Rabu, 22 April 2020
berita
Pandemi virus corona atau Covid-19 yang menyerang lebih dari 120 negara di dunia tak pelak mengubah paradigma kita mengenai bagaimana menjaga bumi yang kita cintai ini. Sejumlah analisis menyatakan pandemi ini tak ubahnya sebuah reset button yang memungkinkan bumi menghela nafas sejenak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi oleh manusia yang seringkali membuat bumi kewalahan. Eksplorasi manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, misalnya, dituding menjadi salah penyebab munculnya berbagai virus mematikan karena penyebarannya yang cepat.
Seperti dikutip dari mongabay.co.id, suatu studi di hutan Amazon, Brazil menunjukkan, peningkatan deforestasi sekitar 4 persen ternyata meningkatkan kejadian malaria hampir 50 persen, karena nyamuk yang menularkan penyakitnya dapat berkembang baik di daerah yang terdeforestasi tersebut. Di Australia, muncul sebuah penyakit yang berasal dari hendra virus yang dipicu suburbanisasi, di mana habitat manusia yang kian mendekat dengan habitat satwa liar yang pada akhirnya memikat kelelawar penghuni hutan berekspansi ke perumahan penduduk.
Meski masih butuh kajian mendalam, penyebaran Covid-19 juga diduga kuat berasal dari kelelawar dan, atau, trenggiling. Trenggiling merupakan salah satu komoditas yang banyak diperjualbelikan secara ilegal sebagai obat dan bisa jadi ini berkontribusi pada menyebarnya beragam virus ke populasi manusia.
Pandemi Covid-19 tentu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi umat manusia. Jika kita mampu menjaga bumi dan tidak serakah, maka alam pun akan memberikan sumberdaya terbaiknya, mulai dari udara, air sampai bahan-bahan mineral yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Peringatan Hari Bumi ke-50 tahun 2020 ini dirayakan dengan tema Aksi Iklim. Perubahan iklim pun menjadi tantangan terbesar bagi masa depan umat manusia dan sistem pendukung kehidupan yang membuat dunia kita layak huni. Untuk menjaga bumi, kita bisa memulai dari hal-hal kecil seperti menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Mengurangi sampah plastik adalah salah satu cara yang paling mudah. Anda bisa mulai dari membawa tas belanja dan menolak memakai kantong plastik saat belanja di supermarket. Mengelola sampah rumah tangga juga bisa menjadi kontribusi individual kita dalam menjaga bumi. Saat ini, ketika sebagian besar waktu kita dihabiskan di rumah, kegiatan memilah sampah dan membuat kompos bisa menjadi sebuah proses mencintai bumi yang menyenangkan yang bisa dilakukan bersama anak-anak.
Ini juga waktu yang tepat untuk mengurangi sampah makanan, jenis sampah di mana Indonesia menjadi kontributor kedua terbesar di dunia, setelah Arab Saudi. Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, sampah makanan atau food waste orang Indonesia jika dikumpulkan dalam satu tahun jumlahnya mencapai 1,3 juta ton. Sehingga dirata-rata, satu orang menghasilkan sampah makanan 300 kilogram per tahun.
Mematikan listrik saat tidak digunakan juga berkontribusi memperpanjang usia bumi. Lampu yang tak terpakai baiknya dipadamkan saja. Termasuk lampu estetika, yang penggunaannya hanya untuk keindahan saja. Jika keluar rumah, pastikan untuk mematikan listrik dan mencabut charger ponsel yang tidak digunakan. Dengan kebiasan ini, Anda bisa menghemat listrik serta menjaga lingkungan supaya lebih baik lagi.
Sejumlah perilaku hidup sehat yang sudah kita terapkan selama wabah Covid-19 ini, juga sebaiknya kita pertahankan ketika keadaan berangsur normal Kembali. Mencuci tangan dengan teratur dan memakai masker ketika sakit adalah dua di antaranya. Perubahan gaya hidup ini tidak hanya melibatkan individu saja, tapi juga kepedulian dari pemerintah dan industri. Kita semua sebaiknya mulai menghindari, tidak kembali ke aktivitas-aktivitas yang menyebabkan kerusakan dan polusi. Mari merefleksi diri di situasi ini dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu sesama dan menjaga bumi tetap lestari setelah wabah ini berakhir.