Pustaka Lestari

Sensus Penduduk 2020: Proses dan Hasil

Sabtu, 23 Januari 2021 BPS, sensus 2020, sensus penduduk 2020

Penduduk adalah kekuatan sebuah negara. Jumlah penduduk digunakan sebagai dasar untuk semua kebijakan negara. Sehingga UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan PP No. 51 Tahun 1999 mengamanahkan Badan Pusat Statistik untuk menghitung kekuatan tersebut melalui sensus penduduk. Pencatatan penduduk juga diatur oleh UU No. 23 Tahun 2006 dan perubahannya pada UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, serta oleh UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merekomendasikan agar semua negara memliki statistik kependudukan dan perumahan setidaknya sekali dalam periode 2015-2024. PBB juga menyarankan metode sensus bergeser dari metode tradisional (full canvassing) menuju ke register based census. Dalam perjalanannya menuju ke fully register based census, sensus penduduk dapat dilaksanakan dengan metode kombinasi dahulu yaitu mengkombinasikan data registrasi dengan data sensus. Keuntungan metode ini adalah meningkatkan keakuratan data; saling melengkapi kedua sumber data; memeriksa, memutakhirkan, dan meningkatkan kualitas kedua sumber data; menjadi bingkai penghubung untuk menyatukan berbagai sumber data.

Upaya mewujudkan Satu Data Kependudukan Indonesia juga diperkuat oleh Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI). Perpres ini mengatur kebijakan tata kelola data pemerintah, termasuk data kependudukan. Data dikelola agar dapat dibagipakaikan antarinstansi pemerintah dengan memenuhi standar data, metadata, interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi dan data induk. Dengan demikian, setiap instansi pemerintah bekerja sama untuk membangun satu data yang terintegrasi secara utuh tentang Indonesia. Lebih lanjut, setiap instansi pemerintah akan menghasilkan data yang selaras.

Sinkronisasi data juga dilandasi oleh Perpres No. 62 Tahun 2019 tentang Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (AKSPH). Perpres ini bertujuan untuk percepatan pencatatan seluruh peristiwa penting kependudukan seperti kelahiran, kematian, perkawinan, dan lain-lain. Sehingga setiap penduduk dapat memiliki dokumen kependudukan yang bersifat wajib, permanen, dan berkelanjutan. Pencatatan peristiwa tersebut dan hasil Sensus Penduduk (SP2020) merupakan sumber data untuk penghitungan Statistik Hayati.

Oleh karena itu, SP2020 dirancang dengan menggunakan data adminduk dari Ditjen Dukcapil sebagai data dasar. Hal ini juga dimaksudkan agar SP2020 menjadi bridging untuk mewujudkan Satu Kependudukan Indonesia. Dalam hal ini, SP2020 menjadi sebuah titik awal dalam pengembangan Statistik Hayati yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. Sehingga SP2020 dapat menjadi bingkai penghubung untuk integrasi data dalam mewujudkan Satu Data Kependudukan Indonesia.

Sebagai upaya untuk mewujudkan Satu Data Kependudukan Indonesia, SP2020 menggunakan konsep penduduk, keluarga, dan wilayah kerja statistik yang diselaraskan dengan konsep yang digunakan pada data Adminduk Ditjen Dukcapil. Dasar penyelarasan konsep pada SP2020 mengacu pada Undang-undang Administrasi Kependudukan, Undang-undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta Rekomendasi PBB tentang Sensus Penduduk dan Perumahan.

Pada sensus sebelumnya referensi waktu dalam konsep kependudukan adalah enam bulan. Namun, SP2020 menggunakan referensi waktu 12 bulan. Perubahan ini didasari oleh: Pertama, UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pada Pasal 15: penduduk yang sudah pindah minimal 1 (satu) tahun wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana di daerah. Kedua, System of National Account (SNA): Penduduk adalah mereka yang telah menetap dan berniat menetap minimal 1 tahun di wilayah Indonesia. Ketiga, United Nations Statistics Division (UNSD) merekomendasikan agar negara-negara menerapkan batasan 12 bulan untuk tempat biasa tinggal.

Pada sensus penduduk sebelumnya, unit pencacahan yang digunakan untuk menghitung jumlah penduduk menggunakan pendekatan rumah tangga, sedangkan SP2020 menggunakan pendekatan keluarga.  Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau bangunan sensus dan biasanya tinggal bersama serta pengelolaan makannya dari satu dapur. Satu rumah tangga dapat terdiri dari hanya satu anggota rumah tangga. Yang dimaksud dengan satu dapur adalah pengurusan kebutuhan sehari-harinya dikelola menjadi satu. Keluarga adalah seseorang atau sekelompok orang yang terdaftar pada kartu keluarga (KK).

Wilayah kerja statistik (wilkerstat) adalah wilayah kerja untuk kegiatan sensus dan survei yang diselenggarakan oleh BPS. Wilkerstat terdiri dari wilayah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan dan blok sensus, ditambah dengan informasi satuan lingkungan setempat.  Pada sensus penduduk sebelumnya, wilkerstat terkecil yang digunakan adalah blok sensus. Blok sensus memiliki muatan yang hampir seragam atau sekitar 80 rumah tangga. Blok sensus menjadi bagian dari kerangka sampel pada survei-survei yang dilakukan BPS. Wilkerstat yang digunakan pada pelaksanaan SP2020 adalah berdasarkan Satuan Lingkungan Setempat (SLS) seperti RT/jorong/banjar/dusun dan lain sebagainya dengan muatan yang sangat beragam. Untuk kedepannya, BPS akan melakukan penyesuaian terhadap metodologi pengambilan sampel dalam pelaksaaan survei-survei yang dilakukan oleh BPS dengan menggunakan wilkerstat berdasarkan SLS.

Penetapan Covid-19 sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) menjadi tantangan berat pada pelaksanaan SP2020. Kebijakan pemerintah berfokus penanganan pandemi tersebut dengan pembatasan pertemuan tatap muka dan pengalihan anggaran untuk pemulihan ekonomi. Anggaran SP2020 mengalami pemotongan sebesar 74 persen karena dialihkan untuk pemulihan ekonomi. Semula SP2020 memiliki anggaran atau Rp4.034,49 miliar, namun pada pelaksanaan SP2020 anggaran tersebut dipotong menjadi sebesar Rp1.102 miliar. Sehingga, anggaran SP2020 per kapita sebesar USD 0,26 (sebelumnya USD 1,03)

Pandemi Covid-19 menghadapkan semua pihak pada situasi ketidakpastian yang tinggi, namun BPS harus memutuskan untuk melanjutkan pelaksanaan sensus penduduk. Selain Indonesia, sebanyak 13 negara melaksanakan sensus penduduk sesuai jadwal atau menggunakan sensus register-based. Sebaliknya, sebanyak 31 negara menunda atau memperpanjang periode sensus.

SP Online dirancang untuk memberikan pilihan kepada penduduk Indonesia agar dapat berpartisipasi secara mandiri dalam sensus penduduk. Selain itu, SP Online merupakan salah satu upaya untuk menjangkau penduduk yang sulit ditemui petugas sensus, seperti penduduk yang bekerja dengan jam kerja tertentu, daerah elit, dan lain-lain. Setelah berlangsung selama hampir 3,5 bulan, pada tanggal 29 Mei 2020 SP Online dinyatakan berakhir dengan hasil yang cukup menggembirakan. Sebanyak 51,36 juta data penduduk atau setara dengan 13,63 juta keluarga telah terekam dalam SP Online.

Untuk memperoleh capaian tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, terutama di tengah pandemi dan keterbatasan lainnya. Berbagai strategi dilaksanakan oleh BPS untuk meningkatkan response rate SP Online, antara lain: 1. melakukan pendekatan kepada Ketua/Pengurus SLS agar menghimbau warga berpartisipasi dalam SP Online; 2. memanfaatkan jejaring di institusi lain (Bakohumas, group admin media sosial K/L atau Dinas); 3. meningkatkan koordinasi dan dukungan dengan stakeholder kunci melalui (a) Kemendagri : Surat edaran untuk Gubernur, Bupati/walikota; (b) Kemendikbud: SP2020 sebagai tugas sekolah; (c) Ditjen Dikti: SP2020 sebagai tugas kuliah; (d) BKKBN: Meminta support petugas PLKB; (e) Kemendes: Dukungan dari Pendamping Desa; (f) TNI/POLRI 4. merekrut Sahabat Sensus dari perguruan tinggi statistika, 5. menarik dukungan influencer media sosial untuk mengajak masyarakat melakukan Sensus Penduduk. 6. melakukan pendampingan pengisian (ngibar-ngisi bareng) SP Online dalam komunitas. 7. mengoptimalikan peran seluruh komponen pegawai BPS. Melakukan re-post di akun media sosial pribadi pegawai atau mengirim ke Whatsapp Group (WAG) yang dimiliki.

SP Online memberikan keyakinan bahwa sensus penduduk secara mandiri dapat dilakukan di Indonesia di masa yang akan datang. Selanjutnya, SP Online diharapkan tidak hanya digunakan pada SP2020. Kedepannya, SP Online diharapkan dapat digunakan sebagai moda pemutakhiran data kependudukan melalui peningkatan kolaborasi dengan instansi terkait. Moda ini memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif dan mandiri serta lebih peduli pada data pribadi. Jika catatan peristiwa penting kependudukan dapat diperoleh secara real time maka kualitas data kependudukan akan dapat terus ditingkatkan. Sehingga data kependudukan yang akurat, terintegrasi, dan terkini akan dapat digunakan sebagai dasar penyusunan perencanaan anggaran, parameter untuk menentukan kebijakan, dan eksekusi program pembangunan yang lebih baik.

SP2020 mencatat penduduk Indonesia pada bulan September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Sejak Indonesia menyelenggarakan Sensus Penduduk yang pertama pada tahun 1961, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan. Hasil SP2020 dibandingkan dengan SP2010 memperlihatkan penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,56 juta jiwa atau ratarata sebanyak 3,26 juta setiap tahun. Dalam kurun waktu 2010- 2020, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen poin per tahun. Terdapat perlambatan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,24 persen jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada periode 2000- 2010 yang sebesar 1,49 persen.

SP2020 mencatat sebesar 91,32 persen atau sekitar 246,74 juta penduduk berdomisili sesuai Kartu Keluarga (KK) *). Sementara sebesar 8,68 persen atau sekitar 23,47 juta penduduk lainnya berdomisili tidak sesuai KK. Jumlah ini mengindikasikan banyaknya penduduk yang bermigrasi dari wilayah tempat tinggal sebelumnya karena sekarang sudah tidak tinggal pada alamat yang tercatat pada Kartu Keluarga (KK).

SP2020 mencatat jumlah penduduk laki-laki di Indonesia sebanyak 136,66 juta orang, atau 50,58 persen dari penduduk Indonesia. Sementara, jumlah penduduk perempuan di Indonesia sebanyak 133,54 juta orang, atau 49,42 persen dari penduduk Indonesia. Dari kedua informasi tersebut, maka rasio jenis kelamin penduduk Indonesia sebesar 102, yang artinya terdapat 102 laki-laki untuk setiap 100 perempuan di Indonesia pada tahun 2020

Rasio jenis kelamin bervariasi menurut kelompok umur. Secara umum, rasio jenis kelamin di Indonesia tahun 2020 menunjukkan pola yang semakin menurun dengan bertambahnya umur. Rasio jenis kelamin tertinggi pada kelompok umur 0-9 tahun sebesar 107 dan terendah pada kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu sebesar 79. Rasio jenis kelamin pada umur 75 tahun ke atas yang sebesar 79 mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lansia perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk lansia laki-laki

Hasil SP2020 menunjukkan rasio jenis kelamin di level provinsi secara umum selaras dengan level nasional, yaitu penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Namun demikian, terdapat dua provinsi yang penduduk perempuannya lebih banyak daripada laki-laki. Provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Provinsi dengan rasio jenis kelamin tertinggi adalah Papua diikuti Kalimantan Utara dan Papua Barat, sedangkan provinsi dengan rasio jenis kelamin terendah adalah DI Yogyakarta.

Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) terus meningkat sejak tahun 1971. Pada tahun 1971 proporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 53,39 persen dari total populasi dan meningkat menjadi 70,72 persen di tahun 2020. Perbedaan antara persentase penduduk usia produktif dan non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) terlihat lebih tajam di tahun 2020. Dengan struktur penduduk demikian, Indonesia masih berada pada periode jendela kesempatan untuk menikmati bonus demografi. Jika dimanfaatkan secara optimal, maka Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Struktur penduduk dapat menjadi salah satu modal pembangunan ketika jumlah penduduk usia produktif sangat besar. Hasil SP2020 mencatat mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh Generasi Z dan Generasi Milenial. Proporsi Generasi Z sebanyak 27,94 persen dari total populasi dan Generasi Milenial sebanyak 25,87 persen dari total populasi Indonesia. Kedua generasi ini termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi demografi, seluruh Generasi X dan Generasi Milenial merupakan penduduk yang berada pada kelompok usia produktif pada tahun 2020. Sedangkan Generasi Z terdiri dari penduduk usia belum produktif dan produktif. Sekitar tujuh tahun lagi, seluruh Generasi Z akan berada pada kelompok penduduk usia produktif. Hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi Indonesia, baik di masa sekarang maupun masa depan, karena generasi inilah yang berpotensi menjadi aktor dalam pembangunan yang akan menentukan masa depan Indonesia.

Pembangunan yang telah dicapai oleh Indonesia selama ini memberikan dampak yang positif dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat, salah satunya tercermin dari peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Konsekuensi dari meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah terjadinya peningkatan persentase penduduk lanjut usia atau lansia (60 tahun ke atas). Persentase penduduk lansia Indonesia meningkat menjadi 9,78 persen di tahun 2020 dari 7,59 persen pada 2010 berdasarkan hasil SP2010. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia berada dalam masa transisi menuju era ageing population yaitu ketika persentase penduduk usia 60 tahun keatas mencapai lebih dari 10 persen.

Meskipun Indonesia sekarang berada dalam periode jendela kesempatan untuk dapat memetik bonus demografi, tetapi Indonesia harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki masa transisi menuju ageing population. Pemerintah perlu mulai mempersiapkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang responsif terhadap kondisi kependudukan di Indonesia tersebut. Jika penduduk lansia tersebut memiliki kesehatan, pendidikan, dan keterampilan yang memadai, serta dapat terus berkontribusi dalam perekonomian, maka kelompok penduduk tersebut berpeluang membuka jendela kesempatan untuk Indonesia memperoleh bonus demografi kedua di masa yang akan datang

Dengan luas daratan Indonesia sebesar 1,92 juta kilometer persegi, maka kepadatan penduduk Indonesia sebanyak 141 jiwa per kilometer persegi. Angka ini meningkat dari hasil SP2010 yang mencatat kepadatan penduduk Indonesia sebanyak 124 jiwa per kilometer persegi dan hasil SP2000 yang mencapai 107 jiwa per kilometer persegi.

Sebaran penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Meskipun luas geografisnya hanya sekitar tujuh persen dari seluruh wilayah Indonesia, Pulau Jawa dihuni oleh 151,59 juta penduduk atau 56,10 persen penduduk Indonesia. Sebaran penduduk terbesar kedua terdapat di Pulau Sumatera dengan jumlah penduduk sebanyak 58,56 juta orang, yaitu sebesar 21,68 persen. Sementara Pulau Sulawesi mempunyai sebaran sebesar 7,36 persen dan Pulau Kalimantan mempunyai sebaran sebesar 6,15 persen, sedangkan wilayah Bali – Nusa Tenggara dan Maluku-Papua masing-masing sebesar 5,54 dan 3,17 persen.

*Diolah dari berbagai sumber oleh tim Wakil Ketua MPR RI