Berita

Menopause dan Mitos

Jum'at, 21 Febuari 2020 feed

Menopause didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause

Menopause merupakan suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan hormon estrogen yang dihasilkan ovarium. Menopause mulai pada umur yang berbeda umumnya adalah sekitar umur 50 tahun

Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi, namun seorang wanita dikatakan telah mengalami menopause setelah dia tidak mengalami menstruasi minimal selama 12 bulan. Semakin sedikit folikel berkembang, semakin kurang pembentukan hormon di ovarium, yaitu hormon progesteron dan estrogen. Haid akan menjadi tidak teratur hingga akhirnya endometrium akan kehilangan rangsangan hormon estrogen. Lambat laun haid pun berhenti yang disebut proses menopause

Menurut Sastrawinata (2004), klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Bagian klimakterium sebelum menopause disebut pramenopause dan bagian sesudah menopause disebut pascamenopause. Klimakterium bukan suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa peralihan yang normal.

Ratna (2014) menemukan bahwa usia wanita menopause terbanyak adalah umur 45-54 tahun (73,1%) dengan usia rata-rata yaitu 50 tahun. Menurut Prawirohardjo (2008), menopause mulai pada umur 50-51 tahun dengan usia menopause yang relatif sama antara di Indonesia maupun negara-negara Barat dan Asia yaitu sekitar 50 tahun. Perempuan biasanya mengalami menopause pada usia 40-58 tahun, dengan usia rata-rata menjadi 51 tahun (Kasdu, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia rata-rata menopause adalah 50 tahun.

Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase: Pertama, Pramenopause yaitu masa 4-5 tahun sebelum menopause, sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar follicle stimulating hormone (FSH) dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang muncul pada fase pramenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi

Ketiga, Pascamenopause, yaitu masa 3-5 tahun setelah menopause. Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pasca menopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen

Kedua, Menopause yaitu setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadangkadang kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk, kadar estrogen biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.

Keempat, Senium, yaitu masa sesudah pascamenopause, ketika telah tercapai keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.

Pada usia 40-50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin wanita menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause.

Kebanyakan   mitos   atau   kepercayaan   yang   berkembang   dalam masyarakat   tentang   menopause begitu   diyakini   sehingga   menggiring perempuan untuk     mengalami     persepsi     negatif     saat mengalami menopause.

Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium. Sepanjang kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan beratus-ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal beberapa folikel-folikel primordial yang akan dirangsang oleh FSH dan LH, dan produksi estrogen dari ovarium berkurang sewaktu jumlah folikel primordial mencapai nol. Ketika produksi estrogen turun di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh ovarium turun secara nyata menjadi nol

Bertolak belakang dengan keyakinan umum, kadar estrogen perempuan sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa pramenopause. Kadar itu tidak berkurang selama kurang dari satu tahun sebelum periode menstruasi terakhir. Sebelum menopause, estrogen utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol. Namun selama masa pramenopause, tubuh wanita mulai menghasilkan lebih banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron, yang dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh. Kadar testosteron biasanya tidak turun secara nyata selama pramenopause. Kenyataannya, indung telur pascamenopause dari kebanyakan wanita mengeluarkan testosteron lebih banyak daripada indung telur pramenopause.

Mitos atau keyakinan yang tidak rasional tentang menopause tersebut  antara  lain: Pertama, perempuan yang  mengalami  menopause otomatis  berpredikat  menjadi  tua  atau  waktunya  sudah  lewat.  Dengan berhentinya menstruasi, berarti perempuan tidak lagi mampu melahirkan anak, berarti tidak lagi mampu mengemban tugas/peran sebagai penerus generasi.  Di  samping  itu  dengan  menurun  bahkan  berhentinya  hormon estrogen  akan  berpengaruh  pada  hilangnya  tanda-tanda  kecantikan  yang selama ini merupakan ciri khas perempuan yang dibanggakan.

Bagi perempuan yang  selama  ini  mengabdi  total pada  keluarga  berkurangnya  kerepotan  mengurus  suami  dan  anak,  akan menimbulkan  perasaan  bahwa  dirinya  sudah  tidak  berharga  dan  tidak dibutuhkan  lagi.  Perasaan  bahwa  dirinya  tidak  dibutuhkan  dan  tidak dihargai ini akan menurunkan bahkan menghentikan keinginannya untuk melakukan  aktivitas.  Ia  pun  akan  makin  mengisolir  dan  menyingkir  dari aktivitas sosial dan kemasyarakatan

Kedua, menopause dikaitkan dengan lengsernya peran sebagai istri bagi   suami   dan   ibu   bagi   anak-anaknya.   Sebagian   besar perempuan mengalami menopause, hampir bersamaan waktunya dengan pencapaian karir    puncak    suaminya    dalam pekerjaannya.    Dalam    kondisi    ini, kebanyakan  suami  disibukkan  dengan  urusan  pekerjaan  sehingga  waktu untuk istri berkurang. Sebagian besar anak-anaknyapun sudah menginjak usia   remaja   atau   dewasa   awal.   Mereka   sibuk   dengan   kegiatannya, sehingga  tidak  lagi  merusuhi  ibunya  bahkan  ada  kesan  anak  tidak  lagi membutuhkan  ibunya.

Bahkan ada anggapan perempuan yang sudah menopause seyogyanya tidak melakukan hubungan seksual karena akan mengakibatkan     munculnya     penyakit.     Keyakinan     ini     menggiring perempuan untuk  mengurangi  atau  menghindari  aktivitas  seksual,  yang akan  berpengaruh  pada  berkurangnya  keharmonisan  hubungan  suami istri. Kondisi ini akan memicu munculnya problem suami istri yang lebih kompleks

Ketiga, perempuan yang mengalami  menopause,  kehilangan  daya tarik   seksualnya   dan   menurun   aktivitas   seksualnya.   Ada   beberapa perempuan yang  beranggapan  sesudah  menopause,  tidak  bisa  memberi kepuasan seksual bagi suaminya. Ia pun tidak dapat menikmati hubungan intim     dengan     suaminya,     karena     jaringan     genitalnya     berkurang elasitisitasnya.

Oleh  karena  itu,  memasuki usia  40  sampai  50  tahun  sering  dijadikan  momok  yang  menakutkan  bagi perempuan. Secara   psikologis,   kekhawatiran   ini   dapat berawal   dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar dan tidak cantik. Kondisi tersebut memang tidak menyenangkan bagi perempuan.

Keempat, mitos   lainnya   yaitu   bahwa   periode   menopause   sama dengan   periode   goncangan   jiwa,   yaitu   munculnya   gejala   rasa   takut, tegang,   sedih,   lekas   marah,   mudah   tersinggung,   gugup,   stres   dan depresi.

Jika  dikaitkan  menopouse  dengan  dimensi  kualitas  hidup  yang telah dikeluarkan oleh WHO, maka jelas kualitas hidup perempuan yang menopouse   mengalami   penurunan.   Hal   ini   disebabkan   ketika fase menopouse  seluruh  dimensi  tersebut  mengalami  perubahan-perubahan. Fase  ini  terjadi  secara  berangsur-angsur yang  semakin  hari  semakin  jelas penurunan  fungsi  kelenjar  indung telurnya.

Kadangkala,   diantara   kaum perempuan yang   memasuki   masa menopause ada yang mengalami goncangan. Tidak puas dengan keadaan, kurang  bergairah  dilanda  rasa  kesepian,  takut  ditinggal  suami, khawatir bahwa  rumah  tangga akan  terancam,  atau  bahkan  segera  akan  menjadi seorang  janda. Efek  lain  yang  timbul  adalah  kekhawatiran  menjadi  tua dan  akan  berkurang  daya  tariknya.  Rasa  kurang  daya  tarik  diwujudkan dalam  bentuk  mudah  tersinggung  atau  bahkan  marah  yang  meledak-ledak, peka dan gampang berubah-ubah.

Seksolog  Boyke  Dian  Nugroho  menyebutkan bahwa seks merupakan  salah  satu  kebutuhan  vital  dalam  kehidupan rumah     tangga.     Karena     itu,     tidak mengherankan     jika     banyak perselingkuhan terjadi ketika istri berada pada fase menopouse. Bibit-bibit perselingkuhan    dapat    muncul    ketika    suami    istri    tidak    lagi    bisa mencocokkan perbedaan sifat keduanya, tidak ada komunikasi, tidak bisa memecahkan konflik, dan tidak ada kepuasan seks. Data menunjukan 42% yang berselingkuh adalah mereka yang istrinya menopause,

Perobahan  lain  yang  tidak  kalah  pentingnya, dan  sering  menjadi pemicu  utama  dalam  hal  kegoncangan  dalam  rumah  tangga, adalah menurunya dorongan seksual. Hal ini disebabkan pada masa menopouse kemampaun  organ-organ  seksual perempuan mengalami  kemunduran. Akibatnya, pasangan   merasa   tidak   puas   yang   akhirnya   menggiring terjadinya  perselingkuhan.

Peristiwa   menopouse   merupakan   peristiwa   alamiah   yang   harus dilalui    oleh    setiap perempuan. Sayangnya, informasi    yang    benar mengenai  hal  tersebut  sepertinya  belum  tersosialisasi  dengan  baik  di tengah-tengah  masyarakat,  justru,  mitos-mitos  yang  kebenarnnya  masih dipertanyakan   lebih   banyak      diterima.   Hal   ini   menyebabkan   ada perempuan yang  bersikap  pisimis  dalam  kehidupan  setelah  memasuki usia menopouse

Kebanyakan pakar seksiologi berpendapat bahwa sebenarnya bukan faktor  fisik  yang  menjadi  penyebab perempuan menopouse  tidak  mau berhubungan   seks,   masalah   utamanya   adalah   faktor   psikis.   Ketika menopouse, perempuan mempunyai  rasa  takut,  gelisah,  tegang,  tidak percaya  diri  dan  khawatir  dirinya tidak  semenarik  dan  seprima  dulu. Alasan  bahwa  badan  lemah  dan  tidak  bergairah  hanyalah  alasan  untuk menutupi   ketakutan   dan   kekhawatiran   tersebut.   Apabila, perempuan bersikukuh  dengan  pendiriannya  ini  (tidak  mau  berhubungan),  segala masalah bisa saja terjadi dan memicu keretakan rumah tangga.

Dukungan  sosial  dapat  mengurangi  rasa  kecemasan  yang  dialami oleh perempuan menopouse  karena  salah  satu cara  untuk  mengatasi kecemasan adalah berbagi dan membicarakan rasa tersebut kepada orang lain.

Menurut  Kasdu (2002), seseorang  yang  menjalani  masa  menopouse  juga membutuhkan  informasi  yang  benar  tentang  menopouse  karena  dengan pengetahuan  dan  informasi  yang  benar  akan  membantu  mereka  dalam memahami   dan   mempersiapkan   dirinya   untuk   menjalani   menopouse dengan    baik.    Adanya    pemahaman    bagaimana    menopouse    dapat mempengaruhi   dirinya,   dapat   membantu   sesorang   dalam   mengatasi perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki oleh sesorang juga dapat mempengaruhi sikapnya terhadap menopouse

Konsep diri positif serta dukungan yang diberikan keluarga maupun teman-teman   akan   dapat   meningkatkan   kualitas   hidup perempuan menopause. Konsistensi   konsep   diri   akan   meningkatkan   harmonisasi dalam diri individu yang pada akhirnya akan meningkatkan kebahagiaan individu. Kualitas hidup individu akan meningkat ketika terjadi integrasi antara  harga  diri,  konsep  diri,  serta  adanya  penerimaan  diri  individu dalam memaknai dan menyikapi persoalan hidup