Rabu, 11 September 2019
berita
Hidup di tengah era globalisasi dan perkembangan teknologi membuat segalanya terasa mudah dan dekat. Sayangnya hal itu justru tidak dibarengi dengan tumbuhnya budaya literasi. Meski, data dari Badan Pusat Statistik, untuk Angka Melek Huruf (AMH) penduduk berumur 15 tahun ke atas mengalami kenaikan dari 95,50% di tahun 2017 menjadi 95,66% di tahun 2018. Hal itu tidak menjamin masyarakat melek terhadap literasi.
Sebab, budaya literasi bukan hanya perihal melek aksara, di dalamnya ada serangkaian pemahaman dan pemecahan masalah, seperti proses membaca, menyimak, menulis hingga berbicara.
Masih rendahnya melek literasi bisa dilihat dari maraknya berita-berita hoaks yang tumbuh, berkembang dan menyebar di masyarakat. Sayangnya, berita tersebut ditelan mentah-mentah tanpa mengecek fakta maupun kebenarannya. Akibatnya, masyarakat rentan terkena hoaks.
Ini menjadi indikator bahwa penanaman budaya literasi sedini mungkin adalah hal penting. Sebab, melek literasi menjadi modal utama dalam mewujudkan bangsa yang cerdas dan berbudaya. Dengan melek literasi, risiko terkena berita hoaks lebih kecil.
Lantas bagaimana cara menumbuhkan budaya literasi?
Banyak cara yang bisa kita lakukan guna menumbuhkan budaya literasi. Bisa dengan meluangkan waktu untuk membaca, misalnya saat istirahat makan siang atau pun saat menunggu bis.
Namun, jika tidak terbiasa membaca jangan memaksakan diri, sebab hal itu hanya akan menjadi beban. Cobalah dengan mulai membaca surat kabar atau artikel pendek. Atau bisa juga dengan berdiskusi ringan dan bersikap open minded ketika berdiskusi dengan orang lain.
Selain itu, cobalah untuk menulis. Tidak perlu yang berat, seperti menulis di surat kabar atau media lain, tapi cobalah untuk menulis catatan harian. Sebab menulis, membantu kita untuk belajar membaca, mengolah kata bahkan belajar mengevaluasi.