Jum'at, 22 Mei 2020
suara perempuan, perspektif, berita
* Arimbi Heroepoetri.,SH.LL.M, Direktur PKPBerdikari, staf ahli Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI)
Virus Corona jenis terbaru atau yang lebih dikenal sebagai Covid-19 adalah penyakit menular yang bisa menyerang siapa saja manusia tanpa melihat latar belakang, jenis kelamin maupun harta kekayaan. Jika anda dalam kondisi kurang sehat, anda terpapar Covid-19, maka proses penyembuhannya sangat tergantung dengan antibodi di tubuh anda.
Per tanggal 10 Mei 2020 tercatat jumlah orang yang terinfeksi covid-19 mencapai 14.032 orang, sementara PDP (Pasien dalam Pengawasan) tercatat 30.317 orang di 373 Kabupaten/Kota, 34 propinsi. Kenaikan orang yang terpapar covid-19 masih terjadi secara fluktuatif, walaupun beberapa propinsi sudah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Dari data tersebut belum didapat data terpilah, seperti misalnya data berdasarkan jenis kelamin dan usia. Apalagi data terpilah untuk melihat penyandang disabilitas yang terpapar ataupun terdampak covid-19. Padahal jumlah penyandang disabilitas cukup besar, data Susenas BPS tahun 2018 menunjukan penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 37.137.518 jiwa. Inipun tidak mencakup semua ragam disabilitas.
Penyandang disabilitas akan menghadapi kesulitan baru dalam pandemik Covid-19 ini, karena –setidaknya– untuk menjalankan kehidupan kesehariannya mereka membutuhkan pendamping, artinya mereka harus selalu berinteraksi dengan orang lain untuk beraktivitas. Sehingga mereka memiliki kendala untuk menerapkan social/physical distancing sebagai salah satu syarat mencegah penularan Covid-19. Perempuan penyandang disabilitas, yang populasinya mencapai 19 juta jiwa, selain mengalami kendala dalam menerapkan physical distancing karena penyandang disabilitas, juga mengalami kendala karena gender perempuannya baik di level kesehatan, ekonomi, maupun pendidikan. Sehingga mereka mengalami kondisi kerentanan berlapis. Kondisi kerentanan inilah yang perlu dilihat oleh para pengambil keputusan, Gugus Tugas Penanganan Covid-19, masyarakat maupun petugas lapangan ketika wabah Covid-19 terjadi agar mereka dapat terlibat dalam upaya memutus penularan Covid-19 ini.
Karena itu, kementrian Perempuan dan Perlindungan anak (Kemen PPA) menerbitkan Panduan Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang Disabilitas pada masa Pandemik Covid-19, sebagai upaya pencegahan perempuan penyandang disabilitas sedapat mungkin terhindari dari paparan covid-19. Panduan ini dibuat bersama dengan SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak) sebuah organisasi masyarakat sipil yang fokus bekerja di isu perempuan penyandang disabilitas.
Setidaknya ada 6 output yang diharapkan tercapai melalui Panduan ini, yaitu:
Panduan ini cukup lengkap mencakup beberapa tahapan mulai dari Pencegahan, Penanganan, Pemulihan, Pemberdayaan dan Partisipasi, sampai Monitoring dan Evaluasi, sebagai berikut:
Pencegahan
Substansi di bagian pencegahan adalah tentang layanan informasi yang aksesibel, mutakhir termasuk pengaduan tentang Covid-19. Kemudian tentang akses kesehatan dan makanan bergizi, serta dukungan mobilitas dan komunitas bagi perempuan penyandang disabilitas.
Penanganan
Dalam tahap Penanganan, dibedakan perlakuan terhadap perempuan penyandang disabilitas yang terpapar Covid-19 dengan yang terdampak Covid-19. Untuk mereka yang terpapar selain memerlukan informasi yang tepat dan aksesibel, juga memerlukan layanan kesehatan bagi yang terpapar juga pendampingnya,dengan memperhatikan kebutuhan khusus penyandang disabilitas, seperti kondisi hamil atau tidak, menyusui, lanjut usia, korban kekerasan atau dengan riwayat penyakit bawaan yang beresiko. Selain itu, jika memerlukan bantuan pangan bergizi ketika yang bersangkutan melakukan karantina mandiri, perlu juga dipikirkan bantuan kepada keluarga dan pendampingnya.
Sementara bagi mereka yang Terdampak secara sosial, ekonomi dan psikologis dengan tekanan sosial atau bahkan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Perlu adanya pendataan perempuan penyandang disabilitas, lokasi potensi serta hambatan sosial, ekonomi, kesehatan dan kebutuhan khusus yang dimiliki. Pendataan komunitas perempuan disabilitas dan potensi dukungan teman sebaya, konselor sebaya, pendamping disabilitas dan penjuru bahasa yang memiliki kapasitas untuk memberikan dukungan terhadap perempuan disabilitas. Setelah itu perlu adanya sistem rujukan terhadap psikologi, psikiater, fisioterapi atau dokter ahli yang memberikan layanan kesehatan. Jika memungkinkan.
Pemulihan
Pemulihan yang dimaksud adalah upaya pemulihan bagi perempuan penyandang disabilitas yang terdampak Covid-19, dan bagi perempuan menyandang disabilitas yang telah pulih dari Covid-19. Walaupun sudah dinyatakan pulih, pendampingan paska pulih perlu dilakukan, seperti pendampingan melakukan pelaporan ke pejabat setempat, menyampaikan kondisi terkini kepada keluarga dan lingkungan sekitar. Sedangkan pemulihan bagi mereka yang terdampak mencakup adanya dukungan lebih lanjut pemulihan ekonomi, kesehatan dan psikologi.
Pemberdayaan dan Partisipasi
Memastikan semua proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terkait Covid-19 untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan disabilitas untuk bisa terlibat. Memastikan perencanaan bantuan sosial kepada masyarakat terdampak Covid-19 agar melibatkan perempuan disabilitas untuk memastikan kebutuhan khususnya terpenuhi, serta membuka kesempatan bagi Organisasi Penyandang disabilitas untuk masuk dalam Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa/kelurahan.
Monitoring dan Evaluasi
Memastikan masukan dari organisasi penyandang disabilitas dan pengalaman perempuan disabilitas menjadi bahan utama dalam proses monitoring dan evaluasi yang dilakukan.
Keberadaan Panduan ini perlu diketahui oleh –setidaknya—Tim gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah, yang harapannnya dapat diterapkan ketika melakukan penanganan Covid-19. Apalagi mengingat derajat kepatuhan terhadap sebuah Panduan sangat tergantung niat baik dari para pihak, karena Panduan bukanlah aturan hukum yang dapat melakukan penegakan hukum. **