Kamis, 19 Januari 2023
lestari moerdijat, Kekerasan terhadap anak, Guru Indonesia, Pendidikan, Kekerasan Seksual
Upaya mewujudkan rasa aman di satuan-satuan pendidikan harus benar-benar direalisasikan untuk melindungi peserta didik dari ancaman kekerasan seksual yang berpotensi merusak masa depan generasi penerus bangsa.
"Catatan kasus kekerasan seksual terhadap anak di mana pun, baik di satuan pendidikan, di rumah atau di tempat umum, harus segera direspon dengan tindakan nyata untuk mencegah aksi kekerasan terjadi, karena anak adalah masa depan bangsa ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/1).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan sebanyak 17 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan telah diproses hukum, sepanjang 2022. Kasus terbanyak di satuan pendidikan yang berlatar belakang agama.
Dari kasus tersebut tercatat 117 korban anak-anak dengan rincian 16 anak laki-laki dan 101 anak perempuan, dengan pelaku berjumlah 19 orang.
Menurut Lestari, ancaman kekerasan seksual terhadap anak di lembaga pendidikan harus menjadi perhatian semua pihak untuk kemudian diambil langkah-langkah nyata untuk mengatasinya.
Lembaga pendidikan, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, adalah tempat tunas-tunas bangsa disemai untuk kemudian diharapkan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berakhlak mulia, berkarakter dan tangguh menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Sehingga, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, para pemangku kepentingan di pusat dan daerah mampu memastikan para pengelola lembaga pendidikan menyelenggarakan proses pendidikan sesuai dengan kebijakan dan norma yang berlaku.
Di sisi lain, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, langkah-langkah pengawasan terhadap jalannya proses belajar mengajar pada lembaga pendidikan harus dilakukan secara konsisten dan terukur, agar bila terjadi penyimpangan dalam proses pembelajaran dapat segera diperbaiki dan tidak menimbulkan korban.
Rerie sangat berharap satuan pendidikan mampu menghadirkan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak seperti diamanatkan Pasal 54 UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Selain itu, Rerie juga mendorong Kementerian Agama yang membawahi lembaga pendidikan dapat menerbitkan peraturan setingkat menteri yang mampu memastikan adanya sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan berlatar belakang agama.
Tentu saja, tegas Rerie, sejumlah peraturan tersebut juga harus disosialisasikan agar para pengelola lembaga pendidikan dan masyarakat memahami langkah-langkah yang harus diambil dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kekerasan di lembaga pendidikan. *