman atau gender diversity di lingkungan BUMN, ujar Endang, memberi dampak positif terhadap perkembangan bisnis.
Menurut Kepala Divisi Institutional Relations, Mind ID, Niko Chandra, membicarakan nilai-nilai sangat terkait dengan pengembangan entitas bisnis Perusahaan dengan corporate value, jelas Niko, memiliki peluang tumbuh dua kali lebih besar dari yang tidak menerapkan nilai-nilai tertentu.
Politisi Partai NasDem, Prof Bachtiar Aly berpendapat modal sosial yang kita miliki harus terus digaungkan kembali bagaimana kita bicara lebih santun, membangun gotong-royong dan keberagaman. Tingkat kemarahan masyarakat yang tinggi saat ini, ujar Bachtiar, harus dijawab dengan membuka ruang seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapat di ruang publik.
Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Muhammad Rahmat Yananda berpendapat, nilai-nilai kebhinekaan dapat diaktualisasikan dalam keseharian.
"Apakah keberagaman kita membawa suatu kebaruan atau kemajuan, itu yang menjadi tantangan sekarang," ujar Muhammad.
Jurnalis senior, Saur Hutabarat menegaskan soal besar yang kita hadapi saat ini adalah mengakhiri kontradiksi yang ada dari jerat nilai-nilai yang kita miliki.
"Bagaimana dengan modal sosial yang begitu besar bisa terjadi berbagai korupsi di negeri ini?" ujar Saur.
Untuk mengakhiri kondisi ini, Saur menegaskan, harus diwujudkan perluasan keteladanan kolektif terhadap nilai-nilai keindonesiaan yang kita miliki.*