Pustaka Lestari

Apa Kabar Pengarusutamaan Gender Kita?

 

Dua puluh satu tahun lalu lahir Inpres No. 9 Thn 2000 tentang Pengarusutamaan Gender di tingkat lembaga-lembaga Negara. Inpres ini ditujukan kepada seluruh eksekutif di bawah Presiden yaitu: Menteri; Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen; Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara; Panglima Tentara Nasional Indonesia; Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Jaksa Agung Republik Indonesia; Gubernur;  dan Bupati/ Walikota.

Sejak saat itu usaha untuk menginternalkan kebijakan dengan perspektif gender ke dalam masing-masing lembaga Negara mulai dilakukan sampai sekarang. Tentu saja ada masa pasang-surutnya di mana tidak semua lembaga memiliki komitmen dan kesadaran penuh untuk terus-menerus memperhatikan aspek gender dalam kebijakan lembaganya. Ada dua penyebabnya; pertama, isu gender adalah isu subtil (subtle) mudah terlupa diantara kewajiban utama yang perlu dijalankan dalam lembaga terkait, kedua, boleh dikata tidak ada sanksi atau teguran jika lembaga termaksud tidak menjalankan apa yang dianjurkan oleh Inpres No. 9 Thn 2000.

Karena itu alasan mengapa lahirnya Inpres ini masih relevan sampai sekarang, yaitu: “Untuk meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional” Sehingga usaha untuk pengarusutamaan gender harus diteruskan.

Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPENAS) dan kementerian Pemberdayaan Perempuan berupaya untuk membangun alat ukur pengarus utamaan gender (PUG), dari lensa gender, ada 4 (empat) faktor yaitu, akses, partisipasi, penguasaan (kontrol) dan manfaat (APKM),yang berpotensi menimbulkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki baik sebagai obyek maupun sebagai subyek pembangunan. Keempat faktor inilah yang menjadi dasar untuk menentukan intervensi apa yang harus dilakukan, sehingga kesenjangan dari keempat faktor ini, dapat diperkecil. Untuk itu, para perencana dalam mengembangkan perencanaan pembangunan diminta tanggap terhadap keempat faktor tersebut, dengan selalu mempertanyakan:

Faktor Akses. Apakah perencanaan pembangunan yang dikembangkan telah mempertimbangkan untuk memberi akses yang adil bagi perempuan dan laki-laki (keadilan gender) dalam memanfaatkan sumber-sumber daya pembangunan?

Faktor Partisipasi. Apakah keikutsertaan/suara masyarakat, laki-laki dan perempuan terutama (dalam hal aspirasi, pengalaman, kebutuhan) terakomodasi dalam proses perencanaan pembangunan?

Faktor Kontrol. Apakah perencanaan kebijakan program kegiatan pembangunan memberikan kontrol (penguasaan) yang setara terhadap sumber-sumber daya pembangunan (informasi, pengetahuan) bagi perempuan dan laki-laki?

Faktor Manfaat. Apakah perencanaan pembangunan yang dikembangkan ditujukan untuk memberi manfaat bagi perempuan dan laki-laki? Karena peran gender yang berbeda, maka apa yang dianggap bermanfaat bagi laki-laki, belum tentu dianggap bermanfaat bagi perempuan. Demkian pula sebaliknya.

Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2020-2024 juga telah menetapkan perlunya PUG dalam perencanaan masing-masing departemen. Strategi PUG yang dibangun adalah percepatan pelaksanaan PUG di kementerian/lembaga, pemerintah propinsi/kabupaten/kota, dan pemerintah desa melalui penguatan pelembagaan PUG dan penguatan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG).

Sementara untuk PUG di daerah, telah lahir Peraturan Menteri dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 cq Peraturan Menteri dalam Negeri No. 67 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Peraturan ini mewajibkan pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender ini dilakukan melalui analisis gender antara lain  dengan menggunakan metode Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analisys Pathway) atau metode analisis lain.

Gubernur bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat bidang pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender skala Provinsi.  Gubernur menetapkan Badan/Dinas/Dinas yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender di provinsi. Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPD provinsi dibentuk Pokja PUG Provinsi yang tugasnya antara lain mempromosikan dan menfasilitasi PUG kepada masing-masing SKPD sampai  melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi.

Inisiasi PUG yang dicanangkan dalam Inpres No. 9 Thn. 2000 terus bergulir sampai sekarang, strategi dan lembaga-lembaga untuk menjalankan perencanaan berbasis gender sudah mulai terbentuk di tingkat kementrian sampai tingkat Propinsi. Namun, belum menyeluruh terjadi di semua kementrian dan Propinsi. Tantangan serius ada di tingkat implementasi menuju keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara seperti yang dicita-citakan Inpres No. 9 Thn 2000. Semoga tidak perlu memakan waktu 21 tahun lagi.

Arimbi Heroepoetri.,S.H.,LL.M (Direktur PKPBerdikari, Fellow MIT – UID Ideas 5.0, Staf Ahli Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI).