Berita

Peningkatan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak Harus Diatasi dengan Langkah Nyata

 

Darurat kekerasan terhadap anak harus segera disikapi dengan langkah strategis dan menyeluruh, dalam upaya membangun generasi penerus menjadi anak bangsa yang unggul. 

Peningkatan signifikan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus menjadi perhatian semua pihak, untuk menjamin tumbuh kembang yang lebih baik bagi generasi penerus dalam proses membangun anak bangsa yang sehat dan tangguh di masa depan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/1). 

Catatan data Sistem Informasi Online dan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Simfoni Kemen PPA) menunjukkan jumlah kekerasan anak di 2022 mencapai 16.106 kasus. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2019 yakni 6.454 kasus, 2020 tercatat 6.980 kasus, 2021 dilaporkan 8.703 kasus.

Dari sejumlah kasus tersebut, jenis kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual yaitu 9.588 anak menjadi korban pada 2022. 

Peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan itu, juga dipicu dengan semakin terbuka dan beraninya masyarakat melaporkan kasus kekerasan seksual dan kekerasan pada anak. 

Menurut Lestari, tren peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak membutuhkan langkah segera dan sistematis, yang harus didukung semua pihak, agar akar persoalan yang memicu peningkatan jumlah kasus bisa segera diatasi. 

Rerie, sapaan akrab Lestari sangat berharap kolaborasi para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dalam upaya menekan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak, harus terus ditingkatkan. 

Selain itu Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, juga mendukung segera diterapkannya kurikulum Kesehatan Reproduksi, mengingat saat ini edukasi kesehatan reproduksi diserahkan pada masing-masing sekolah.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga mendorong upaya sosialisasi masif terkait berbagai upaya pencegahan kekerasan seksual dan edukasi sejak dini kepada masyarakat luas. 

Rerie sangat berharap para pemangku kepentingan mampu membangun kolaborasi yang kuat dengan masyarakat dalam upaya mengakselerasi berbagai upaya untuk mencegah tindakan kekerasan seksual terhadap anak. 

Pengaplikasian sejumlah aturan yang diamanatkan UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tegas Rerie, juga harus segera direalisasikan, lewat kesiapan sejumlah aturan pendukungnya. 

Sehingga, tambah dia, mekanisme pencegahan tindak kekerasan seksual yang diamanatkan UU TPKS itu, dapat berfungsi secara maksimal.*