Rabu, 11 Desember 2019
berita
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyampaikan, saat ini, kesadaran perempuan untuk berani melapor atas kekerasan yang dialami menunjukan peningkatan.
Di tengah budaya patriarki yang sangat kental di masyarakat, perempuan sering dijadikan korban kekerasan dan menjadi tidak berdaya karena tidak adanya dukungan keluarga dan perangkat sosial bagi korban kekerasan, serta payung hukum belum seutuhnya melindungi korban.
Hal itu diungkapkan Mbak Rerie, panggilan akrab Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, dalam percakapan pers memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Gedung DPR, Selasa(10/12).
Mbak Rerie lebih jauh mengungkapkan, Komnas Perempuan menggelar kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang telah dimulai sejak tahun 2003.
Dalam kampanye 16 HAKTP ini, Komnas Perempuan selain menjadi inisiator juga sebagai fasilitator pelaksanaan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas Perempuan.
Kampanye penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan, pemerintah, maupun masyarakat secara umum.
Salah satu agenda utama yang harus terus diperjuangkan dan dilakukan tanpa lelah, antara lain, menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM.
Termasuk pula mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para korban serta mengajak semua pihak turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Ditanya, mengapa kekerasan terhadap perempuan belum dianggap prioritas, Mbak Rerie menjelaskan, karena dalam budaya patriarki, perempuan dianggap tidak setara dengan laki-laki, sehingga dominasi laki-laki dianggap wajar dan kekerasan terhadap perempuan belum dianggap sebagai pelanggaran hukum.
“Di sisi lain, masih ada pemahaman kaum konservatif yang tidak berpihak pada perempuan yang menjadi korban,’’ tegasnya.
Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, Mbak Rerie menyampaikan perlu segera disahkannya UU PKS.
‘’UU PKS sudah masuk Prolegnas sejak 2018, dan pada periode ini – DPR harus bisa menyelesaikan dan segera mengesahkannya, sehingga ada kejelasan akan payung hukum berkenaan dengan masalah tersebut.
Saat ditanya lagi, bagaimana menyadarkan publik terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan, politisi perempuan dari Partai NasDem ini menegaskan, perlu dilakukan kampanye dan advokasi secara terus-menerus tentang anti kekerasan terhadap perempuan, terutama kepada perempuan sendiri, untuk lebih berani bersuara.
‘’Perempuan harus berani, dan harus terus didorong untuk bersuara. Menjadi tugas semua pihak, baik itu aparat, civil society, maupun masyarakat umum untuk terus bergerak melawan kekerasan terhadap perempuan dan mendukung kerja pemenuhan hak korban,’’ imbuhnya.