Kamis, 27 Mei 2021
anggaran, gender equality, gender
Lahirnya Inpres No. 9 thn. 2000 tentang Pengarusutamaan gender menjadi salah satu pemicu adanya perhatian terhadap Anggaran Responsif Gender. Kemudian diperkuat dengan adanya Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional Tahun 2020-2024, dan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 67 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.
Pemerintah telah menyatakan keberpihakannya untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dengan mengeluarkan kebijakan pengarusutamaan gender pada semua program kerjanya, baik di pusat maupun di daerah. Adanya komitmen Pemerintah untuk menjalankan pengarusutamaan gender pada semua program kerjanya, seharusnya akan memunculkan APBN dan APBD yang sensitif gender, sehingga penggunaan APBD dan APBN demi kesejahteraan masyarakat, semestinya selalu mempertimbangkan nilai keadilan dan kesetaraan yang berdasarkan pola hubungan yang tidak diskriminatif, menurut kelas sosial, agama, kelompok budaya, suku bangsa dan jenis kelamin.
Ada berbagai istilah yang dipakai tentang gender budget di Indonesia, yaitu Anggaran Responsif Gender ( gender responsive budgeting). Anggaran Sensitif Gender (Gender Sensitive Budget), Anggaran Berkeadilan Gender, dan Anggaran Efektif Gender. Kesemuanya merujuk kepada batasan bahwa anggaran responsif gender adalah sebuah metode analisis anggaran pemerintah yang melihat bagaimana dampak anggaran terhadap perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki pada perbedaan kelompok ekonomi, dan akhirnya mendorong peningkatan kesejahteraan kelompok rentan.
Anggaran Responsif Gender (ARG) merupakan strategi dan alat yang efektif untuk mengurangi kemiskinan karena dapat mendorong pemerintah untuk fokus pada program peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya kepada kelompok-kelompok marjinal, termasuk kelompok perempuan miskin yang menjadi kepala keluarga. Mengurangi kesenjangan sosial, ekonomi dan politik antara laki-laki dan perempuan di mana pemerintah membuat prioritas pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan yang memiliki tingkat kehidupan yang rendah secara sosial, ekonomi, dan politik. Serta membantu mempromosikan akuntabilitas penggunaan sumber daya publik, termasuk anggaran belanja publik, kepada masyarakat khususnya perempuan yang umumnya terpinggirkan dibandingkan dengan laki-laki dalam hal pengambilan keputusan mengenai penggunaan anggaran belanja publik tersebut.
Karena itu, ARG bukan merupakan anggaran yang terpisah bagi laki – laki atau pun perempuan, tetapi fokus pada kesetaraan gender dan pengarusutamaan gender dalam keseluruhan aspek penganggaran baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Menekankan keterlibatan aktif dari pemangku-kepentingan dan partisipasi perempuan dalam pembangunan, serta meningkatkan efektivitas penggunaan sumber–sumber daya untuk mencapai kesetaraan gender melalui pengembangan sumber daya manusia (Laki-laki dan perempuan).
Adapun tujuan anggaran responsif gender adalah: (a). Meningkatkan efek alokasi anggaran pemerintahan terhadap perempuan dan laki-laki, dan agar mencapai target kebijakan penerimaan dan pengeluaran yang menjadi lebih efektif dalam rangka menghindari kebijakan bias gender yang merugikan warga negara. (b). Meningkatkan kesadaran warga negara tentang pentingnya kebijakan gender and development (GAD) dan upaya mempercepat terwujudnya kesetaran dan keadilan gender. (c). Meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam upaya menterjemahkan program dalam kebijakan untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui komitmen anggaran. (d). Mengubah kebijakan anggaran menjadi responsif gender untuk meningkatkan kesetaraan gender (gender equality). (e). Membuka ruang bagi masyarakat untuk melakukan monitoring serta evaluasi terhadap belanja dan penerimaan pemerintah agar arah dan capaian program-program yang ada dapat mengurangi ketidak-adilan gender.
Walaupun sudah mulai diterapkan di berbagai kementerian dan pemerintahan daerah dengan pendampingan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA), namun masih menemukan berbagai kendala dan kesenjangan antara kebijakan yang berpihak pada keadilan gender dengan cara Pemerintah melakukan pengalokasian serta penggunaan anggarannya. Dalam Rencana Stretegis Kementrian PPA yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak No. 2 Thn. 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2020 – 2024 telah menetapkan tiga strategi utama untuk percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di kementerian/lembaga, pemerintah propinsi/kabupaten/kota, dan pemerintah desa melalui penguatan pelembagaan PUG dan penguatan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG), yaitu:
a. Penguatan kebijakan dan regulasi, melalui penyusunan, reviu, dan koordinasi berbagai kebijakan dan regulasi pelaksanaan pengarusutamaan gender sebagai acuan bagi kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan PUG;
b. Percepatan pelaksanaan PUG di kementerian/lembaga, pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan pemerintah desa melalui penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender, dan pendampingan teknis dalam perencanaan program, kegiatan dan anggaran yang responsif gender, serta monitoring dan evaluasinya;
c. Meningkatkan pemahaman pemerintah, lembaga masyarakat, media massa dan dunia usaha tentang kesetaraan gender di tingkat nasional dan daerah, melalui penyediaan materi pembelajaran yang berbasis teknologi informatika.
Usaha terus-menerus dari pemerintah untuk menerapkan pengarusutamaan gender dalam aktivitasnya patut dihargai, termasuk mulai terus memperkenalkan anggaran responsif gender dalam APBN dan APBD. Jika hal ini konsisten dilakukan, maka tidak mustahil dalam waktu 10 tahun ke depan anggaran responsif gender telah merata diterapkan baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Arimbi Heroepoetri.,SH.LL.M
Direktur PKPBerdikari, Fellow MIT – UID Ideas 5.0, Staf Ahli Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI)