Senin, 11 Oktober 2021
Mbak Rerie, Lestari Moerdijat, sahabat lestari, rasa takut, sosialisasi, edukasi, pencegahan kanker, deteksi dini, bulan kesadaran kanker payudara, kanker payudara
Oleh: Muhammad Raihan Iriawan
Selama ini, kata kanker menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, dan kanker payudara menjadi yang paling menakutkan bagi perempuan. Ketakutan ini bisa dimengerti, namun yang mengkhawatirkan adalah perempuan sampai menunda pemantauan awal, pengecekan payudara dan mamogram, bahkan tak mau menjelani operasi, semua karena rasa takut. Padahal, yang tidak mereka pahami, adalah bahwa prosedur ini bisa menyelamatkan nyawa, karena masih berada di stadium awal sehingga bisa dilakukan pengobatan secara optimal.
Yang lebih mengkhawatirkan dari penyakit itu sendiri adalah masyarakat memiliki peandangan menakutkan soal penyakit tersebut. Karena kanker payudara adalah jenis kanker yang paling banyak menyerang perempuan, maka penyakit ini menjadi momok di kalangan perempuan, yakni: ketakutan dan kematian. Masyarakat sendiri merasa sulit ketika mengetahui ada seseorang yang dikenal mengidap kanker, terutama jika Anda dekat dengan mereka, dan di sisi lain, kanker juga menjadi menakutkan dan membuat stress. [Bagi dokter] Sangat penting untuk memiliki pemahaman soal kanker payudara demi keselamatan pasien. Dukungan emosional dan arahan sangat penting bagi mereka untuk memerangi kanker, maka sangat krusial menghapus perpektif negatif soal kanker payudara agar bisa ditangani dengan baik.
Kanker payudara adalah jenis kanker berkembang ketika sel di dalam payudara tumbuh tak terkendali. Sel ini kemudian membentuk tumor yang bisa dideteksi melalui pemindaian sinar x atau bisa terlihat ada benjolan. Operasi harus dilakukan oleh dokter bedah payudara untuk mengangkat kanker dari tubuh, lalu pasien bisa melanjutkan pengobatan. Ada beberapa pilihan pengobatan untuk kanker payudara, dan ini bervariasi tergantung pada stadium kanker, pengobatan terbaru dan paling berhasil melibatkan banyak proses dan yang paling direkomendasikan dokter adalah kemoterapi. Setelah menjalani operasi, kemoterapi adalah jenis pengobatan untuk menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker. Kemoterapi disebut sebagai terapi sistemik yang artinya bisa mempengaruhi seluruh tubuh, kemoterapi bekerja dengan menyerang pertumbuhan sel kanker yang cepat, namun juga memengaruhi sel sehat yang tumbuh di dalam tubuh kita sehingga mengakibatkan beberapa efek samping. Ketika kemoterapi berlangsung, sejumlah sel darah bisa rusak bersamaan dengan sel kanker, sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dan ketika jumlahnya berkurang, maka Anda akan merasa kelelahan atau keletihan atau sesak nafas. Efek samping lainnya adalah pada sel darah putih yang membantu tubuh Anda memerangi infeksi. Ketika sel darah putih jumlahnya sedikit, tubuh Anda akan lebih rentan terhadap infeksi. Efek samping lain adalah rambut rontok yang disebabkan sel folikel rambut yang terkena dampak kemoterapi. Reaksi tiap pasien berbeda terhadap pengobatan ini, diare, kebas, dan mual merupakan beberapa efek samping lain. Berbekal pengetahuan itu, banyak perempuan salah memperlakukan penyakit ini, karena efek samping yang diakibatkan oleh kemoterapi menciptakan spekulasi bahwa pengobatan ini akan menciptakan lebih banyak komplikasi dan sulit dilakukan. Meski banyak cara “alternatif” yang ditawarkan untuk mengobati penyakit ini, banyak yang terbukti belum berhasil. Akibatnya, banyak orang yang percaya bahwa metode alternatif dan tradisional akan sukses mengobati penyakit ini dan menentang prosedur medis. Dokter tidak akan menyebutkan metode ini ketika berdiskusi dengan pasien untuk mengobati pasien, karena beberapa di antaranya dinilai berbahaya.
Semua pandangan negatif itu terbentuk akibat pengetahuan yang minim, padahal kanker payudara adalah yang paling bisa diobati di antara jenis kanker lainnya. Tahun demi tahun, penyintas kanker semakin banyak karena lebih banyak pengobatan dan penelitian yang dilakukan, perkembangan teknologi juga berperan besar dalam memahami penyakit ini. Pandangan masyarakat terhadap penyakit ini membuat penulis memilih topik ini untuk didiskusikan lebih lanjut dalam proyek tesis penulis. Untuk mendapat informasi lebih dan memastikan kredibilitas penelitian ini, penulis mengadakan survei untuk mendapat pemahaman tentang bagaimana reaksi masyarakat jika mereka mengidap atau mengenal seseorang yang menderita penyakit ini, dan juga untuk mengetahui berapa banyak yang mereka ketahui soal penyakit ini. Survei ini dilakukan di kalangan siswa Sekolah Highscope Indonesia dan beberapa orangtua ikut menjawab survei. Empat episode video juga diunduh ke Youtube agar masyarakat lebih mengerti tengang masalah dan topik ini, juga dilakukan wawancara dengan para ahli dan penyintas kanker sebagai bagian dan kelengkapan penelitian. Sebelum wawancara, survei dan peneltian, penulis dengan hati-hati mempertimbangkan aspek-aspek yang akan dibahas dalam laporan ini. Laporan ini akan membahas pentingnya pemahaman akan kanker payudara, pandangan masyarakat soal hal ini dan alasannya, argumentasi yang ada, hasil penelitian, solusi, semuanya akan menyokong proyek ini.
Selama proses penelitian, penulis telah mengembangkan tiga argumentasi yang menurut penulis penting untuk didiskusikan, yang pertama “Akses informasi yang terbatas menciptakan persepsi yang menyesatkan, terutama di Indonesia.” Akses informasi yang terbatas merupakan salah satu faktor yang menciptakan spekulasi negatif soal penyakit ini, penulis melakukan wawancara dengan Dr. Inez Nimpuno, seorang penyintas kanker payudara dan aktivis yang berbasis di Canberra, Australia. Ia menyatakan masyarakat masih memiliki informasi yang sesat soal kanker payudara bukan karena informasi yang terbatas, namun akses yang terbatas. Menurutnya, dibanding dengan negara lain, Indonesia memiliki ketertarikan yang rendah terhadap media tulis, contohnya saja masyarakat Indonesia tidak suka membaca brosur soal penyakit di rumah sakit-rumah sakit, sementara warga Singapura bergantung pada brosur untuk mendapat informasi. Ia juga menambahakn lembaga pemerintahan di Indonesia tidak sepenuhnya mendukung isu ini dan masyarakat masih banyak yang merasa kesulitan. Tak seperti di negara lain, di Indonesia ada batasan antara masyarakat dan buku, ini terbukti dari survei yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dalam “Negara Paling Melek Baca di Dunia” berdasar penelitian yang dilakukan Central Connecticut State University. Di luar rumah sakit, Dr. Inez Nimpuno juga membentuk kelompok penyintas kanker payudara di Jawa, di mana menurutnya informasi yang ada masih sangat terbatas, terlihat dari kesadaran akan penyakit ini masih sangat rendah dan dibutuhkan dukungan dari pemerintah.
“Pengobatan alternatif dan tradisional tidak menjamin kesuksesan”, karena tidak percaya kepada kemoterapi, beberapa pasien mengobati kanker mereka dengan metode tradisional dan alternatif yang belum terbukti berhasil membunuh sel kanker. Ketika ditanya soal ini, Dr.Inez Nimpuno menyatakan bahwa sebagai dokter dengan pelatihan medis yang memadai, semua obat yang diberikan dokter kepada pasien harus lah obat yang berbasis uji (evidence based medicine/EBM). Untuk dikategorikan sebagai EBM, obat harus melalui proses panjang dari tes laboratorium, ke hewan, lalu proses yang disebut izin etis, dan akhirnya tes klinis ketika obat bisa didistribusikan kepada pasien. Ia juga menekankan bahwa tak seperti kemoterapi, metode alternatif dan tradisional menggunakan obat non-EDM dan dilakukan oleh seseorang yang bukan profesional. Misalnya saja metode alternatif yang dikenal di Indonesia yakni “Jaket Warsito”, secara sederhana “Jaket Warsito” merupakan rompi anti-kanker yang diyakini bisa membunuh kanker jika pasien menggunakannya. Ini menimbulkan kontroversi antara penemunya dan para dokter, dokter yakin bahwa “Jaket Warsito” tidak diuji secara klinis dan memengaruhi pasien untuk meninggalkan pengobatan medis. Penemuan ini ditutup ketika seorang dokter menemukan salah satu pasiennya yang kembali untuk diperiksa, dan sudah berada dalam kondisi kritis, karena sel kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuh, ia mengaku menggunakan “Jaket anti-kanker” yang diyakini para dokter menjadi akar dari infeksi. Pemahaman lebih lanjut terkait penyakit ini harus diarahkan ke khalayak ramai untuk menghindari masalah semacam ini, dan untuk menciptakan generalisasi di kalangan masyarakat.
Argumentasi terakhir yang akan dibahas penulis adalah “Kecanggihan teknologi telah meningkatkan angka penyintas kanker payudara.” Teknologi memiliki peran besar dalam kemajuan pengobatan kanker, tingkat kehidupan perempuan dengan kanker payudara meningkat dalam beberapa tahun, tak hanya itu menurut Institut Kesehatan Nasional AS, terjadi juga peningkatan jumlah perempuan yang ingin melakukan evaluasi pemindaian terkait abnormalitas payudara. Perkembangan teknologi juga telah membantu pasien untuk sepenuhnya sadar akan penyakit mereka dan yang lebih penting meminimalisir ketakutan. Lebih jauh lagi angka penyintas kanker payudara dalam lima tahun memiliki persentasi yang tinggi yakni 89 persen, sedang jika kanker terdeteksi hanya di payudara angka relatif penyintas selama lima tahun adalah 99 persen. Menurut riset yang dilakukan oleh American Cancer Society, angka kematian juga menurun dari tahun ke tahun, dan penurunan angka kematian ini merupakan hasil dari perkembangan pengobatan. Peneliti di seluruh dunia masih terus mencari cara yang lebih baik untuk mengobati dan mencegah kanker payudara, dan ini akan terus menjadi hal penting dalam memahami penyakit ini.
Tapi tentu saja, pandangan masyarakat mengenai masalah ini masih harus diperbaiki, melalui survei yang dilakukan oleh penulis, kita bisa melihat bahwa banyak orang memiliki pengetahuan terbatas mengenai masalah ini. Survei terdiri dari berbagai pertanyaan terkait pemahaman mereka mengenai topik ini dan bagaimana mereka bereaksi. Pertanyaan pertama “Sejauh mana Anda mengetahui soal kanker payudara?” dijawab oleh 50 orang, dari 100 persen, 74 persen di antaranya tidak tahu apa pun soal kanker payudara sedang 26 persen sisanya memiliki pengetahuan yang terbatas. Pertanyaan selanjutnya “Bagaimana Anda akan bereaksi jika didiagnosa mengidap kanker?” juga direspons oleh 50 orang, dan tidak mengejutkan, hasilnya 42 persen responden takut mati jika mereka didiagnosa dengan kanker, meski begitu 44 persen responden akan optimis dan mencoba sebisanya untuk memerangi penyakit ini, sedang reaksi 14 persen lainnya tak punya motivasi untuk hidup atau menyangkal. Melalui survei ini, penulis mengklaim bahwa masyarakat masih memiliki pandangan negatif terhadap penyakit ini, dan ditambah masyarakat masih memiliki pemahaman yang minim soal penyakit ini.
Klaim ini juga didukung oleh wawancara yang dilakukan dengan beberapa penyintas kanker payudara, salah satunya dengan Catharina Widjaja, penyintas kanker payudara stadium tiga. Ketika ditanya bagaimana perasaannya ketika pertama kali didiagnosa kanker payudara, ia menjawab lugas “Saya takut akan mati”, penulis lalu menanyakan pertanyaan selanjutnya, apa yang membuat ia percaya diri bahwa ia akan bisa bertahan, ia menjawab dokter memberikan informasi yang cukup soal penyakit ini dan proses apa yang harus ia jalani. Ia juga menambahkan bahwa dokter dan keluarganya memberikan dukungan emosional yang ia butuhkan, dan dokter bedah payudaranya, dokter onkologi (tumor), memberinya keberanian dan mengatakan kepadanya bahwa mereka ingin memastikan ia nyaman. Melalui wawancara ini, penulis bisa memverifikasi bahwa dengan pemahaman yang cukup soal penyakit ini, Anda bisa menyingkirkan semua hal yang negatif soal penyakit ini, termasuk juga para pasien.
Pernyataan Catharina “Ahli bedah, dokter onkologi, memberi keberanian kepada saya dan mengatakan bahwa mereka ini memastikan saya baik-baik saja” membuat penulis berani mengatakan bahwa dukungan emosional membantu pasien untuk sembuh, menurut penelitian yang dilakukan oleh British Journal of Cancer (BJC) dukungan emosional penting untuk pasien kanker selama mereka berhadapan dengan kanker, penelitian mengevaluasi bagaimana pasien bereaksi terhadap kelompok sumber dukungan lain, sejumlah pasien menyelesaikan proses ini dan hasilnya mengungkap bahwa dua sumber dukungan emosional yang paling penting adalah dokter dan keluarga. Ini membuktikan bahwa dukungan emosional dari dokter dan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien.
Persoalan lain yang ingin dikemukakan oleh penulis adalah bagaimana rumah sakit dan tim medis di Indonesia harus meningkatkan keramahan terhadap pasien. Di masa lalu, penulis pernah mengunjungi rumah sakit di negara lain dan menyaksikan bagaimana dokter melayani pasien mereka. Klaim ini bukan hanya sekedar asumsi yang dibuat penulis tanpa penelitian lebih lanjut, penulis melakukan wawancara di RS. Dharmais yang terletak di Palmerah Jakarta, dan menyaksikan sekelompok orang yang marah karena tidak mendapat pelayanan dari pegawai administrasi, juga para perawat yang menunjukkan arah yang salah [di rumah sakit]. Klaim penulis juga didukung oleh pernyataan Inez Nimpuno bahwa pengobatan kanker di Indonesia menciptakan ketidakpastian bagi pasien, misalnya di Indonesia dokter ahli bedah payudara bisa melakukan kemoterapi, tidak seperti di negara lain kemoterapi dilakukan oleh dokter onkologi (tumor). Ia juga mengatakan bahwa kanker merupakan penyakit kompleks yang harus ditangani oleh sekelompok orang yang berasal dari berbagai disiplin ilmu.
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai persoalan ini, penulis juga mewawancarai Dr. Haridini Intan S. Mahdi, MD, yang merupakan dokter spesialis onkologi yang bekerja di RS. Dharmais Jakarta. Penulis bertanya soal pandangannya mengapa pandangan negatif soal kanker payudara harus dihapuskan, ia mengatakan bahwa “kanker memang menakutkan, namun kita saat ini berada di tahap di mana ini bisa diobati jika kita mengetahuinya di stadium awal, dan dengan begitu tidak ada yang perlu ditakuti.” Dr. Haridini juga menekankan bahwa obat alternatif tidak efektif, karena dipraktikkan oleh sesorang yang tidak memiliki latar belakang medis, dan bahwa obat-obatan herbal tidak akan sama dengan kemoterapi.
Penulis yakin bahwa isu ini membutuhkan perhatian segera dan dukungan penuh secara global, solusi berlapis dari kemitraan multilateral juga dibutuhkan. Pertama, penulis percaya bahwa mengangkat kesadaran adalah salah satu kunci untuk membuat semuanya jelas, menggunakan media sosial sebagai platform positif untuk menyebarkan isu ini dalam skala internasional bisa menjadi solusi guna menyingkirkan spekulasi negatif soal kanker payudara. Kemudian, publik harus menciptakan lebih banyak komunitas peduli kanker untuk menolong masyarakat dan pasien kanker menghadapi persoalan ini dengan membuat mereka merasa diterima.
Lebih lanjut, untuk terus memberikan solusi dalam masalah ini langkah selanjutnya adalah pemerintah harus mengambil tindakan. Peningkatan rumah sakit kanker dan fasilitas riset bisa membantu meningkatkan jumlah penyintas kanker payudara dan kanker lain karena akan memberikan mereka pengobatan yang lebih sesuai dan efektif, tidak hanya itu dengan memberikan layanan yang baik di rumah sakit juga bisa membantu pasien, karena dukungan emosional bisa membantu mereka menghadapi penyakit ini.
Dan terakhir semua orang seharusnya bisa menerima perubahan sosial, pasien juga harus menerima untuk hidup dengan kanker dan belajar dari hal ini untuk memengaruhi orang lain agar selalu positif dan optimis. Hal yang sama bagi publik untuk menciptakan perubahan sosial itu terutama dalam hal kanker payudara, menciptakan konsep yang bisa membuat semua orang mengerti dan mengurangi ketakutan akibat penyakit tersebut. Dengan begitu bisa tercipta lompatan dalam komunitas kanker dan bahkan di seluruh dunia, karena perubahan tidak dilakukan oleh dunia, namun oleh orang per orang yang terus berkembang dan memengaruhi yang lain di sekitar mereka.
Setelah melewati semua proses dalam proyek ini, penulis bisa menyimpulkan bahwa pandangan menakutkan soal kanker payudara diciptakan dan disebabkan oleh beberapa faktor. Satu, karena pemahaman yang minim soal penyakit ini yang disebabkan oleh terbatasnya akses informasi, terutama di Indonesia di mana masyarakat punya kebiasaan buruk tidak membaca dan bagaimana pemerintah seharusnya menyediakan medium yang diperlukan, karena membuat masyarakat luas memiliki informasi yang memadai soal kanker payudara bisa mengatasi masalah ini.
Pengetahuan yang cukup soal penyakit ini juga bisa membantu pasien untuk meningkatkan kesempatan mereka menghadapi penyakit ini, misalnya deteksi dini dan pemindaian, dan yang paling penting memilih pengobatan yang benar yakni kemoterapi, dan terakhir meyakinkan masyarakat bahwa teknologi modern telah membantu penelitian soal kanker payudara, dan ini meningkatkan angka penyintas kanker payudara. Lebih dari itu, pemerintah dan masyarakat harus mengambil tindakan untuk menangani masalah ini dengan meningkatkan layanan kesehatan secara nasional dan juga kampanye kepedulian kanker payudara.
Meski begitu, sangat menakutkan melihat bagaimana pandangan soal kanker payudara diciptakan dengan pemahaman yang terbatas dan itu lah yang diterima masyarakat. Sementara pandangan negatif ini bisa terus meningkat seiring berjalannya waktu, solusinya selalu bisa ditemukan. Penerimaan sosial, meningkatkan kesadaran, dan layanan kesehatan menjadi solusi utama. Maka dari itu, sangat krusial agar solusi ini diterapkan untuk menghapus momok menakutkan soal kanker payudara.
Bahan Kutipan
"Breast Cancer Treatment." American Cancer Society. N.p., n.d. Web. 8 May 2017.
"Breast cancer survival statistics." Cancer Research UK. N.p., 06 Feb. 2017. Web. 9 May 2017.
Catharina, Widjaja. Personal interview. 8 May 2017.
Champaign, Judy L., and Gunnar J. Cederbom. "Advances in Breast Cancer Detection with Screening Mammography."
The Ochsner Journal. Ochsner Clinic, L.L.C. and Alton Ochsner Medical Foundation, Jan. 2011. Web. 9 May 2017.
Cohen, I., M. Tagliaferri, and D. Tripathy. "Traditional Chinese medicine in the treatment of breast cancer." Seminars in oncology. U.S. National Library ofMedicine, Dec. 2013. Web. 6 May 2017.
Haridini, Intan. Personal interview. 13 Mar 2017.
Hindawi. "Why Breast Cancer Patients Seek Traditional Healers." International Journal of Breast Cancer. Hindawi Publishing Corporation, 17 Nov. 2011. Web. 6 May 2017.
Holloway, Claire M.B. "Technology as a force for improved diagnosis and treatment of breast disease." Canadian Journal of Surgery. Canadian Medical Association, Aug. 2010. Web. 8 May 2017.
Inez, Nimpuno. Personal interview. 9 May 2017
Lam, Michael. "Beating Cancer with Natural medicine" 6 June 2009: 4. Print.
"Learn About Managing Your Chemotherapy." Chemotherapy. N .p ., n.d. Web. 8 May 201 7.
Media, Kompas Cyber. "Nyaris Mati, Rompi Antikanker Warsito Dapat Nap as dari Kemenristek Dikti." KOMPAS.com. N.p., n.d. Web. 10 May 2017.
"Overcoming the Fear of Breast Cancer." HealthyWomen. N.p., n.d. Web. 6 May 2017.
"So scared about chemo starting soon!" Cancer Chat. N.p., n.d. Web. 8 May 2017.
Slevin, M. L., S. E. Nichols, S. M. Downer, P. Wilson, T. A. Lister, S. Arnott, J. Maher, R. L. Souhami, J. S. Tobias, A. H. Goldstone, and M. Cody. "Emotional support for cancer patients: what do patients really want?" British Journal of Cancer. Nature Publishing Group, Oct. 2013. Web. 10 May 2017.
"What's New in Breast Cancer Research?" American Cancer Society. N.p., n.d. Web. 8 May 2017.
"Why are breast cancer rates increasing?" Cancer Research UK - Science blog. N.p., n.d. Web.10 May 2017.