Berita

Menjaga Sumpah Pemuda

Senin, 29 Oktober 2018 suara kebangsaan

Tanggal 28 Oktober kita peringati sebagai Sumpah Pemuda. Peristiwa bersejarah pengucapan dan pengumuman sumpah pemuda merupakan sebuah peristiwa yang mengesankan. Ia adalah pucuk dari rangkaian peristiwa dan perubahan yang berujung pada sebuah kesadaran nasional Indonesia, dan kelompok pemuda adalah motor di balik pergerakan-pergerakan itu.

Kesadaran nasional Indonesia dibangun oleh banyak faktor: kemunculan percetakan lokal, Islam, pendidikan, komunisme, penderitaan bersama di bawah segregasi pemerintahan Belanda, bahkan berkembangnya hiburan massal dalam wujud teater, film, dan musik keroncong.

Idealisasi nusantara yang bersatu ini disuarakan oleh banyak tokoh dengan berbagai latar belakang, dari Tirto, Kartini, hingga Semaun. Suara dan jalan mereka memang berbeda-beda, namun arah mereka sama. Mereka membayangkan sebuah bangsa yang bebas dan merdeka dalam menentukan jalan mereka sendiri.

Di bawah tekanan pemerintahan kolonial, yang secara aktif menghambat kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, tokoh-tokoh yang sedikit namun gigih ini secara konsisten berkomitmen dalam menyemaikan berbagai pemikiran kemerdekaan. Usaha mereka tidak sia-sia, ia berujung pada sebuah ide yang belum ada sebelumnya: ide tentang sebuah bangsa Indonesia yang bersatu.

Kongres Pemuda adalah buah manis dari proses panjang ini. Untuk pertama kalinya, pergerakan-pergerakan pemuda yang sebelumnya terbagi menjadi berbagai perkumpulan golongan dan kedaerahan (Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, dan semacamnya) bersekutu dalam sebuah identitas Indonesia. Tidak lagi perkumpulan muda berbicara soal negara Bali, negara Jawa, negara Sumatra dan semacamnya, kini kata ‘Indonesia’ telah menjadi identitas dari sebuah bangsa.

Kongres Pemuda Kedua, yang dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928, akhirnya ditutup dengan pernyataan ‘Sumpah Pemuda’ yang kita kenal akrab hingga saat ini:

“Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.”

Pernyataan Sumpah Pemuda adalah monumen penting dalam sejarah terbentuknya negara ini. Patut kita ingat bahwa kelompok pemuda, yang terpapar pada pendidikan “politik balas budi”, yang dengan keterbukaan pemikiran dan keberanian berani menyimpulkan konsep kebangsaan yang berujung pada negara Indonesia. Mereka berani mengesampingkan berbagai macam perbedaan kelompok, pemikiran, dan latar belakang, demi mengejar cita-cita sebuah bangsa yang berdiri di atas kaki mereka sendiri.

Sayangnya, saat ini semangat tersebut justru terancam luntur.

Menurut penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang dilakukan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tahun 2011 lalu, 52,3 persen pelajar menyetujui tindakan kekerasan berdasarkan radikalisme. 25 persen siswa dan 21 persen percaya bahwa Pancasila sudah tidak lagi relevan, sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru menyetujui penerapan syariat Islam di Indonesia. Bahkan, 14,2 persen siswa mendukung aksi serangan bom dan terorisme yang dilakukan atas nama agama.

Apa yang salah?

Kini, kelompok muda justru menjadi lahan bagi benih pemikiran radikal. Menurut Anas Saidi, peneliti LIPI, perubahan ini disebabkan oleh proses Islamisasi yang dilakukan secara tertutup dan sistematis di kalangan anak muda Indonesia. Paham Islamisme yang menyebar ini, adalah paham Islam yang tertutup dari kepercayaan lain, bahkan pemahaman atas Islam yang berbeda. Paham-paham ini kerap kali mengharamkan tafsir yang berbeda, mudah mengkafirkan orang seagama yang berbeda penafsiran dan menekan kelompok minoritas.

Dulu, pemikiran kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia berkembang dalam buaian pendidikan dan kepemudaan. Pemikiran akan bangsa yang beragam tapi bersatu ini ditopang oleh kepercayaan akan pluralisme dan toleransi. Dan kelompok muda menjadi penentu yang akan memengaruhi bangsa ini di masa depan. Melihat kondisi saat ini, patut kita bilang bahwa memenangkan kembali kelompok muda adalah agenda yang genting. *

Artikel terkait :

https://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme_Indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Kongres_Pemuda

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44357353